Bab 6

397 29 9
                                    

Jam istirahat siang sudah berbunyi, dengan malas Chika memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas, kemudian mengambil botol minum yang di letakannya di samping ransel tersebut. Ia meneguk air yang sudah tidak dingin yang hanya meninggalkan embun.

Christy kebetulan ada rapat dengan organisasi, yah tidak ada yang menyangka bahwa gadis sepolos ia ternyata aktif kegiatan OSIS. Sedangkan, Eli masih di ruang guru karena wali kelasnya memanggil tadi.

Chika tak ingin pergi keluar, ia pasti akan bertemu Mira lagi. Maka dari itu ia lebih memilih untuk berdiam diri kelas.

"Aku mau ikut rapat dulu!", suara nyaring yang khas terdengar dari depan kelas saat memasuki ruangan.

"Apaansih, orang bisa dilakuin 100 kali juga kok"

"Olla gak usah cari masalah sama aku ya"

"Lah, orang kata kak Feni gitu kok. Ya ga kak Git?"

Tiga remaja perempuan memasuki ruang kelas dengan keributan yang di bawa dari luar. Chika melirik sedikit dan mencuri dengar apa yang tengah mereka bicarakan.

Mengetahui ada yang menguping, seorang gadis menyuruh mereka berhenti berbincang lalu mengisyaratkan untuk melihat ke arah Chika.

Perempuan berambut pendek berjalan mendatangi Chika, "Eh hai, maaf ya kami dari kelas sebelah ngerusuh disini".

"Ngomong-ngomong, kamu Chika ya?"

Chika mendongak ke atas melihat wajah pucat seorang gadis dengan rambut pendeknya yang khas, sedang memberinya senyuman tipis. Kedua temannya tadi seperti di beri aba-aba, mereka jadi sangat tenang dan ikut mendatangi Chika.

"Iya, ada apa ya?"

"Aku Gita, ini temen-temenku", ujar wanita berambut pendek tersebut.

Perempuan berkuncir kuda maju selangkah mendekati Chika, "Aku Olla, salam kenal ya". Ia menarik kedua ujung bibirnya perlahan sambil menatap kedua mata Chika seksama.

"Haiii aku Muthe, kenal aku 'kan? Aku wakil ketua OSIS"

Chika menggaruk-garuk kepalanya kebingungan. Di tahun kedua, tak biasanya dia berkenalan dengan teman baru. Terlebih beda kelas seperti ini. Namun, melihat ekpresi wajah mereka yang seperti antusias membuat gadis dengan matanya yang coklat itu sedikit penasaran.

Ia seperti mengenal wajah pucat dan tatapan kosong tersebut. Tidak, bukan kosong yang seperti orang-orang ketahui. Mereka seolah tidak benar-benar memberikan perasaan yang nyata pada muka mereka. Intinya, Chika merasa janggal.

"Kamu kayanya peka ya?"

Celetuk Gita membuat Chika kaget.

"Soalnya daritadi aku lihat kamu kaya gak nyaman sama keramaian. Jadi, kupikir kamu peka sama keadaan", jelas Gita membuat Chika menghela nafas spontan. Hampir saja jantungnya loncat karena merasa anak kelas sebelah itu bisa membaca pikirannya.

Chika bergumam sebentar, "Aku gak sengaja denger kalian ngobrol aja sih. Toh tiba-tiba di kelasku".

Gita mengangguk mengerti. Olla mengamati Chika agak lama, kemudian beralih ke Gita yang masih berbincang-bincang. Gawat, sepertinya ini bakalan jadi musuh.

Muthe menoleh dengan wajah panik ke arah Olla, ia menajamkan tatapannya. Layaknya memberikan ketidaksukaanya terhadap sesuatu, Muthe menggeleng dengan keras.

"Ya, 'kan la? Olls?"

Gita melirik ke arah Olla dan Muthe yang seperti mendebatkan sesuatu dalam diam. Inikah yang disebut perang dingin sebenarnya? Hal itu menarik perhatian Chika yang ikut memperhatikan gerak-gerik mereka. Seketika, Olla tertawa renyah untuk memecah suasana.

"Maaf ya, aku sama Muthe punya kemampuan telepati. Jangan heran kalo kita kaya orang gila", ia tertawa dengan perkataannya yang nampak seperti lelucon itu.

Chika mengenyam bibirnya sambil mangut-mangut berusaha mengerti.

"Gita, di panggil pak Bendo ke ruang guru"

Seseorang masuk dan memberi informasi. Gita mengangguk dan segera pergi ke ruang guru setelah berpamitan dengan teman-temannya, termasuk Chika.

◇◇◇◇◇

Ruang guru yang lembab, tidak dingin dan juga tidak panas. Eli masih berkutat dengan laporan di depannya. Sambil mengingat-ingat apa yang telah terlewat, ia mendesah kesal karena sebal tidak hapal satu pun tugas yang di kerjakannya.

Ia sedang menggarap laporan keuangan sekolah tentang pengeluaran biaya acara market day khususnya untuk kelasnya yang telah di adakan minggu kemarin. Lebih tepatnya, ia di suruh merekap hasil keuangan yang di butuhkan untuk acara tersebut.

"Gimana? Ada progress?"

Pak Bendo yang merupakan wali kelasnya tersebut masih menunggu data miliknya untuk di selesaikan. Eli menggeleng dengan pasrah. Pasalnya, ia sama sekali tak ingat dengan apa yang telah terjadi selama kegiatan kemarin.

"Sepertinya, semuanya pure iuran bersama pak. Untuk nominalnya sudah benar di awal. Cukup seratus lima puluh ribu", jawabnya putus asa.

"Yakin? Semisal ada kekurangan secepatnya lapor saya ya. Untuk kebutuhan kecil seperti minyak goreng dan lain-lain juga perlu di hitung"

"Iya, pak. Mengerti"

Di tengah frustasi yang melanda, seorang perempuan berambut pendek datang memecah suasana yang mencekam bagi Eli.

"Bapak panggil saya?"

"Nah, ini dia yang saya tunggu-tunggu. Hm.. Gita, berapa biaya yang kelas kamu keluarkan untuk acara jualan kemarin?"

LAH? Ini bocah yang waktu itu narik selang terus bikin Mira kesandung waktu mau nyirem Chika pake air wc!

Eli membelalak melihat seseorang yang tidak asing di matanya tersebut. Kejadian beberapa hari yang lalu, saat dirinya dan Christy di kunci di ruangan musik oleh gengnya Mira. Mereka hendak melakukan bullying pada Chika, namun di tengah-tengah aksi mereka, semuanya gagal saat orang yang kini sedang disebelahnya tersebut menarik selang air taman sehingga membuat Mira jatuh tersungkur karena tersandung.

Gita melirik sedikit ke arah Eli. Wah, orang penting nih. Gerutu Eli dalam hati.

Gita menepis keringat yang membasahi dahinya dan berkata, "Jadi segitu pak. Ada yang di butuhin lagi?".

Pak Bendo mengangguk-angguk paham.

"Sudah, sudah. Terimakasih banyak, ya. Tinggal Eli nih. Kelasnya belum selesai sendiri permasalahannya. Andai kaya Gita gini, sat set sat set"

Eli mencibir saat wali kelasnya sendiri malahan membandingkan dengan anak kelas lain. Sekilas, Gita nampak seperti melihat ke arah gadis yang kini sedang putus asa berat itu.

"Yah, pak. Kelas kita kan solid, kelas dia perhitungan nih", Eli menimpali.

"Kita gak pernah perhitungan. Tapi, aku gak pernah lupa kalo minyak goreng 2 plastik 12.000 rp, kertas karton 2000 rp, ah spidol kecil hitam 2000 rp. Dan.."

Kok.. kaya yang di beli Christy sama anak-anak lain di kelas?

"Iya, gorengan buat makan siang 10.000 rp"

"Heh, kok lu tau pengeluaran kelas gue si"

"Saya pamit duluan, pak. Terimakasih"

Pak Bendo kebingungan melihat tingkah Gita yang aneh bin memusingkan itu. Apalagi Eli yang masih tidak percaya bahwa perempuan itu sengaja mempermalukan dia yang bahkan berjam-jam di ruang guru untuk menyelesaikan laporannya. Namun, Eli sungguh masih penasaran dengan Gita. Wanita itu seperti sedang mengamati kelasnya.

Bersambung...

Holaaaa
Apa kabar!!!
Kangen nulis banget ini :(
Maaf ya hiatus tiba-tiba dan muncul setelah berbulan-bulan hingga berganti tahun.
Tapi tenang ajaa, author gak tenang ini hidupnya kalo gak ngelanjutin ff ini😭

Buat yang masih setia baca, saya ucapkan banyak terimakasih yaaa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Honey, Honey SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang