BAB 4: Berdua

29 9 4
                                    

Hari ini adalah akhir pekan, Yena memutuskan untuk kembali ke rumahnya guna menyegarkan pikiran dari apa yang sudah ia lewati beberapa waktu ke belakang ini. Ia juga telah memberitaukan kedatangannya pada sang kakak; Chungha. Keduanya memutuskan untuk memasak bersama setelah sekian waktu tidak berjumpa.

Layak hari pada biasanya, kedua orangtua gadis itu berada di luar negeri guna menyelesaikan pekerjaan mereka yang berkaitan dengan bisnis. Dirinya jua Chungha tentu akan melanjutkan bisnis itu, tetapi bukan sekarang.

Baskara dengan malu sapa bentala, sinar lembutnya menerpa gadis yang memutuskan untuk mengurai rambutnya. Sebuah senyum manis tersungging, perasaannya cukup bahagia pagi ini, bertanda bahwa ada hal baik yang akan terjadi.

Lekas ia raih kunci mobil, lalu mengendarainya menuju kediamannya yang berada di salah satu kawasan elit kota itu. Tak butuh waktu lama sebab pada Minggu pagi jalanan tampak lenggang; kebanyakan dari mereka masih berada di dalam mimpi, enggan untuk bangun dan beraktivitas.

Hingga sampailah ia di depan sebuah mansion, lantas memarkirkan mobilnya lalu berjalan santai dan masuk ke dalam. Langsung ia dapati kakak perempuan yang merentangkan tangannya; hendak menyambut Yena ke dalam pelukan.

Yena berlari dan menghamburkan diri ke dalam pelukan Chungha. Entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu, Yena bahkan tidak mengingatnya lagi.

"Kakak, Yena kangeeeen! Kita udah berapa lama ga ketemu ya?"

Chungha menggerakkan kuasanya untuk mengusap pelan rambut Yena lalu menjawab, "Hm, mungkin udah hampir satu tahun? Kamu selalu di apart sih."

"Kakak juga engga pernah ke mansion, kakak 'kan tinggal di luar kota. Ngapain Yena tinggal di mansion sendirian, serem tau!" protesnya seraya memajukan bibirnya.

Chungha hanya tertawa melihat tingkah adiknya, memang ia akui bahwa Yena tak pernah lepas dari kata menggemaskan. Seolah itu sudah jadi identitasnya.

"Kamu gitu malah mirip bebek. Yaudah, ayo masak? Sekarang sudah bisa masak ya?" tanyanya seraya berjalan menuju dapur, diikuti oleh Yena yang berjalan di belakangnya.

"Iya, Yena sekarang bisa masak! Kak, ayo masak bareng terus nanti kita makan ala-ala mukbang! Oh, atau sekalian kita buka kanal YouTube bareng aja ya? Konten masak gitu misalnya, kak. Oh iya, kakak kabarnya baik-baik ajakan? Tau sih, telat banget baru nanya sekarang bukan nanya dari tadi, hehe," celotehnya lagi yang berhasil membuat Chungha menggeleng-gelengkan kepalanya. Adiknya masih sama, tidak berubah.

"Boleh tuh kita buat kanal YouTube bareng! Kabar kakak baik-baik aja kok, Yen. Kalau kamu? Gimana sama Jihoon?"

Gerakkan Yena yang sedang menyiapkan bahan masakan lantas terhenti. Keceriaan pada wajahnya mendadak luntur, Chungha mengerti bahwa terjadi sesuatu di antara mereka berdua.

"Kalian udah ga bareng? Kenapa?" tanyanya dengan lembut.

Yena menunduk, dengan perlahan menjelaskan semua yang terjadi satu tahun silam hingga detik ini. Chungha hanya diam, mendengarkan penuturan dari adiknya lantas mengangguk paham. Sebuah ide muncul di dalam benaknya.

"Yaudah, lanjutin gih masaknya sekalian kamu refreshing."

···

Sudah hampir dua jam atau bahkan lebih ia mempersiapkan makanan untuk mereka berdua. Namun, tiba-tiba Chungha malah hendak pergi, ada pekerjaan yang mendadak katanya. Tepat sebelum wanita itu pergi, Jihoon datang tanpa diundang. Membuat Yena tau bahwa Chungha sengaja melakukan semua ini.

Astaga kak, awas aja ya habis ini. Sengaja banget, heran, batinnya.

Mau tak mau, Yena habiskan makanan yang sudah ia siapkan berdua dengan Jihoon. Sedari kedatangannya, tidak ada dari mereka yang bersuara sebab apa yang terjadi kemarin malam.

"Jihoon, mau es krim?" tawar Yena yang pada akhirnya memecah keheningan yang menyelimuti mereka berdua.

Jihoon yang duduk di samping Yena tersenyum, menggelengkan kepalanya pelan. "Buat kamu aja, kamu suka banget sama es krim kan?" balasnya sambil mengusap pelan rambut Yena.

Gadis itu sunggingkan senyum, lantas melahap dengan semangat es krim yang ia buat sendiri tadi. Dia tidak menyadari bahwasanya pandangan Jihoon terpaku padanya; melihat bagaimana bahagianya Yena dengan hal sekecil itu. Tanpa sadar, sebuah senyum mengembang di wajahnya.

Yena meletakkan mangkuk es krim yang sudah kosong di atas meja makan lantas meregangkan tangan. Namun suara bariton Jihoon membuatnya menoleh, katanya, "Bentar Yen, ada sesuatu di bibir kamu."

Lekas lelaki itu mendekatkan wajahnya dengan wajah Yena, netranya menatap lekat-lekat bibir sang gadis. Tanpa meminta izin, ia mengecup bibirnya dan melumatnya pelan.

Yena bergeming. Jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi anehnya gadis itu tidak melontarkan protes terhadap aksi yang dilakukan oleh Jihoon.

"Nah, sekarang udah bersih. Es krimnya manis juga ya?" ujar Jihoon lantas menjauhkan dirinya dari Yena.

"H-hah?"

"Itu, tadi ada sisa es krim di bibirmu, terus aku bersihin. Eh, ngomong-ngomong makasih ya makanan gratisnya? Masakanmu selalu enak kok."

Jihoon menatap Yena lembut, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum kikuk.

Tak ingin wajahnya semakin memerah, Yena lekas melarikan diri ke dapur dengan alibi membersihkan piring kotor. Jihoon hanya terkekeh melihat tingkahnya, lantas kembali mengukir senyum pada durja.

Kenapa setiap aku mau mundur, selalu kayak gini sih? Batin Yena yang kembali bertengkar dengan dirinya sendiri.

Di saat dia sudah siap melepaskan, mengapa Jihoon bertingkah seolah dia tak boleh menjauh dari dirinya? Sungguh, Yena tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti.

Yena keluar dari dapur setelah menyelesaikan pekerjaannya lalu mendapati Jihoon yang dengan santai duduk di ruang tengah.

"Kamu ga pulang, Ji?"

Jihoon hanya menggeleng, lalu menatap Yena yang masih berdiri dan menepuk tempat kosong yang ada di sebelahnya, meminta Yena untuk duduk di sana. Dan anehnya, Yena menurut.

"Yen, hari ini kamu bakal ngapain?"

"Ngga ngapa-ngapain, emang kenapa?" tanyanya sembari menatap lelaki yang duduk di sebelahnya.

Jihoon menyengir, "Jalan yuk? Udah lama kita ga jalan kan? Mau sekarang aja? Ga usah ganti baju, ga usah dandan, kamu udah cantik."

"Berhenti gombalin aku, Jihoon. Yaudah, ayo. Ga ada yang marah kan?"

Jihoon terbahak, menggerakkan kuasanya untuk mengacak surai milik Yena. "Siapa yang mau marah? Yaudah yuk?"

Jihoon bangkit dari tempatnya, berjalan menuju pintu diikuti oleh Yena yang berjalan tepat di belakangnya.

"Oh, soal Minju. Di waktu yang tepat bakal aku jelasin semuanya kok, Yen. Tunggu aku ya? Aku janji, bakal ada happy ending untuk kita berdua nanti."

···

Janji harus selalu ditepati, bagaimana jika suatu hari salah satu 'kan ingkari janji?

BAB 4: Berdua

FATE: Park Jihoon x Choi YenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang