Gadis dengan kuncir kuda itu sesekali menghela nafas mendengar sahabat karibnya lagi-lagi lontarkan ceramah yang ditujukan kepadanya. Bila boleh jujur, dia merasa bosan mendengarnya, dan dia bisa memastikan bahwa Yujin juga sudah bosan mengingatkannya. Namun anehnya, kawan sejawatnya itu selalu memberinya peringatan demi peringatan.
"Udah berapa kali gue bilang, curiousity kills the cat tapi lo tetep aja ngestalk, buat apa coba? Sekali ngeliat sesuatu yang bikin sakit hati, dateng ke gue lagi buat galau-galau. Dan udah berapa kali juga gue bilang, kalo ga kuat, mundur. Ga ada yang nyuruh lo bertahan di hubungan rumit ini, Yena."
Yena hanya tersenyum kikuk, menggaruk tengkuk yang tak gatal, lantas mengalihkan pembicaraan dengan langsung memesan cemilan favorit Yujin agar sahabatnya yang satu itu bisa diam.
"Ya, lo bisa nyogok gue sekarang buat diem. Tapi, waktu ketemu sama Sakura lo yang habis kena ceramahnya baru tau rasa."
"Kamu jangan ngasih tau soal masalah ini ke Sakura dong. Ga kasihan sama temenmu yang udah kenal dari kecil ini?" rayunya sembari sesekali mengedipkan mata dan buat Yujin memutarkan bola mata karenanya.
Nona itu terkekeh pelan, lantas kuasanya meraih gawai dan kembali fokus menggulir laman salah satu sosial media. Jemarinya terhenti, netranya menatap lekat-lekat salah satu snapgram yang menampakan mantan kekasihnya dengan seseorang, berdua, tampaknya sedang liburan. Yena hanya mengulas senyum kecut, tampaknya takdir sangat suka melihatnya terluka, ya?
Lagi, pikiran untuk mundur dan menghilang susupi relung. Buat dirinya merasa sesak. Semakin ia mencoba bertahan, semakin menjadi rasa sakit yang dia rasakan. Tak ingin hancurkan mood kawannya yang sedang asyik sendiri, Yena memutuskan untuk bangkit dan beranjak keluar dari cafetaria terlebih dahulu dengan alibi hendak kerjakan tugas; walau ia tak mendapatkan tugas pada hari itu.
Tungkai ia langkahkan pelan menuju kendaraan roda empat yang terparkir rapih tak jauh dari cafetaria, lantas masuk dan menyalakan mesinnya walau tak langsung kembali pulang ke kediaman. Yena malah dengan sengaja membenturkan dahi dengan kemudi, tak peduli dengan rasa sakit yang tercipta sebab sekarang sakit di hati lebih mendominasi. Teriakannya tertahan, buat dadanya semakin menjadi-jadi sesaknya.
Hingga sebuah notifikasi masuk sapa rungu buyarkan semua pikiran buruk.
Ia raih ponsel yang tergeletak di jok sebelah, matanya menyipit melihat nama yang terpampang di sana. Ah, bukankah ia baru saja melihat postingan bahwa lelaki itu sedang berlibur dengan seorang wanita? Lantas mengapa dia malah mengirimkan pesan singkat?
Jihoon
Kiw, Yena
Dimana?Yena
Hm? Mobil. Kenapa?Jihoon
Dari kampus ya?Yena
Ya.Jihoon
Kamu marah...?Yena
Marah? Untuk apa?
Udah, aku mau jalan pulang dulu.
Dadah.Yena langsung membuang ponselnya ke jok belakang, bahkan tak peduli jika nanti layarnya retak. Dengan emosi yang masih membumbung ia kendarai mobil dengan kecepatan tinggi; membelah jalanan kota Jakarta sore hari. Bahkan sesekali ia bisa mendengar umpatan yang tertuju kepadanya karena mengebut, tapi sungguh, dia tak peduli.
Gadis itu memasuki basement apartemen lantas memarkirkan kendaraannya dengan rapih. Bergerak menuju lift, melangkah hingga berada di depan unitnya. Dengan cepat ia memasukan kode pintu, lantas masuk dan segera merebahkan dirinya di atas buntalan empuk. Yena menutup matanya, berusaha mengatur nafasnya walau sesak di dada tak kunjung hilang. Perasaan itu sekarang tak lagi terlalu menganggu karena rasa-rasanya Yena sudah biasa merasakan hal yang sama kurang lebih satu tahun, terhitung sampai detik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE: Park Jihoon x Choi Yena
FanficYena dan Jihoon, dua sejoli yang acap kali dijuluki sebagai pasangan yang teramat serasi pula akhirnya kandas. Mengakibatkan mereka berdua terjebak di dalam sebuah hubungan rumit yang tidak akan bisa dimengerti oleh orang lain. Keduanya masih saling...