Langkah 4 - Rela

12 2 0
                                    

Ting!

Lift berhenti di lantai 3 di mana lantai khusus untuk jurusan Teknik Sipil berada. Pintu lift pun terbuka dan keluar lah beberapa orang dari sana baik dosen, staff maupun mahasiswa. Dan salah satunya adalah Genia. Ia langsung mengambil langkah selebar mungkin menuju ke kelasnya. 

Saat Genia akan melewati tikunga dan jalan terus, tiba-tiba saja langkahnya dihadang oleh seseorang yang entah datang dari mana. Seorang laki-laki yang sudah Genia hafal betul hingga membuatnya sebisa mungkin harus bisa menghindari laki-laki tersebut. Namun sial sekali, kenapa di saat mood Genia sedang berada di titik terendah orang yang berada di urutan pertama daftar hitam milik Genia justru menampakkan wujudnya.

"Hai, Hana." Sapa Reza yang ia buat seramah dan semanis mungkin. Orang yang memanggil dengan nama Genia memang hanya kalangan tertentu saja. Shahana atau Hana adalah sapaan dari para guru dan dosennya serta teman-temannya yang tidak begitu dekat dengan Genia. Salah satu contohnya seperti Reza ini.

Genia hanya membalas dengan anggukan kepala dan senyum yang terpaksa. Ia benar-benar sedang tidak ada mood untuk meladeni Reza. Tapi karena berhubung Reza ini adalah seniornya, mau tidak mau ia harus bisa bersikap agak sopan.

"Temen lo si Nirmala udah ngasih tau belom, kalo gue minta kontak lo?" Tanya Reza langsung tanpa basa-basi lebih lanjut.

"Udah, Kak." Sahut Genia singkat.

"Gue pengen kenal lo lebih deket lagi. Jadi, boleh ya lo bagi nomor lo ke gue?" Reza mencoba untuk meraih pergelangan tangan Genia perlahan, tetapi Genia berhasil menepisnya secara halus. Sekarang ini ia benar-benar merasa tidak nyaman, rasanya ingin cepat mangkir dari hadapan laki-laki yang tidak diundang ini. Tapi pasti nanti dia menghalangi jalannya, begitu pikir Genia.

"Maaf banget ya, Kak. Gue mau masuk kelas." Kata Genia mencoba untuk beralasan agar bisa secepatnya pergi. Sial sekali Genia, karna suasanya jurusannya saat itu sedang begitu sepi. Karna yang lain sudah banyak yang masuk ke kelas masing-masing.

Reza menarik lengan Genia dengan kasar saat ia melihat Genia berusaha untuk kabur darinya. Dan kali ini ia mencengkeram lengan Genia dengan cukup kuat juga. Agar Genia tidak bisa kabur darinya.

"Gue bakal izinin lo ke kelas, asal lo ngasih nomor lo." Kata Reza yang semakin mendekatkan diri pada Genia. Sementara gadis itu berusaha untuk bersabar, mengingat yang sedang dihadapinya ini adalah seniornya.

"Sori banget nih, Kak. Gue nggak bisa bagi nomor sembarangan ke orang." Genia mencoba untuk menolak permintaan Reza dengan sesopan mungkin. Tapi bukannya menyerah, justru Reza semakin memaksa dan mengencangkan cengkeramannya. Membuat Genia tidak bisa kabur. 

Genia yang merasa jengah dan sudah mulai habis kesabaran menghela napas kasar. Ia tak habis pikir kenapa manusia layaknya sampah ini masih banyak di dunia. Karena sudah mulai kesal, Genia berpikiran untuk menendang titik pusat hidup dan mati serta keberlangsungan keturunan seorang Reza Anggara. Tapi, baru saja Genia akan melayangkan tendangannya, tiba-tiba sebuah tangan merangkul pundaknya dengan santai. Reflek, Genia langsung mengalihkan pandangannya pada empunya tangan.

"Hei Sayang, aku dari tadi cari kamu. Nggak taunya kamu di sini." Genia memandang laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah Junioky di sampingnya ini. Genia terperangah takjub melihat eyes smile milik Junioky. Senyuman yang terlihat benar-benar tulus hingga kedua matanya menyipit. Genia baru sadar kalau di tulang pipi sebelah kanan Junioky terdapat tahilalat yang entah kenapa di mata gadis itu membuat Junioky terlihat lebih manis lagi.

Genia memamerkan senyumannya pada Junioky, "Aku juga nyariin kamu loh, Beb." Kata Genia sembari melingkarkan lengannya di pinggang Junioky. Membalas rangkulan lelaki itu niatnya.

Tanpa TergesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang