Langkah 2 - Si Gadis Berambut Kemerahan

18 2 0
                                    

"Junioky!" Seru sebuah suara dari kejauhan di sebuah koridor fakultas teknik. Si pemilik nama langsung menghentikan langkahnya menuju ke ruang kelas dan membalikkan badannya setelah mendengar seseorang menyerukan namanya selantang itu. Junioky melihat sahabatnya, Antares atau yang biasa ia panggil Ares, sedang melambaikan tangan sembari menghampirinya. "Tumben lo dateng telat, Jun?"

Antares memperhatikan penampilan sahabatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki ini sedang tidak seperti biasanya. Junioky terlihat cukup berantakan dengan polo shirt warna biru tua, celana jeans belel yang entah warnanya memang abu atau justru warna hitam yang warnanya sudah memudar, rambut acak-acakan seperti orang baru bangun tidur, dan jangan lupakan lingkaran hitam di sekitar matanya yang menandakan bahwa semalam ia begadang dan tidak cukup tidur.

"Gue tadi nggak denger alarm bunyi, jadinya bangun telat." Ucap Junioky lesu. Jam tangan digital di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 8.47 yang artinya dalam waktu tiga menit lagi kelasnya akan dimulai. Tapi karna laki-laki itu bangun kesiangan sehingga melewatkan waktu sarapannya. Junioky dan Antares berjalan beriringan menuju ke kelas pagi mereka.

"Kok lo bisa telat bangun?" Tanya Antares bingung. "Seinget gue, lo bukan tipe orang yang suka tidur telat juga."

Junioky menghela napasnya, "Semalem tuh tumben-tumbenan kafe lagi rame banget, jadinya gue lembur sampai jam sebelasan gitu." Kata laki-laki bermata sipit tapi tajam itu. "Dan waktu gue sampai kos, gue lupa kalau hari ini ada tugas Bu Aul yang belum gue kerjain." Lanjutnya.

"Sabar ya, Bro." Antares menepuk pundak Junioky pelan. "Apesnya lo emang, dapet kelas Bu Aul."

"Gue aja heran, kok bisa jari anak-anak pada gercep gitu pilih kelas Pak Aldrin sama Bu Nunik? Padahal gue udah mantengin laptop dari jam sebelas loh. Begitu pas tengah malem, gue langsung cepet-cepet apply ke kelas Pak Aldrin, eh dapetnya Bu Aul." Keluh Junioky mengingat pengalamannya saat merencanakan KRS online bulan lalu. Karna di jurusannya tidak menggunakan sistem paket yang sudah diatur dari kampus kelas apa dosennya siapa. 

Jurusannya membebaskan mahasiswa memilih kelas dan dosennya sendiri secara berebut, jadi siapa cepat dia akan dapat. Sistem yang seperti ini membuat mahasiswa menjadi untung-untungan. Karna sekalinya sial, pasti mereka bisa kehabisan kelas dengan dosen ampu yang berhati malaikat. Seperti Junioky contohnya, yang mana mendapatkan kelas Perancangan Arsitektur 4 dengan dosen ampu Bu Aulia, yang sudah menjadi rahasia umum kalau beliau adalah dosen yang sangat ketat dengan nilai dan cenderung keras dalam mengajar sehingga dijuluki dosen killer oleh mahasiswanya.

"Untung aja gue dibantuin sepupu gue, jadi bisa dapet kelas Bu Nunik minimal, meskipun nggak kebagian Pak Aldrin." Antares menepuk dadanya sendiri merasa lega. Karna kalau sampai ia mendapat kelas Bu Aulia seperti Junioky, sudah bisa dipastikan bahwa perkuliahannya selama satu semester kedepan tidak akan mulus.

Bertepatan dengan Antares yang sedang bercerita tentang pengalaman KRSnya kemarin, Junioky mendadak menghentikan langkahnya. Kedua matanya terkunci pada satu titik di hadapannya, bahkan ia tak berkedip sama sekali. Indera pendengarannya serasa ditulikan seketika saat fokusnya tertuju pada seorang gadis yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Gadis berambut gelombang panjang sepunggung dan berwarna kemerahan. Semakin dekat gadis itu padanya Junioky merasa semakin hilang juga oksigen di sekelilingnya.

Gadis itu adalah Genia. Shahana Genia Iskandar lebih tepatnya. Teman seangkatannya namun beda jurusan namun kabar baiknya masih satu gedung fakultas. Jadi tidak menutup kemungkinan Junioky sering bertemu dengan gadis itu. Genia yang berjalan dengan menundukan kepala dan hanya menatap ke lantai, mencuri perhatian Junioky entah keberapa kalinya.

Seperti di dalam film atau drama, tiba-tiba semuanya menjadi begitu lambat karna efek slowmotion, selangkah demi selangkah Genia semakin dekat. Sinar matahari pagi yang cerah semakin memperjelas sosok seorang Genia. Junioky dapat bernapas kembali setelah Genia berjalan melewatinya. Ternyata beberapa detik tadi tanpa sadar ia menahan napasnya. Padahal gadis yang diperhatikan oleh Junioky sama sekali tidak memperdulikan sosoknya. Ia benar-benar hanya fokus berjalan dan melewatinya begitu saja, bahkan tanpa melihat atau melirik ke arah Junioky. Namun hanya dengan begitu saja, sudah bisa membuat kerja tubuh Junioky terhenti selama beberapa detik. Junioky memperhatikan punggung Genia yang semakin menjauh dari jarak pandangnya.

Tanpa TergesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang