Kedua

6 1 0
                                    

*

Rumah megah di depannya cukup membuat Arbelia terdiam. Halaman luas yang dia yakini cukup mengundang satu penduduk di gang rumahnya terlihat basah karena baru selesai di siram oleh tukang kebun.

Bu Rina turun dengan wajah sumringah memeluk seorang wanita berusia 40-an yang terlihat awet muda karena perawatan terbaik.

"Kasih kuncinya Bel. Biar di parkirin sama bapaknya"

Arbelia yang baru sadar dengan satpam yang berdiri di sampingnya, langsung memberilan kunci mobil. Satpam itu mengangguk dan menuruti perintah memindahkan mobil bu Rina.

"Ini murid saya" Bu Rina memperkenalkan Arbelia, "Mahasiswi juga di kampus. Bel, ini temennya ibuk, namanya Dantia"

"Halo tante" Arbelia menyalami bu Dantia dengan hormat.

Wanita itu tersenyum hangat. Berwajah sangat keibuan dengan lesung pipi yang terlihat saat tersenyum.

"Manisnya" 

Mereka masuk ke dalam. Berbeda dengan Arbelia yang merasa sedikit canggung, Eza justru berlarian riang di dalam rumah. Mencamili camilan yang ada dan tidak ragu berbaring di atas sofa dengan memainkan game ponselnya.

Arbelia tidak terlalu ambil pusing dengan obrolan bu Rina. Dia menemani Eza yang sesekali menariknya untuk menunjukkan gamenya, atau mengajak Arbelia menonton video kartun di youtube bersama.

"Saka!" 

Tidak hanya Arbelia yang menoleh, Eza turut menurunkan ponselnya. Mematikan game itu dan berlari memeluk Saka.

"EZAAA!!" Saka berhambur menggendong Eza. Mencubit pipi gembul Eza dan menganyunnya di udara.

Eza tertawa riang begitupun dengan bu Rina dan Dantia. Terhanyut dengan tingkah lucu Eza di depan Saka.

"Mau lihat mainan mobil punya abang?" tawar Saka

Eza dengan cepat mengangguk. Tanpa babibu langsung menarik tangan Saka ke lantai dua.

"Ikut aja Bel" bu Rina bersuara.

Arbelia menggeleng tidak enak. Mana mungkin seenaknya naik ke lantai dua.

"Gak apa-apa" Dantia bersuara, "Sekalian kenalan sama Saka. Sepertinya kalian seumuran"

Ditatap seperti itu dan dia kehilangan jumlah suara, dengan tidak enak hati Arbelia naik ke atas setelah mengambil ponselnya yang tertinggal dan pamit.

Semua rasa penasarannya terjawab melihat segala perabotan rumah yang mewah. Dia yakin di lantai dua pasti akan terlihat sama.

Suara tawa Eza terdengar. Ketika Arbelia mengetuk pintu dan membukanya, ruangan besar berisi mainan mulai dari mobil-mobilan sampai robot canggih sekalipun ada disini.

"Maaf mengganggu. Tapi bu Rina minta aku temenin Eza disini"

"Sure" jawab Saka dengan tenang, "Gue Saka" cowok itu mengulurkan tangan.

"Arbelia"

"Ar..belia?" Saka memastikan tidak salah dengar.

"Abel" Arbelia tidak terkejut,  banyak yang menganggap namanya aneh, "Lo bisa panggil gue Abel"

Saka mengangguk mengerti. "Gue gak bermaksud"

"It's okay. Rata-rata semua orang anggep nama gue aneh. Yahh.. begitulah"

Obrolan terputus saat Eza meminta Saka menyalakan mobil-mobilan berukuran sedang dan mengambil alih remote controlnya.

"Eza! " Arbelia sedikit kaget saat Eza nyaris tersandung. Anak laki-laki itu bisa menahan keseimbangan. Dengan riang memainkan mobil-mobilan itu dan tertawa.

"Tumben gue liat Eza akrab sama yang lain" Saka ingat betul ketika pertama kali bertemu Eza, anak itu menolak bermain dengannya. Bahkan mendiamkan Saka selama beberapa saat sampai Saka merayunya dengan mainan, barulah anak itu berani dengannya.

"Gue punya adik, seumuran dia. Anak kecil itu peka, orang di hadapannya itu suka atau tidak. Bisa dilihat dari sikapnya ketika bersama anak kecil."

"Bisa jadi"

"Hati-hati" Arbelia berkata khawatir. 

Kekhawatirannya terbukti. Eza terjatuh, tapi dengan cepat kembali berdiri dan memeluk Arbelia.

"Sakit" anak itu berusaha menahan tangis.

Arbelia menunduk, mensejajarkan posisi dengan Eza. "Mana yang sakit?"

Eza menunjuk lututnya. Dengan lembut Arbelia mengusap lutut itu, "Kita baca mantra yuk!"

Sontak Eza mengangguk semangat. Sementara Saka menonton mereka berdua.

"Sakit, sakit, hilanglah! Wuss!! Sakit, sakit, aku tak takut lagi! Pergilah! Wusss!!" 

Keduanya tertawa. Setelahnya Eza kembali lanjut bermain lalu menonton video game di ponsel Arbelia.

"Ajaib. Mantranya manjur!" gurau Saka melihat Eza berbaring tenang menonton video game.

Arbelia tertawa, "Cukup untuk menghibur anak kecil"

"Waktu gue kecil kalau terjatuh, abang gue justru ngetawain gue. Alhasil kita berdua sama-sama nangis. Gue nangis karena jatuh, abang gue nangis karena di marah mama"

Sudah pasti begitu. Tidak jauh berbeda dengan Arbelia dan kakak perempuannya dulu. Salah satu menangis, pasti akan berakhir dengan tangisan mereka berdua.

"Lo kuliah di kampus Media College?"

"Yap. Sekarang lagi nyusun skripsi"

"Semangat! Itu detik-detik yang sangat menegangkan. Semoga skripsi lo lancar sampai sidang"

"Aamin.. btw lo masih kuliah atau"

"Selesai 2 tahun lalu. Sekarang lagi bantu-bantu keluarga sambil persiapan S2"

Hah? Berarti Saka lebih tua dari dirinya?

"Harusnya gue panggil lo 'kak' Saka dong" 

"Gak perluu" tolak Saka, "Biar gue di anggep muda terus" dia tertawa, "Umur lo berapa emang?"

"Gue? 19 jalan 20 tahun sih"

"Woww!!" Saka terkejut, "Usia yang sangat muda dan sudah skripsi"

"Waktu lulus SMA umur gue belum genap 17 tahun. Di kampus ada program percepatan dan gue ikut program itu. Biar gak lama-lama kuliah"

"Tapi perjuangan lo di percepatan justru lebih berat kan?"

"Tentu sajaa bapakkk"

Bukan berat lagi. Maha berat! Hahh!! Setiap malam Arbelia harus bergumul dengan tugas, tugas, dan tugas. Belum lagi kegiatan kampus yang sangat padat. Tapi Arbelia lebih memilih menjalaninya saja. Lalu entah bagaimana proyek akhirnya di terima dan dia bisa lulus di jalur percepatan ini.

"Salut guee" Saka menatapnya, "Padahal umur lo 3 tahun lebih muda dibanding gue"

"Setiap orang punya kegagalan dan keberhasilan mereka masing-masing. Tergantung bagaimana mereka menjalani tujuan mereka ketika menghadapi kegagalan dan keberhasilan"

"Usaha gue sampai di titik ini juga berat. Tapi orang lain gak tau, yang tau hanya diri gue sendiri. Cukup mereka melihat bagaimana gue berhasil. Sedih dan beratnya biar gue rasain sendiri"

Saka terdiam mendengarnya. Suara rengekan pelan Eza terdengar. Rupanya anak kecil itu tertidur saat menonton video game. Pelan-pelan Arbelia mengangkatnya. Saka mengatakan untuk menidurkan Eza di kamar sebelah.

"Boleh gue tau nomor WhatsApp lo? Sekalian akun Instagram juga boleh" pinta Saka seraya menyerahkan ponselnya. Arbelia menerimanya. Mengetikkan nomor dan akun Instagramnya.

"Thanks. Jangan lupa di Follback"

"Hahahaa.. kayaknya gue block aja dehh"

"Jahatt"

Arbelia tertawa lantas Saka memukul kepalanya pelan dengan ponselnya.

*

belindabl | 13-07-2021


EuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang