4. Dari Nama

16 7 3
                                    

"Saya tahu semesta itu menyebalkan. Tapi, bodohnya saya percaya. Eh, ternyata dia juga."

- Rengganis

- S E M E S T A D A N C E R I T A -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- S E M E S T A D A N C E R I T A -

Saat matahari sudah turun dari tahta tertingginya, ada Anis masih terjaga di balik meja kasir minimarket.

Gadis itu tampak menghela nafas.

Masih ada tiga jam sampai Dewa datang menggantikannya.

Baiklah, karena sedang tidak ada pelanggan mungkin sebaiknya dia menata minuman ke dalam lemari pendingin.

Pintu kaca lemari pendingin di sebelahnya terbuka. Dari posisinya sekarang yang berjongkok itu membuat Anis mendongak dan mendapati seorang dengan kaos abu-abu lengan panjang kebesaran mengambil sekaleng minuman soda.

Mata Anis sedikit melebar. Menyadari siapa pelanggan dia saat ini.

Jelas Anis masih ingat bahwa dialah pemuda yang seminggu lalu dengan kurang ajarnya tanpa dosa menyeret Anis hingga dia harus mimisan dengan menyebalkannya karena lari dari kejaran polisi.

Yang mana jelas hanya pemuda itu yang bersalah.

Sesaat kemudian netranya kembali seperti semula. Dalam hati dia merapal pesan, berharap pemuda ini lupa pada wajahnya.

Rasanya waktu satu minggu cukup melupakan wajah orang yang baru sekali dilihat.

Yah, Anis harap.

Gadis itu selesai dengan tugasnya. Dia berdiri dan disaat yang bersamaan keduanya kompak menoleh, menubrukan tatapan pada satu dan yang lain.

Tiga detik, waktu bagi kedua sama-sama terdiam sampai dari salah satunya menginterupsi lebih dulu.

"Hai."

'Sialan, dia inget!' batin Anis mengumpat.

Kan benar! Memang sia-sia berharap pada manusia.

Gadis berkulit putih itu menghela nafas tertahan. "Hm," balas Anis menggumam sambil lalu.

'Anjay!' spontan batin si pemuda merasa diabaikan.

Anis kembali ke balik meja kasir. Di belakangnya pemuda itu mengekor. "Apa lagi?"

Mendengar nada bicaranya sendiri ingin membuat Anis mengumpat lagi saja rasanya. Ia sadar menyalahi prosedur pekerjaan yang mana salah satunya harus bersikap ramah pada pelanggan.

Persetan dengan prosedur!!

Tapi, mau bagaimana lagi ketika setelah tahu siapa yang datang langsung menerjunkan moodnya hingga ke batas merah?

Entah, kenapa Anis masih kesal kalau ingat kejadian malam seminggu yang lalu. Apalagi pertemuan mereka diakhiri dengan cara yang amat tidak baik.

Terkesan seperti bertengkar.

Dank JeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang