1° Temu dengan Dia

286 16 20
                                    

⚠️WARNING⚠️
1. Cerita 100% fiksi belaka, tidak ada sangkut pautnya dangan para cast di dunia nyata.
2. Cerita 100% murni dari otak, tidak ada unsur plagiat dari karya milik orang lain.
3. Jadwal update dua kali seminggu, hari senin dan kamis.

Salam manis dari saya sebagai pecinta Koala 🐨

🐨HAPPY READING🐨

"Vin! Berhenti, dong!"

"Yang bener aja—"

"Kalau mau mati, jangan ngerugiin orang!" Bentakan satu pemotor membuat suasana hati kedua pria berpakaian kantor semakin keos, berakhir pasrah sembari menunggu lampu merah untuk pengguna jalan masih menyala, menatap dengan sedikit kelelahan ke arah seberang di mana satu pria lainnya berjalan begitu lunglai akibat efek alkohol.

"Gimana? Takutnya bikin masalah lagi," ujar pria dengan sorot mata teduhnya yang kini terkontaminasi oleh kekhawatiran.

Di lain itu, alih-alih khawatir, pria beriris tajam yang ditanyakan justru lebih dominan amarah. "Ya, ditunggu aja."

——

Matahari dengan terik yang terus mengganas tak luput membuat dua wanita cantik di trotoar berhenti mengobrol, lebih tepatnya suara Lea yang terus memancing emosi dari Mika karena membahas dunia pernikahan. Memang benar kalau Mika mudah lelah jika membahas tentang pernikahan, kata tersebut seakan penguras energi baginya. Menurutnya pernikahan adalah suatu hal yang serius untuk dibicarakan dan dipikir dengan matang, begitu sulit diperbincangkan baginya yang masih bekerja keras untuk keluarga serta belum ingin untuk menjalin hubungan dengan sebuah janji dan prinsip yang berat.

“Seriusan nggak mau, Mik?” Mika lagi-lagi hanya menggeleng dengan tampang muka menunjukkan tak suka membahas hal barusan.

“Nikah butuh banyak hal yang harus dipersiapkan. Emang lo mau nikah sekarang juga tanpa persiapan?” tembak Mika tak mau kalah dalam obrolan, berharap sahabat dengan otak instan itu mulai berpikir logis.

Nyatanya berbanding terbalik, memang tidak perlu diharapkan lebih, sebab Lea justru mengangguk semangat. “Ya mau, lah. Udah mau kepala tiga masih belum dilamar juga, gimana nggak mau?”

Helaan napas keluar dari hidung Mika. “Jangan mikir umur buat nikah juga kali, dari pada nggak bahagia sama pernikahan sendiri karena terlalu takut sama umur.” Masa bodo dengan omongan tetangga, mau dibilang tidak laku atau takut disalip adiknya nikah, tetap saja Mika berpegang teguh dengan prinsip yang dibangun sejak 10 tahun lalu, ketika umurnya masih menginjak 18 tahun.

Lea menunjuk keningnya dengan kuat, memberi gestur untuk berpikir keras dengan logikanya yang tidak setuju akan mempertahankan prinsip Mika itu. “Logikanya semakin tua kita, semakin sempit juga peluang buat nikah, udah keburu dicap perawan tua. Masa lo nggak overthinking bakal ngelahirin pas udah mulai keriput.”

“Kejauhan.”

Menurut Mika, hidup harus diusahakan bahagia, bukannya diusahakan sesuai dengan kata orang. Baginya, kalau kita sudah capai melakukan sesuatu agar tidak dicap negatif, maka hanya menguras tenaga lebih karena berlawanan dengan yang diinginkan diri masing-masing. Benar, bukan?

Tapi untuk urusan Lea beda lagi memang. Wanita itu memang sudah siap dan sangat ingin menikah secepatnya. Mental sudah, tinggal calon saja yang belum datang.

“Duh!” Mika refleks memegangi bahunya setelah disenggol kasar oleh seorang pria yang barusan lewat dengan jalan lunglainya. Sedangkan Lea mengusap bahu Mika pelan, setelahnya dengan raut muka yang sedikit ditekuk ia mengalihkan pandangan ke pria dengan jas coklat muda serta dasi hitam tersebut.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang