[END]
Untuk judul buku akan diganti jadi 'Jejak Luka'.
⚠️18+
___
Semua bermula begitu saja.
Mika wanita yang berusia 28 tahun harus dihadapi sebuah masalah yang tidak bisa diterima oleh dirinya sendiri. Prinsipnya perihal pernikahan terpaksa harus...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ketegangan bak tali yang baru dibuka segel plastiknya sangat erat memeluk sekitar. Meski ditandai hari bahagia, tak ayal orang-orang di sana melambungkan doa guna acara ini lancar sampai selesai.
Kalau bisa diterawang pun, tercetak jelas keringat dingin mulai mengganggu pergerakan Mika dengan riasan yang tampak begitu menawan. Tak bohong, Kevin dibuat terus menunduk sangking tak sanggup menampung kecantikan itu di pelupuk matanya.
Terlihat Ariyanto masih tegap di usianya yang sudah menginjak 80 tahun itu sudah terlihat tenang, mempersiapkan diri sebagai seorang wali dari pihak perempuan. Meski sudah pernah melakukan hal ini puluhan tahun lalu, tapi tak menutup kemungkinan untuk dirinya kembali diterjang rasa jantung yang berdetak tak normal.
Ariyanto masih sulit percaya, ternyata cucunya yang satu ini sudah sangat besar. Kalau boleh mengambil waktu lebih, ia masih ingin mengingat memori indah kala Mika masih sering makan gulali hasil jerih payahnya. Namun sepertinya Tuhan tak memberikan waktu lebih, bahkan pernikahan ini terdengar sangat dadakan.
Meski masih terperangkap dalam keterkejutan campur haru, Ariyanto tak mungkin melupakan doa supaya cucunya yang satu ini bahagia dalam kehidupan yang perlu komitmen dan prinsip itu.
"Jadi mau nyusul." Dari tempatnya duduk Vika berucap demikian. Melupakan asumsi buruk tentang pertengkaran dua pasangan tersebut di restoran yang sudah terbukti hanya salah paham dari si empu, dirinya jadi ikut ingin merasakan hawa romantis yang ada. Bahkan kini, pelupuk mata menetap ke arah Dean.
"Cari calonnya, gih." Ratih menyahut dengan suara kekehan di sebelah kiri. Wanita paruh baya itu sejenak melupakan setitik air mata yang sepuluh detik lalu datang sebagai pelengkap warna betapa harunya acara ini.
Vika pun mengangguk dengan tempo cepat seakan jawabannya pasti. "Udah ada, kok. Bunda doain aja orangnya beneran jodoh Vika."
Satu cubitan pelan kemudian medarat di hidung Vika hingga si empu mengaduh pelan. "Udah gede kamu? Bunda, sih, senang aja. Tapi kelarin dulu, tuh, kuliahnya."
Lupakan perdebatan kecil antar seorang Ibu dengan anak bungsunya, alihkan perhatian ke arah dua mempelai yang akan meraih tanda sah yang menyirat. Acara akad yang dihadiri sedikit khalayak mengumpulkan senyum indah termasuk lima insan yang sudah tahu sisi kelam di balik semua ini.
Seperti omongan Fandy semalam, untuk hari yang semua orang tahunya begitu bahagia, biarlah sesaat senyum bagi mereka yang tahu ditunjukkan dengan tulus nan indah. Sisi kelam yang pria itu mengerti sulit dihilangkan, tolong sejenak menyamar seakan tak ada.
Kevin sangat ingat ucapan berarti dari sang Adik, maka dari itu sedari tadi ia berusaha melupakan memori kelam dan kemudian menarik skenario seolah menikahi Mika adalah anugerah yang diimpikan.
Waktu pun berjalan cukup cepat, degup jantung yang sudah berpacu tak karuan semakin dibuat demikian karena penghulu sudah berbicara dengan tatapan lurus ke arah netra Kevin. Menarik napas untuk terakhir kali sebagai jeda waktu, tak lama mata dipejam juga sejenak.