Janlup voment nya yaww🤩💛
Kevin tidak begitu ingat pasti sudah berapa lama tak menginjakkan kaki di sini, yang jelas terasa cukup lama, membiarkan kamar apartemen pribadinya ditinggalkan sendiri oleh Fandy, sang Adik yang baru lusa kemarin ia curahkan awalan sebuah masalah.
Dengan cepat, Kevin menekan enam angka tombol yang berbeda hingga tak lama bunyi menyambung telinga, pun tangannya membuka pintu, menatap lekat ruangan kosong di dalam tanpa teman suara. Kakinya kembali mendalami, mengabsen setiap lantai yang masih bersih. Kevin yakin sekali sebelum berangkat, ada beberapa jas miliknya menggantung asal, kini semuanya bersih.
Pasti, Fandy sebagai orang yang maniak kebersihan itu membersihkannya. Namun, entah ke mana si empu yang kini Kevin cari. Mungkin mengurusi skripsi yang memusingkan.
Kemudian, spontan kepala Kevin menoleh ke arah ambang pintu kala bunyi menyadarkan telinga, memerhatikan presensi seorang Fandy di sana dengan keterkejutan yang perlahan terlihat jelas.
"Kak ..." Perlahan Fandy mendekat. "Kenapa nggak ngabarin ke sini?"
Kerutan kening langsung tercetak jelas, wajah Kevin menandakan tak paham. "Lah, ini apartemen siapa emangnya? Suka-suka gue, lah, mau balik kapan aja."
"Maksudnya biar Fandy nyiapin apa gitu." Diabaikan begitu saja, Kevin yang merasa omongan barusan sudah sangat basi, pun melanjutkan langkah kaki dan kemudian mendaratkan bokong di atas sofa.
Berharap Fandy menyusul, kontan Kevin menoleh ke belakang kala yang ditunggu belum mengikuti. Di belakang sana, si empu malah mematung di ambang pintu, lebih ke arah bingung ingin berbuat bagaimana. "Ngapain diem aja? Sini, gue mau ngobrol."
Untung saja Fandy tidak selemot Gema, pria itu kemudian dengan cepat beranjak dan duduk di samping Kevin, mengambil jarak sekitar 70cm. Setelahnya, pun pria itu kembali terdiam, menunggu Kevin mengambil kata lebih dulu.
"Gue udah ngelakuin kesalahan yang fatal." Satu kalimat itu mampu mengundang tanda tanya besar dalam benak Fandy, meski begitu ia masih membisu demi memberi ruang cerita yang lebih luas pada Kevin.
"Gue udah perkosa orang." Dan kali ini sukses untuk pupil mata Fandy melebar, tenggorokannya serasa tercekat, naluri sedikit mengelak.
Kesadaran yang entah menyentuh berapa persen membuat kepala Kevin mengangguk dengan tempo cukup lemah, helaan napas sesaat melengkapi kemudian. "Waktu itu ... gue mabuk. Dia yang lagi bertugas antar makanan ke dalam kamar, tanpa sadar gue perkosa. Walaupun di bawah pengaruh alkohol, gue sadar kalau itu salah."
"Dia minta dinikahin." Untuk yang satu ini cukup membuat detak jantung Kevin melambat dalam sepersekian detik, mau tak mau pria itu harus menceritakan segalanya tanpa ada benang yang berusaha dikusutkan. "Dan orang yang lo temuin kemarin lusa, itu temannya."
Di mana kelanjutannya, setiap inci tanpa jeda yang lama mampu membangun gejolak rasa tak percaya dalam sanubari Fandy. Meski tidak begitu intens dekat—sudah lama terjebak dalam perang dingin—, pria itu jelas tahu bahwa sang Kakak begitu anti soal percintaan, apalagi sampai melakukan seks yang jelas tidak dibenarkan. Namun, kata-kata 'mabuk' dan 'tidak sadar' pun sukses membuatnya percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️
Fanfiction[END] Untuk judul buku akan diganti jadi 'Jejak Luka'. ⚠️18+ ___ Semua bermula begitu saja. Mika wanita yang berusia 28 tahun harus dihadapi sebuah masalah yang tidak bisa diterima oleh dirinya sendiri. Prinsipnya perihal pernikahan terpaksa harus...