Prolog

80 55 29
                                    

Jack Thomas Alva Edison. Aku bukanlah anak dari penemu bola lampu.
Dahulu, ketika Ibuku akan melahirkanku, suasana ruangan rumah sakit begitu gelap, karena mati lampu. Kemudian begitu aku lahir, lampu rumah sakit kembali memancarkan cahayanya. Nama ini adalah pemberian dari Ayahku yang bernama, Asep.

Lho? Memangnya kenapa kalau nama Ayahku Asep? Dalam Bahasa Sunda, Asep itu artinya kasep. Kasep itu berarti tampan. Ayahku memang tampan, sama sepertiku.

Ibuku bernama Philips. Temannya Maspion, dan juga Cosmos.
Ngomong-ngomong, di rumahmu pakai barang elektronik dari brand apa?
Ibuku adalah orang yang rajin beribadah, dan pintar menabung, namun takut akan ketinggian. Berbeda dengan Ayahku, yang hobby mendaki gunung.

Aku mempunyai saudara perempuan, ia bernama Jane. Tidak. Ayah, dan Ibuku tidak terinspirasi dari Jenita Janet apalagi Jeni BlackBerry. Umurnya baru menginjak 5 tahun, sedangkan aku 7 tahun.

Aku, Ayah, dan Jane senang bertualang. Karena, dulu Ayah mengajakku ke tempat-tempat yang ekstrim. Pengalaman itulah yang membuat candu bagiku, dan membuat jiwaku merasa tertantang. Sedangkan Ibuku lebih senang menunggu kami pulang.

Di suatu masa, Ayahku mengajakku, dan Jane untuk pergi menyusuri salah satu Hutan yang ada di Kalimantan. Kali ini, kami tidak bertiga saja. Kami bersama teman-teman Ayahku. Paman Denis, dan Paman Erwin.

Demi mengejar cita-citanya, menginjakan kaki di hutan kalimantan. Dengan berat hati, Ayahku rela meninggalkan Ibuku bersama nenek, dan kakekku di rumah.

"Kalimantan? Rek naon mawa barudak?" Tanya Ibuku yang sedang menyiram tanaman kala itu.

"Nambah pengalaman.." Jawab ayahku yang sedang meminum teh, dan membaca koran harian.

"Nambah pengalaman mah, Ciwidey atuh Ciwidey."

"Beda atuh, lis."

Ayahku memanggil Ibuku Lilis. Padahal, Philips ke Lilis itu lumayan jauh.

"Terus Lilis kumaha?" Tanya Ibuku.

"Hayu atuh, ikut."

"Nggak bisa atuh A."

"Mama, sareng Bapak kumaha?"

"Mereka enggak ada teman."

"Yah. Bener juga."

"Pokokna mah, kalian jangan pergi," ucap Ibuku membawa embret ke dalam rumah.

"Lis.." Panggil Ayahku. 

Awalnya, Ibuku tak rela harus berpisah selama dua bulan. Berbeda kota, provinsi, bahkan pulau. Namun akhirnya, Ibuku mengizinkan kami pergi selama 7 hari, tidak boleh lebih ataupun kurang.

~Mari terjun ke dalam perjalanan kami~

MASIH INGATKAH KAU JALAN PULANG?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang