9

683 82 25
                                    

Levi turun dari bis. Kantung plastik putih diremat erat. Dengan langkah pelan, Levi berjalan menjauh dari halte bis.

"Eren? Dia kenapa?"

Armin menatap meja Levi sendu, "Tadi pagi saat aku dan Mikasa ingin mengajaknya bersekolah, Eren melempar pintu apartemennya dengan sesuatu. Itu pasti kaca, ada suara pecahannya."

Levi mengerutkan keningnya. Eren sangat menyayangi sahabatnya, dia tidak mungkin melempar kaca.

"Dari luar apartemen, aku dan Mikasa bisa merasakan apartemennya sangat dingin dan gelap. Ada bau menyengat juga."

Levi terkejut sekali mendengar hal ini. Seketika di benaknya tergambar sebuah ruangan dingin dan gelap. Itu membuatnya sesak, jujur saja.

"Levi, maukah kau membantu kami? Kupikir hanya kau yang bisa memasuki apartemen Eren. Tadi pagi pemilik apartemen bilang Eren mengganti kunci apartemennya. Ini kunci cadangan pemilik apartemen."

Armin mengeluarkan sebuah kartu bewarna hitam dari kantungnya. Laki-laki berambut pirang itu membuka telapak tangan kanan Levi dan menyerahkan kartu tersebut.

"Kumohon, Levi. Bantu kami."

Kartu bewarna hitam diremat. Levi melihat gedung apartemen yang menjulang tinggi di depannya. Setelah menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan, Levi sudah merasa mantab. Ia memasuki gedung apartemen dan menaiki tangga di dekat lift. Untuk sesaat, Levi merasa tas plastiknya terus mengeluarkan bunyi berisik dan itu menggema di sekitarnya. Entah kenapa, Levi jadi canggung.

Setelah sampai di lantai tujuannya, Levi melihat nomor yang tertera pada kartu tersebut dan mencari unit apartemen Eren. Setelah ia menemukan unit tersebut, Levi bisa merasakan udara dingin berhembus di sela pintu.

Armin benar. Kalau lampunya hidup, tidak akan sedingin ini. Levi menggunakan kartu tersebut untuk membuka kunci apartemen dan membuka pintunya. Dengan berhati-hati, Levi melewati pecahan kaca di dekat pintu dan mendekati sofa ruang tamu. Levi menggigil. Pintu ditutup, lampu ruang tamu dinyalakan.

"Astaga." Levi membulatkan matanya. Rumah Eren sangat berantakan, seperti ada badai besar yang menghancurkan tatanan rumah ini. Levi segera ke ruang TV dan mematikan pendingin ruangannya. Tirai yang menutupi jendela disibak, membiarkan sinar matahari menembus kaca jendela. Tas plastik diletakkan di sofa.

Mengabaikan bantal sofa yang tergeletak di lantai, Levi menatap satu pintu kamar yang sedikit terbuka. Penasaran, Levi mendekati pintu tersebut. Belum sampai tangannya menyentuh pintu, Levi bisa menghirup aroma yang sangat menyengat. Aroma ini sangat asing untuk Levi. Pintu didorong perlahan. Levi berjengit ketika mendengar suara hantaman kaca dengan benda padat. Ah, pintunya menghantam kaca.

Levi kembali teringat dengan cerita Armin soal Eren melempar kaca. Hatinya resah sekali. Semakin Levi dorong pintu ini, suara kacanya semakin banyak. Pintu ini seolah ada yang menahan.

Pintu terbuka setengah, Levi mengintip. Gelap sekali. Meraba dinding di samping bingkai pintu, mencari saklar lampu kamar ini.

Ketemu! Levi menyalakan lampu.

"Ugh!"

Telinga Levi bergerak. Sepertinya tadi ia mendengar suara manusia. Mungkinkah Eren?

Levi perlahan masuk ke kamar. Seketika melihat kondisi kamar, Levi lemas seketika. Inilah alasannya ada bau menyengat, botol alkohol kosong menutupi lantai kamar dan menghiasi meja belajar serta kasur.

Loving You DeeplyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang