pasrah

5 2 7
                                    

 yo! selamat hari rabu!!!

pakabar nih? karena pandemi makin gak terkendali, 

jadi kali harus jaga imun kalian...

jujur ajah nih, aku lagi sibuk untuk sekolah

 dan ngikutin beberapa kontes menulis...

huft... cerpen sih... tapi lumayan capek... 

 (hehe)

semoga bagus terus yah karyaku...

baiklah selamat membaca kawan kawan...

******

*****

****

***

**

*



"makasih banyak bu Erna" ucap Alu menyalimi bu Erna, wanita yang sudah menginjak umur 35 tahun dengan 2 anak ini adalah teman mama plus mata-mata Alu di sekolah. bu Erna tersenyum ramah "tidak apa kok" ujarnya "tapi, bu Erna janji kan gak kasih tau kak Devia, papa, atau malah mama" Alu menatap curiga, bu Erna mengangguk dan menepuk punggung Alu kuat membuatnya meringis kesakitan "ibu janji kok" ucap bu Erna paten memberikan jempol kedepan Alu. Alu masih agak curiga tapi tidak apalah, dia meminta izin pamit kemudian pergi berlari keluar gerbang sekolah.

****


                                                         


             John benar benar frustasi. Moodnya jelek sekali, didalam pikiran nya hanya Alu, Alu, Alu, dan Alu. Dia bisa gila jika begini terus. Dia menghela napas untuk ke 134 kalinya setelah Alu pergi meninggalkanya begitu saja, dia melamun menatap keluar jendela dan kembali menatap ke kertas yang penuh dengan coretan tinta hitam. 

              Bagas datang dan meletakkan sekaleng pocarisweet untuk John "lo jangan kayak orang menyedihkan gitu dong, gimana bisa menang ujian ketat bapaknya Alu?" Bagas berniat menyemangati John yang sudah lemas tersungkur diatas meja. John membuka mata perlahan dan langsung bangkit "kampret?!" umpatnya kesal menendang bangku Alu kemudian mengangkat kaki nya satu bak pengopi di pinggir jalan, dia menyambet kaleng itu dan membuka kaleng itu kasar... wajahnya benar benar begitu mengerikan sekarang, alisnya berkerut, urat-urat wajah dan tangan nya terlihat, dia terus mengumpat dalam hati tidak senang.

      15:25 Am

                 Kelas sudah sepi dan anak-anak sudah pulang kerumah mereka, kecuali John dan Bagas... untung hari ini Bagas libur kerja sambilan, jadi dia bisa menimani John yang sudah seperti orang gila "jadi?" mulai Bagas hati-hati agar dia tidak menjadi tempat pelampiasan emosi-emosinya sekarang. 

                  John menegukkan dengan kasar "dia tidak pernah jujur sekarang" nada suara john berubah berat dan penuh emosi membuat Bagas bergidik beberapa kali, John bersendawa dengan sedikit susah karena tertahan di dadanya layaknya sakit yang tidak bisa ia ungkapkan tertahan di dadanya "gue gak bermasud apa-apa? Gue hanya ingin bantu dia!" ungkap John kemudian kembali tersungkur ke meja. 

                Bagas menegukkan minumannya dan menatap heran anak perfect yang menyedihkan satu ini, dia selalu bercerita kalo Alu begitu tidak peka terhadapnya tapi dia tidak sadar kalo dia cukup gak peka maksud Alu bagaimana "gue heran deh sama lo, gue gak habis pikir" Bagas meletakkan kaleng itu keatas mejanya pelan kemudian mendekatkan wajahnya kearah John 

                "lo sama dia itu mirip" bisiknya kemudian kembali bersender kekursi dengan senyum tipis milik nya. John mengangkat kepala karena dia tidak paham.

                  "maksudo (maksud lo)" ucap john "kalian sama sama gak peka" tunjuk Bagas pasti. Mata John membesar "ap-" "gue tanya.. lo emang paham maksud Alu kenapa dia gak mau kasih tau lo dan mulai tertutup?" potong Bagas sembari menenangkan John yang sudah ingin menonjoknya dan mengumpat upatnya. 

                      John menunduk dan mulai berpikir "dia gak suka sama gue, makanya dia gak kasih tau dan mulai tertutup... mungkin" tebak John dan sesuai dengan pikiranya. Bagas tertawa, alasan apa itu? Dia jadi sedikit meragukan skill sang juara kelas ini, dia benar-benar tidak peka seperti Alu yang juga tidak peka kode dari John, tapi, kenapa dia bisa berpikir sejauh itu? Masalahnya itu beda jauh dari niat Alu yang tampak jelas. John menghela napas dan menyudutkan Bagas agar pria itu segera memberi tahu apa jawabannya tapi pria itu terus tertawa tidak jelas "jawabannya hanya satu bro..." bagas mengangkat jari telunjuk nya sedang John masih menunggu dan sedikit berharap 

                   "dia itu sayang sama lo" ucapan itu membuat John tersadar, rasa sakit dan sesak itu mulai hilang setelah mengetauhi kebenaran yang ada, rasanya perasaannya melambung tinggi, wajah mengerikannya pun sudah mulai hilang.

                     "maksud dia tersenyum layaknya tidak terjadi sesuatu saat lo terus mendesaknya untuk memberi tahu semua rahasianya itu hanya ada satu jawaban, dia tidak ingin lo tu sangat khawatir dan tertekan hanya karena dia... dia ingin lo tu bahagia"

                    mendengar penjelasan Bagas membuat dada John kembali merasa sesak dan sakit yang menyengat, dia semakin menyalahkan dirinya karena sama sekali tidak paham maksud Alu melakukan hal itu, apalagi mendengar ingin membuatnya bahagia... bukan kah itu cukup berlebihan? 'lo semakin membuat gue tertekan dan khawatir, bego' batinnya dan langsung terbayang Alu dengan senyum manis yang sangat menghangatkannya "tapi, menurut gue yah... kalau orang yang disayangi berarti keluarganya juga tidak dia beritahu soal itu yang makin makin" analisis Bagas yang sebenarnya tepat sasaran. John menghela napas berat menahan rasa sakit dan sesak di dadanya.

"assalamualaikum" ucap Alu pelan melangkah masuk kedalam rumah. Tercium bau masakan membuat Alu penasaran dan mengikuti arah aroma itu. Alu terkejut karena yang sedang memasak adalah papa, dia juga heran tipikal orang dingin dan cuek ini dapat bertingkah layaknya seorang ibu, membuat adonan, memakai celemek merah muda, kaos lengannya yang dilipat hingga atas, rambut yang tetap naik keatas, dan wajah yang begitu celemotan.

"sudah pulang alu?" ia mengangkat kepala menatap alu dengan senyum yang sangat datar. Alu masuk ke dapur dan duduk di salah satu kusinya yang mana meja makan berada di dapur, ia menatap meja makan yang begitu berantakan dengan krim, tepung, perwarna merah dan alat alat yang lainnya "papa mau buat apa" akhirnya pertanyaan itu terucap juga walau dia agak takut ingin menatap papa, apa lagi menatap badan kekar papa. Dia membayangkan dirinya akan dipenyet bersama adonan nya jika dia berbuat salah, ugh... membayangkannya saja membuat alu takut dan ingin mati sendiri dari pada mati bersama papa. "papa mau buat cake red felvet" alu terkejut dan menatap wajh papa belum paham " kata mamamu, alu suka red felvet... makanya papa buat" lanjut papa mengaduk adonan sesuai dengan yang ada di you**be smartphone papa yang masih bersuara dan memandu papa. Alu tersenyum dan senang jika papa melakukan itu semua hanya untuknya

"apa papa mau alu bantuin?"

***

 hwaaaaa... akhirnya part ini siap juga...

tetap semangatin autor yah...

jujur ajah, kalo aku gak mood lagi aku gak bisa lanjutin...

bisa bisa cerita ini gantung lagi...

 hehe

aku harap enggak...

JOHNALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang