*CDK* 3. | Cerita Violin |

141 158 90
                                    

Dari pada hati sakit harus melepaskannya, Lebih baik tak usah diberi kesempatan untuk namanya singgah di hati


~Violin Madara Risty~


4 jam sudah pembelajaran berlangsung, kini waktunya seluruh siswa SMA 1 Nusa Bangsa pulang.

Bel pulang pun berbunyi seakan membentuk sebuah irama musik. Begitu indahnya untuk didengar sampai hampir seluruh siswa bersorak gembira.

"Akhirnya pulang juga. penderitaan hari ini berakhir disini. Duhh pengen langsung rebahan aja rasanya, kepala pusing benget lagi" ucap ku membatin.

Aku pun langsung membereskan semua buku-buku diatas meja. Aku juga kembali menata alat tempur pembelajaran tadi kekotak pensil. Setelah kulihat rapi tak ada 1 pun yang hilang, aku pun langsung memasukkan semua nya kedalam tas.

Aku langsung keluar dari kelas menuju gerbang. Seperti janji Papa tadi pagi akan menjemputku hari ini. Jadi aku akan menunggunya.

"Papa mana ya? Kok belum jemput ya?" Gumam ku saat tak mendapati mobil Papa yang terparkir ditempat biasa menjemput.

Aku pun memutuskan untuk menunggu ditempat yang sudah disediakan. Aku duduk di bangku tepat disamping gerbang.

Saat ini yang bisa aku lakukan hanya melihat siswa-siswa yang lain dijemput sama orang tua mereka. Ada juga yang pulang dengan kendaraan yang mereka bawa, bahkan ada juga yang pulang jalan kaki.

"Violin!!"

Merasa namaku dipanggil, aku pun menoleh kearah sumber suara.

"Nabel, ada apa?"

"Loe belum di jemput?"

"Belum."

"Mau pulang bareng?"

"Gak usah! Bentar lagi Papa pasti jemput kok."

"Gimana kalau gue temenin loe. Itung-itung sambil nunggu loe dijemput. Gue khawatir aja kalau geng ICMI dan geng RYGERS jahatin loe lagi."

"Eem boleh deh. Yaudah sini loe duduk disamping gue!"

Tak pikir dua kali, Nabel langsung menduduki bangku yang tepat berada disamping Violin.

"Violin. Loe gak mau jajan gitu? Ada banyak Abang-abang penjual tuh."

"Gak ah. Gue lagi diet! Lagi pula jajanan di sini pada gak sehat."

"Diet apaan. Liat noh badan loe udah kurus banget, tinggal tulang. Yang gak mampus aja loe. Udah mana loe sering disiksa lagi sama dua geng stress."

Aku tak ingin menyahut. Aku hanya mendengarkan saja ocehannya. Bukan kah diam lebih baik?

Keheningan pun melanda mereka berdua untuk beberapa saat. Tak ada yang mau memulai percakapan, baik Nabel ataupun Violin.

Hingga akhirnya Nabel duluan yang mengajukan pertanyaan.

"Violin, boleh nanyak sesuatu gak?"

"Boleh, mau tanya apa?"

"Kenapa sih loe bisa di buli 'cupu' sama geng ICMI? Permasalahan awalnya datang dari mana?"

"Em maaf sekali lagi kalau pertanyaan gue bikin loe tersinggung. Tapi kalau loe gak mau cerita ke gue, juga gak papa sih. Gue ga maksa. Tapi kalau loe berkenan bercerita, gue siap menjadi pendengar yang baik."

Aku menatap Nabel sesaat. Apa dia bisa dipercaya?

"Sebenarnya gak ada awalannya. Yang kayak loe liat. Gue pake kacamata! Mata gue minusnya udah tinggi. Kalau gak salah mata gue udah minus 4. Mereka buli gue karena mata gue minus terus karena gue pake kacamata. Soalnya selain gue gak ada yang pake kacamata di kelas."

Cantikku Dibalik Kacamataku [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang