Aku berjalan seorang diri, menyusuri koridor demi koridor. Aku baru saja selesai dari kantin.
Pembelajaran dikelas tadi cukup menguras isi kepalaku tentu hal itu juga membuat perutku ikut bergejolak minta untuk diisi.
Jika kalian tanya bagaimana kondisiku sekarang, bisa dikatakan kondisiku sudah cukup membaik. Rasa nyeri di bagian bahu dan betis kakiku juga berangsur-angsur mulai menghilang.
Dan tujuanku kini menuju ruang perpustakaan.
Bisa dikatakan, aku termaksud seorang kutu buku. Tiada hari tanpa membaca. Membaca suatu kegemaran yang tak bisa aku tinggalkan. Menurutku dengan banyak membaca bisa mendapatkan begitu banyak ilmu. Banyak hal-hal baru yang aku temui.
Saat Violin tengah berjalan dengan damainya, siapa sangka kalau ia akan bertemu geng RYGERS.
Violin setengah kaget setengah takut. Ia melihat geng RYGERS ada dihadapannya. Ia takut jika geng RYGERS akan menyiksanya juga. Apalagi saat ini geng RYGERS sedang menatapnya lekat-lekat dari kejauhan.
"Gue harus gimana nih? Mana geng RYGERS natap gue gitu banget lagi. Apa gue balik aja ya?"
Violin mulai menimang-nimang apakah ia harus putar balik atau terus berjalan dengan melewatkan mereka bertiga.
Dilain sisi geng RYGERS tampak binggung. Memastikan apa mereka tak salah liat.
"Itu cupu bukan sih?" Tanya Saga tak yakin.
"Bukan deh kayaknya. Mana ada cupu cantik begitu. Si cupu kan jelek" timpal Erdian.
"Ngapain kalian tebak-tebakan gitu? Mending kita samperin dia. Siapa tau dia cewek pindahan" ucap Roy santai.
Tak ingin mendengar jawaban dari kedua temennya, Roy memilih untuk berjalan lebih cepat dari mereka berdua. Alhasil Saga dan Erdian harus sedikit berlari agar bisa menyusul langkah Roy yang kian mendekat ke arah Violin.
"Tuh tuh mampus gue, gimana nih? Mereka malah samperin gue lagi" gumam Violin panik bukan kepalang. Rasa-rasanya ia ingin menghilang detik itu juga.
Dengan susah payah kuteguk salivaku. Bagaimana tidak kini tepat dihadapan ku berdiri tiga pria dengan tatapan tajam ke arahku. Mereka menatapku dari atas sampai kebawah berkali-kali.
Tak ada sepatah kata pun yang bisa kudengar dari mulut mereka. Seakan-akan kini aku sedang melihat tiga patung tampan.
"M..ma..maaf ka..kalian sedikit menghalangi ja..jalanku" ucapku terbata berusaha mencairkan suasana hening ini.
"Loe si cupu kelas bahasa Xl-5 kan?" Tanya Saga the de poin.
"Iya" balas ku singkat.
"Mana kacamata loe?" Kali ini Roy yang memberi pertanyaan.
Pertanyaan itu sama persis seperti yang ditanyakan Mia. Violin benar-benar takut, binggung harus menjawab apa.
Ia takut penyiksaan tadi kembali berulang. Jika itu benar-benar terjadi tamat sudah riwayatnya.
"Kalau ditanya tu jawab! Bukan bengong!" Sarkas Erdian yang geram karena Violin yang tak kunjung menjawab.
"Em.. itu.."
Ucapan Violin terputus karena tiba-tiba saja Roy mencengkram keras bajunya dengan kuat. Bahkan itu cukup membuat Violin sampai sedikit menjinjit.
"Ma..Maaf.. Maafin gue! Gue lupa pake kacamata gue. Gue berani sumpah! Tolong jangan siksa gue lagi" pinta Violin dengan sedikit memelas.
Violin benar-benar berharap dari kerendahan hati mereka untuk bisa berhenti memperlakukan ia selayaknya budak.
Melihat Violin yang memelas seperti itu, seketika Roy merasakan hatinya sedikit tersentil. Rasa yang jarang sekali ia rasakan. Pertanda apa itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/260604268-288-k614791.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantikku Dibalik Kacamataku [On Going]
VampirosMengisahkan seorang gadis berkacamata yang hidup dalam tekanan dan siksaan. Hari-harinya ia lewati dengan penuh bulian. Tak ada yang menolong! Tak ada yang peduli! Penyiksaan itu bagaikan sebuah pertunjukan yang seru. Perubahan sedikit demi sedikit...