Pentolan

3.1K 327 6
                                    

Zaman dulu atau zaman modern seperti sekarang, perseteruan tetap tidak bisa dihindari. Sedamai apapun situasi yang tengah di jalani pasti ada saja yang merusak suasana dan mengakibatkan perang antar kubu.

Biasanya, kubu dibagi menjadi dua bagian atau bagian bagian tertentu untuk bisa saling melawan dan membuktikan siapa yang terkuat. Kubu itu sendiri adalah kelompok para berandalan yang salah satu dari mereka semua pasti ada yang terkuat, sering disebut sebagai pentolan.

Layaknya sekolah lainnya, SMA Muan punya sejarah sendiri, dan perseteruan sekolah menengah itu dengan sekolah sebelah yang dikenal sebagai SMA Amba bukan lagi kabar terbaru, sudah garis turun-temurun. Banyak yang heran bahkan, mengapa mereka selalu bisa menemukan permasalahan satu sama lain untuk di pertikaikan, padahal sepele.

Kalau ditanya soal pentolan, SMA Muan juga punya, seseorang dari kelas 2-5 yang wajahnya ramah tapi banyak bekas goresan luka pisau di wajahnya. Konon, dia pernah bertikai dengan salah satu preman kelas kakap dulu, tapi walau begitu sifatnya tetap ramah tidak selayaknya berandalan pada biasanya, rumornya sifat aslinya baru keluar kalau sedang marah, apalagi sampai ada yang menyebut salah satu pentolan dari SMA Amba.

Aduh, rumornya lagi, dua pentolan itu sudah bermusuhan sejak SMP.

"Harry."

Pria itu menoleh dia mengunyah kentangnya setelah menjawab sapaan teman sekelasnya, agak sedikit mengernyitkan alis ketika yang ditemui adalah wajah mengeras dan amarah dari si teman.

"Wajahmu kenapa, sih? Sedang sakit perut, ya?"

"Ngawur," katanya. Harry tertawa sumbang. "Kalau dengar ini wajahmu juga pasti akan berubah."

Alisnya kembali mengerut "Memangnya apa yang mau kau sampaikan? Kalau tidak penting kutendang tulang keringmu ya? Waktuku jadi terbuang tahu."

"Sialan," umpatnya. "Di depan ada dia, dan katanya dia ngotot ingin bertemu denganmu, dri tadi menunggu di gerbang dan memelototi siapa saja yang berani menatap matanya, songong sekali seperti biasa. Et- jangan naik pitam dulu, dengarkan aku sampai habis," Harry sudah kepalang emosi, nun tubuhnya ditarik kembali duduk oleh sang teman, dia terpaksa mendengus dan mendengarkan walau samar karena emosinya duluan mengitari. "Kau mau datangi langsung? Atau biar aku panggil anak-anak, bocah itu songong sekali datang sendirian begitu."

"Tidak perlu," katanya. Giginya bergemeletuk. "Aku datangi dia sendirian, kalau bawa pasukan nanti disangka pengecut, tahu sendiri mulunya bagaimana."

"Tahu," temannya mendecih. "Tapi dia kan cuman si sialan Draco Malfoy."

"Benar," Harry bangkit dan merapikan seragam SMA nya sedikit lalu tersenyum pada temannya. "Aku ke gerbang depan dulu, kau pulang saja duluan."

"Mana mau."

Harry mengedikkan bahu "Terserah kau kalau begitu."

-o0o-

"Hei- sini dulu, mau kemana sih buru-buru sekali? Wajahku menyeramkan ya? Tidak sopan masa langsung lari begitu," Draco mencengkeram lengan pemuda dengan rambut hitam tersebut, dia meneliti bocah itu dari atas kebawah jelas sekali hanya pengecut. "Lihat Harry Potter tidak?"

Pemuda itu menggeleng cepat.

Draco mendecih dia menendang tulang kering pemuda tadi yang mengerang "Ah menyebalkan, pergi sana." Setelah mendengarnya dia keburu lari terbirit-birit, bahkan Draco sampai memuji kecepatan berlarinya tanpa sadar.

"Potter mana, ya? Semacam orang sibuk saja, dicarinya susah sekali."

"Cari mati?"

Draco melirik seseorang yang barusan berucap cukup dekat sampai ditangkap oleh telinganya, jelas-jelas seseorang itu berdiri di sampingnya dengan alis berkerut galak. Draco tersenyum antusias "Cari Harry Potter, tahu, bukan dari mati. Kau lama sekali, kakiku pegal nih."

"Bukan urusanku juga," kata Harry. Dia meneliti dari atas kebawah, Draco belum melepas seragam sekolahnya dia mendengus. "Cepat katakan mau apa aku tidak punya banyak waktu."

"Apanya, kerjamu 'kan tiap hari cuman makan kentang goreng di kantin lalu selepas itu pergi bermain ayunan di belakang sekolah." Draco menyeringai ketika mata Harry melotot, dia menerima tendangan tulang kering dari cecunguk dengan mata hijau yang ditutupi kacamata bulat bening tersebut. Tidak sanggup membuatnya goyah, namun meringis kemudian tertawa, tidak cukup akrab tapi dia senang mengejek Harry Potter yang terkenal gampang naik pitam.

"Jangan asal bicara dong, sial, mau dipukul, ya?"

"Daripada itu, dicium pilihan yang lebih menarik, tahu."

"Ngaco! Otakmu kenapa sih?" Harry maju selangkah, tangannya terulur menarik kerah Draco dan meninju rahang pria pucat itu sekali, Dracu terkekeh.

"Aku bahkan belum pasang aba-aba, kenapa main pukul?"

"Makanya bacotanmu dikurangi sedikit."

"Cium dulu kalau mau bacotanku dikurangi."

"Kau!" Harry hampir melayangkan tinju kedua, tapi Draco buru-buru menahan tangannya dan menariknya maju ke arah si pirang pucat, beruntung dia tidak di beri Knee Kick karena sudah memukul tanpa perlawanan sebanyak satu kali dan bahkan hampir diulangi lagi.

Draco berbisik padanya "Jangan cari keributan, ketololanmu diperhatikan cecunguk sial yang menonton tuh. Tenang sedikit."

"Kau yang cari gara-gara sial."

"Iya-iya, makanya diam dulu, aku kesini bukan ingin membual, ada maksud tertentu."

Harry mengernyit, menghempaskan tangan Draco dan menarik tangannya dari genggaman si pirang "Apa? Mau sparing berdua, ya?"

"Otakmu isinya cuman berkelahi atau bagaimana?"

"Sadar diri pirang sial."

Draco terkekeh lagi, dia memperhatikan Harry cukup lama sebelum mengatakan sesuatu yang membuat Harry menonjoknya brutal.

"Berkencan denganku mau tidak?"

Si tolol ini.

-o0o-

TBC

Halo, balik lagi bareng Ell, gimana kabarnya? Nilai rapornya pada bagus bagus, 'kan?

ANCORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang