MATAHARI telah tenggelam ketika wanita dengan dres hitam ketatnya menyambangi rumahku.
Si pemilik sepatu tinggi itu perlahan menghampiriku selepas mengucapkan banyaknya basa basi.
Lidya Delistan.
Model cantik yang hari itu digadang-gadang menjadi kekasih ayahku.
Tidak, tidak, aku ingin meminilisir dugaanmu yang mengatai Lidya ini seorang remaja atau gadis yang mengincar harta ayahku.Pertama, umurnya sudah matang. Seumuran ibuku, mungkin.
Kedua, ia seorang janda. Kabar yang sempat kudengar adalah, 'tewasnya suami juga anak dari model ternama Lidya Delistan akibat kecelakaan pesawat di tahun 2012. Tepat pada hari ulang tahun pernikahan mereka'.Ketiga, uang yang ia dapat dari dunia modelling sudah sangat cukup untuk wanita itu mendapat gelar, 'janda cantik, kaya raya'.
Garis bibir wanita itu perlahan tertarik.
"Ngapain tante di sini?" tanyaku malas.
"Tante ada proyek dekat rumah kamu, ja-"
Terserah Kamu akan mengataiku tidak sopan atau bagaimana. Demi apa pun, aku sudah memasa bodohkan semua suara yang masuk ke dalam telingaku.
"Gak usah berbelit."
Mengembuskan napasnya kasar, ia membalas, "Tante bawa makanan. Kamu makan, yah?"
Melirik sekilas paper bag putih itu, aku berdecih, "Maaf, gak butuh makanan dari jalang seperti tante."
Terdiam sebelum kembali menyahut. Tante Lidya menolak, "Tante bukan jalang, Xandra."
"Pelacur, yah?"
"Mulutnya," papar Tante Lidya.
Tidak ada bau-bau kekesalan yang melengkapi ucapan tersebut. Ia santai saja, dan seolah tidak terkejut dengan hal itu."Kenapa? Tante gak terima? Pergi aja sih, gak usah ribet." Aku bergidik cuek. Coba menepis sedikit rasa bersalah. Sedikit.
Ia menolak pelan kemudian menghadang jalanku.
"Mau apa? Gak usah caper." Ini tepisku yang sukses membuatnya terdiam.
"Tante gak pernah cari perhatian kamu," tampik wanita dengan surai merah maron yang dibiarkan tergerai itu.
"Iya enggak, sih. Cuma ngemis perhatian."
Hendak tertawa, namun reaksi yang ia keluarkan benar-benar membuatku terhenyak.
Melenyapkan sedikit rasa bersalah, aku medorongnya pelan kemudian menaiki tangga.Keterlaluan, iya?
"Alexandra mau tidur. Tante pulang," perintah itu langsung kutujukan pada Tante Lidya.
Mengeluarkan sedikit embusan napas, ia menyahuti, "Iya, tante pulang."
"Bagus. Gak baik ada jalang lama-lama di sini."
Ketika kakiku menginjak tangga ke dua dari bawah, suara tante Lidya kembali terdengar. Tentu aku tidak menoleh apalagi sampai mendekatinya.
"Tante bukan jalang, apalagi jalangnya papa kamu." Suara tante Lidya bergetar di belakang sana.
"Oh, yah? Terus yang ini apa?"
"Kamu berbicara seakan kamu adalah wanita yang memiliki gaya pakaian tertutup."
Sialan. Wanita itu menyadari maksud pertanyaanku.
Ia benar.
"Yang bilang Alexandra bajunya sopan, siapa?" tantangku meninggikan dagu.
Tante Lidya mengusap air matanya lalu tersenyum. "Kesimpulannya, yang berpakaian terbuka belum tentu seorang jalang."
"Iya. Tapi, itu gak berlaku buat tante."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR YOU AGRA
Ficção AdolescenteWalau tidak ditelaah lebih dalam, predikat orang bodoh mestinya bertengger pada Agra. Meski sering mendapat penolakan bahkan cemohan yang mendorong ke arah penghinaan dari seorang Alexandra, ia tetap berdiri pada pendiriannya untuk tidak berhenti da...