4. Sebatas Teman

63 4 0
                                    

Selepas kepergian dua pria tadi, Luna masih tetap duduk dibawah pohon itu sembari beberapa kali terlihat mengecek ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selepas kepergian dua pria tadi, Luna masih tetap duduk dibawah pohon itu sembari beberapa kali terlihat mengecek ponselnya. Jika boleh jujur, Luna pusing sekarang melihat keadaan sekitar yang menurut dia terlalu gemerlapan. Tentu saja karena hiasan lampu-lampu yang sengaja dipasang dengan apik di taman fakultas sastra, disamping memang ada lampu hias yang lumayan temaram juga disana.

Acara sastra malam ini memang sengaja diadakan di outdoor, selain karena cuacanya yang mendukung, tentu saja bisa mengurangi biaya dekorasi karena taman sastra sudah sangat estetik hasil buah tangan anak seni dan desain. Setiap tahunnya acara sastra tidak kurang peminat, karena jujur saja banyak penampilan yang berasal dari jurusan kesenian sendiri. Sehingga mereka tidak perlu repot-repot untuk banyak menyewa guest dari luar fakultas.

"Kak Luna, maaf banget ya telat... tadi macet soalnya, belum mulai kan acaranya?" Luna melihat kearah gadis yang menenteng kamera di sisi kanan pundaknya, dan tas kecil yang dia selempangkan.

"Iya gapapa Nin, kayanya udah mau mulai itu acaranya" Luna menggiring adek tingkatnya itu mendekat kearah panggung.

"Ini aku ambil foto dari awal sampe akhir kah kak?"

"Ambil beberapa aja, yang sekiranya penting Nin" Hanin hanya mengangguk menuruti kakak tingkatnya itu.

Luna mengedarkan pandangan melihat apapun yang sekiranya bisa dia jadikan tulisan untuk dimuat di majalah kampus. Namun sepertinya hingga pertengahan acara, dia sama sekali tidak menemukan sesuatu yang menarik. Jangan salahkan Luna jika dia sangat pemilih dalam mencari berita.

"Wahh... ganteng banget gak sih? Itu yang mas-mas duta kampus itu ya?"

"Katanya satu bandnya juga ganteng semua tau"

"Yang sebelahnya mas Bhumi itu mas Java bukan sih? Ketua ukm musik kan ya?"

"Ganteng banget, parah sih"

Luna mendengarkan bisikan-bisikan gadis yang tepat berada di depannya itu dengan jelas. Sangat jelas sekali malah. Lalu dia mengikuti arah pandang gadis itu, menatap segerombolan pria yang berdiri tepat di pinggir panggung. Memang Luna tidak berada di barisan depan, tapi dari tempatnya berdiri, dia cukup bisa melihat dengan jelas pria-pria itu.

Sejenak otaknya berputar kembali, mengingat perkenalannya dengan Bhumi dan temannya yang seingat dia bernama Java. Entah kenapa seperti tidak asing, apa mungkin dia banyak membaca buku bahasa inggris akhir-akhir ini? Sepertinya tidak mungkin. Gadis itu mana betah jika harus membaca buku dengan bahasa yang dia tidak paham. Oh ayolah, bahkan nilai matakuliah bahasa inggrisnya yang dapat B+ saja sudah sangat membuat dia bersyukur.

"Eh kak, agak kedepan yuk habis ini Pandawa soalnya, mau cuci mata" Hanin menggelendang tangan Luna yang tidak bereaksi apapun itu.

"Pandawa siapa dah?" Luna bisa menangkap wajah terkejut dari adek tingkatnya itu. Benar-benar seperti menghakimi 'how dare you don't know Pandawa sis?'

ELEGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang