"Ayah beli buah kesukaan kamu."
Sassy sedang sibuk membaca komik online ketika ayahnya datang membawa buah semangka yang sudah dipotong-potong. Gadis itu terdiam sejenak, menatap ayahnya yang tersenyum lebar. "Ayah..." Sassy menyerukan panggilan itu dengan raut wajah datar.
"Iya, nak?"
"Yang suka semangka tuh bunda sama Mas Yudha, aku nggak suka."
Senyuman di bibir Danu saat itu jua luntur. "Ah, ayah lupa." Ia menggaruk tengkuk yang tidak gatal, lantas menaruh kembali semangka itu ke dalam plastik. "Kalau gitu ayah balik ke tukang buah dulu ya." Danu berbalik, namun langkahnya dengan cepat diinterupsi oleh Sang Anak.
"Ayah!"
Ada rasa candu yang menguar dalam diri Danu setiap kali mendengar Sassy menyerukan panggilan itu. Perasaan yang membuat Danu bahagia, namun di satu sisi merasa bodoh karena pernah berniat menjauhi panggilan itu. Tapi, Danu di hari ini kembali, menjadi sang pemilik sesungguhnya dari panggilan itu.
Senyuman terkembang di wajahnya yang mulai menua. "Iya?"
Aneh, padahal Sassy sudah mengenal ayah sejak dirinya baru lahir ke dunia. Namun mengapa berhadapan dengan pria itu rasanya secanggung ini. "A-ayah di-di sini aja." Sassy menepuk sisi kosong di ranjangnya.
"Ayah mau beli buah lain. Katanya kamu nggak suka semangka."
"Gak papa." Kepayahan, Sassy berusaha menatap lurus pada mata ayahnya. "Biar buahnya Mas Yudha yang makan."
"Oh, oke." Danu mengangguk patuh. Ia menaruh buah potong itu di atas meja, lantas duduk di sisi yang Sassy tunjukan padanya. Tidak jauh beda dari Sassy, sebenarnya Danu bisa merasakan kecanggungan itu. Selama ini, Danu lebih dekat dengan Yudha. Utamanya sejak Sang Istri meninggal, Danu semakin menarik jarak dari Sassy. Tak ayal, ketika ia kembali ke sisi anak itu setelah lama menghindar, Danu dibuat kebingungan harus berbuat apa. "Kamu tadi lagi apa?" Pada akhirnya, Danu hanya mampu mengutarakan pertanyaan klise itu.
"Abis baca komik."
"Kamu emang anak bunda ya."
Sassy agak terkejut. "Hng?"
Danu tersenyum tipis. Lembaran ingatan soal istrinya mulai terbuka. Lembaran ingatan yang selalu Danu simpan dalam tempat istimewa di pikirannya. Tempat istimewa yang hanya mampu diisi oleh mandiang Sang Istri. "Setiap kali lihat kamu, ayah inget bunda. Apa yang bunda suka, apa yang bunda nggak suka, gimana cara bunda ketawa, gimana cara bunda melihat dunia... semua itu bisa ayah lihat di kamu." Tidak ada kenangan pahit sepanjang hidup Danu mengenal Yuna. Hanya ada kebahagiaan yang akan sulit Danu temukan selepas wanita itu pergi. "Mau dengar pengakuan? Ayah cuma pernah jatuh cinta sekali."
Sassy bisa merasakan luka yang bersembunyi di balik senyuman ayah. Luka yang serupa dengan miliknya, dan hanya mampu disembuhkan dengan kehangatan keluarga. "Sama bunda ya?" Tebak Sassy.
Danu mengangguk. "Waktu bunda pergi, ayah selalu kebingungan. Gimana caranya ayah tetap hidup walau bunda nggak ada? Gimana kalau ayah nggak cukup baik jadi ayah sekaligus ibu buat kamu dan kakak kamu? Sekuat apapun ayah berusaha, ayah nggak bisa jadi sesempurna bunda. Dan setiap lihat kamu... ayah ngerasa seakan bunda lagi lihat ayah yang gagal gantiin peran bunda buat kalian. Ayah selalu ngerasa bersalah setiap lihat kamu."
Kejujuran ini...
Mengapa Sassy baru mendengarnya sekarang?
Mengapa Sassy baru tahu yang sebenarnya setelah semuanya lama berjalan?
Andai kejujuran ini Sassy dengar sejak lama, mungkin pikiran buruk tidak akan perkembang liar hingga mencekiknya. Pikiran yang membuatnya merasa seakan ayah pergi lantaran membencinya. Padahal nyatanya... pria itu hanya terluka, sama seperti Sassy.
KAMU SEDANG MEMBACA
alkisah
Teen FictionRan tidak tahu siapa yang menulis jalan hidupnya sampai sebegitu ngenes. Tidak ada yang benar-benar berakhir bahagia dalam hidupnya, membuat Ran kelewat pusing. Pertama mami dan papinya bercerai sejak anak itu kecil, maminya menikah lagi dan sibuk...