Mimpi aneh itu datang lagi.
Entah untuk keberapa kalinya, Rakai memimpikan hal yang di satu sisi terasa dekat namun di lain waktu juga terasa tak nyata. Terkadang Rakai melihat dirinya sendiri di tempat lain... tak jarang pula Rakai memimpikan gadis itu—gadis yang Rakai sendiri merasa bingung mengapa ia sedemikian sering datang ke mimpi Rakai.Tapi tentu saja, Rakai tidak bisa melakukan apa-apa untuk menafsirkan mimpinya itu. Sebab gadis itu bukan lah harimau, yang jika Rakai temui dalam mimpi bisa dengan mudah ditafsirkan kalau itu adalah sebuah pertanda baik. Meski bertanya-tanya, pada akhirnya Rakai hanya bisa menelan rasa penasaran itu.
"Ini lagi promo yang nak?"
Rakai tersadar dari lamunannya, ia mengangkat wajah, mendapati seorang wanita tua datang dengan sekotak susu khusus lansia di tangan. "Iya, nek, potongan dua puluh lima persen." Rakai menjawab dengan seulas senyum.
Wanita tua itu tersenyum puas. Buru-buru ia menaruh kotak susu itu di meja kasir.
"Totalnya seratus lima ribu rupiah." Usai memindai harga dan membungkus kotak susu tersebut, Rakai menyebutkan nominal yang harus wanita tua itu bayar.
"Oke... sebentar ya." Wanita itu keripuhan merogoh tas jinjingnya yang penuh oleh beraneka macam barang. Ia mulai mengeluarkan berbagai macam benda yang menjejali tasnya, lantas menaruh benda itu di meja kasir. Dan akhirnya, setelah berupaya keras mengorek-orek tas, wanita tua itu berhasil menemukan dompetnya. "Ini uangnya..." wanita itu menyodorkan satu lembar uang berwarna merah dan selembar uang berwarna jingga pada Rakai.
"Uangnya pas ya nek."
"Em-hm, terima kasih." Nenek itu kembali merapikan barang bawaannya yang semula berserakan di meja kasir. Rakai sempat memberikan uluran tangan, namun wanita tua itu menolak. "Gak pa-pa, biar nenek aja yang beresin."
Rakai menurut.
"Nenek pergi dulu ya." Nenek itu berpamitan setelah selesai mengemasi barang-barangnya.
Rakai tersenyum geli, utamanya saat sadar bahwa gaya nenek itu kelewat centil untuk usianya. Akan tetapi bersamaan dengan itu, tanpa sengaja Ran menemukan sebuah buku tergeletak di meja kasir. Tanpa perlu bertanya, Rakai yakin buku tersebut milik nenek itu. Buru-buru ia memungutnya, lantas berlari keluar mencari nenek itu.
Ran mengedarkan pandangan, mencari keberadaan nenek itu di tengah keramaian kota di bawah langit kelabu. Namun, nihil, yang nenek itu seakan lenyap dimakan langit yang mulai bergemuruh. Rakai menghela napas berat, ia bingung harus berbuat apa pada buku berjudul Waktu itu.
Sebenarnya Rakai berniat terus mencari keberadaan nenek itu hingga beberapa meter, namun saat ia ingat di mini market hanya ada dirinya, Rakai mengurungkan niat.
Lelaki itu kembali ke meja kasir, lalu meletakan buku tersebut di sana.
Hari ini mini market begitu sepi. Mungkin karena sudah sejak pagi cuaca tidak bersahabat. Ditambah lagi dengan kenyataan kalau partner satu shift Rakai hari ini cuti, alhasil Rakai merasa bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
alkisah
Teen FictionRan tidak tahu siapa yang menulis jalan hidupnya sampai sebegitu ngenes. Tidak ada yang benar-benar berakhir bahagia dalam hidupnya, membuat Ran kelewat pusing. Pertama mami dan papinya bercerai sejak anak itu kecil, maminya menikah lagi dan sibuk...