Jam dinding sudah menunjuk ke arah pukul setengah tujuh malam. Dibalik pekatnya langit malam, teruntai hamparan awan hitam yang tak henti bergemuruh bahkan sejak tadi siang. Belakangan ini hujan sering turun, mungkin karena sudah menginjak bulan Desember. Jadi tidak heran kalau Ran sering memanfaatkan suasana sekitar yang mendukung untuk menyantap semangkuk seblak. Sepertinya anggaran terbesar dalam pengeluaran Ran adalah untuk subsidi berbungkus-bungkus seblak setiap harinya.
Terlebih hari ini Sassy pulang lambat, jadi Ran bisa bebas menyantap seblak Mang Uu tanpa perlu khawatir Sassy datang menyabotase mangkok seblaknya.
Iya, dibalik tampang sangarnya, Sassy menyimpan jiwa culamitan yang lumayan pekat. Utamanya bila gadis itu melihat Ran menyantap seblak, mie instan, ketoprak, sate, atau segudang makanan maupun minuman lain yang Sassy sukai. Ia tak segan memalak Ran dengan cara tidak manusiawi. Seperti mengunci Ran di kamar atau menyuruh lelaki itu memasak nasi, agar Sassy bisa curi-curi kesempatan menyendokan seblak Ran ke dalam mulut.
Kini Ran sedang sibuk mencuci mangkuk bekas makan seblak ketika ia mendengar suara pintu apartemen dibuka oleh seseorang, disusul dengan suara benda dilemparkan ke lantai dengan tenaga keras. Buru-buru Ran membersihkan tangannya yang penuh busa, kemudian berjalan menghampiri sumber kegaduhan. Ia mendapati Sassy tengah mengobrak-abrik tas, entah mencari apa.
"Ngapain lo?" Tanya Ran dengan tangan terlipat di dada.
"HP gue mana?!" Tanya gadis itu dengan raut wajah panik sekaligus galak. Ketimbang bertanya, Sassy lebih pantas disebut baru saja membentak.
"Lah, mana gue tau." Dasar anak laknat, sudah pulang terlambat, datang malah marah-marah. "Emang lo taroh dimana?"
"Kalau gue tau ngapain nanya lo." Sassy membalas sengit. Ia kembali memeriksa setiap sudut tas, berharap bisa menemukan ponsel meskipun jawabannya sama, ponsel itu tetap tidak ada. Sassy mengacak rambut gusar, setelah kehilangan laptop Sassy tidak ingin kehilangan ponsel juga.
Sementara itu Ran hanya bisa menonton dengan kedua tangan terpajang di sisi kanan dan kiri pinggang. Tak lupa bibirnya tak henti berdecak menyayangkan keteledoran Sassy hari ini. "Makanya jangan teledor. Naroh barang kok asal, kalau hilang aja nyalahin orang." Ran mengoceh macam ibu-ibu.
"Berisik!"
"Dikasih tau kok nyolot." Ran penasaran bagaimana dulu bunda Sassy menghadapi sikap anak itu. Bagaimana bisa perempuan itu menangani Sassy dengan sikap lemah lembut sedang karakter anak itu lebih pantas dididik dengan sapu ijuk. "Coba inget-inget terakhir kali lo main HP kapan."
Sassy berhenti mengobrak-abrik isi tasnya. Ia merenung sejenak, mengingat kapan terakhir ponselnya digunakan. Sassy merasa tidak juga mengecek ponsel sepanjang ia pergi mengurus tugas kelompok. Sepanjang perjalanan pulang pun Sassy merasa tidak ada orang mencurigakan yang berpotensi mencuri ponselnya. Jadi, besar kemungkinan ponsel Sassy tertinggal di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
alkisah
Novela JuvenilRan tidak tahu siapa yang menulis jalan hidupnya sampai sebegitu ngenes. Tidak ada yang benar-benar berakhir bahagia dalam hidupnya, membuat Ran kelewat pusing. Pertama mami dan papinya bercerai sejak anak itu kecil, maminya menikah lagi dan sibuk...