I. Super Na

9.8K 958 47
                                    

"BUNDAAAA"

tak ada yang menyahut.

"BUNDA DIMANA??" Bocah tujuh tahun itu mengedarkan pandangan, menyapu seluruh sudut ruangan demi memastikan keberadaan sang Ibunda.

"Di belakang kali, ayo?" kata Nana sembari menarik lengan Nono, kembarannya.

"Bunda!" seru yang paling muda saat mendapati wanita paruh baya tengah menjemur pakaian.

"Lho?" Wanita bernama Teya itu terkejut, "Pulang sama siapa kalian? Ayah kan masih di kantor? Terus ini Nono kenapa? Nangis?" Pertanyaan bertubi itu hanya ditanggapi anggukan polos dari keduanya. Teya mendekat, mengambil yang paling tua kemudian menggendongnya. Sedetik setelah itu, tangis Nono kembali pecah. Anak itu menangis tersedu-sedu dengan hidung dan pipi memerah yang semakin menggembung.

"Aduh, aduh. Jagoan Bunda kenapa, hum?"

"Tadi ada yang nonjok, Bun." Nana yang menjawab.

"Bagian mana yang sakit, sayang? Kasih liat Bunda," bujuk Teya.  Tapi tangisan bocah kecil itu malah semakin keras.

"Nana yang dipukul!" histerisnya sambil menunjuk sang kembaran.

Hah?

***

"Iya padahal kan Nono yang nemu-nemu duluan," cerocos Nana dengan mulut penuh cookies coklat, membuat pipinya belepotan.

"Betull," sahut Nono sembari menarik ingusnya. Mata bocah itu masih sembab setelah menangis.

"Terus kok Nana bisa dipukul?" Jeffri datang dengan segelas teh hangat, ikut berbaur di antara anak-anaknya yang lain —terlihat sibuk fokus mendengarkan cerita dari sang saudara.

"Iya karna Nana mau jadi superhero kuat. Nda sakit kok, kan Nana yang mukul dia duluan," serunya bangga.

"Ndda cakit?" si bungsu dari belakang menyahut.

"Nda dong!" jawab yang lebih tua sembari berdiri —mempertujunkan lengan mungil yang ia gadang-gadang memiliki otot besar.

"Iya, kalau ada yang jahatin, jangan takut asal kamu ga salah. Pukul balas pukul, tapi jangan mukul duluan," kata Jeffri mengingatkan, sedetik kemudian dia yang mengaduh karena dipukuli Teya.

Bagaimana tidak kesal. Masa bayi-bayinya sudah diajari anarkis sejak dini. Terlebih hanya karna permasalahan uang koin lima ratus rupiah yang mereka temukan di bawah ayunan sekolah.

"Abang sama kakak, tutup telinga dede." Kemudian dengan sigap Marka juga Juna sebagai tetua menutup telinga Leo dan Aji selaku paling bungsu. Menjauhkan mereka dari pembahasan baku hantam Nana Nono serta sang Ayah.

Teya berjongkok kemudian tersenyum manis.
"Lain kali gaboleh gitu, ya. Lebih baik ngalah, okay?" dan dengan cepat dijawab anggukan serempak dari si kembar.

"Yasuda nda pukul-pukul lagi, Nana cubit aja deh," katanya yakin.

"...."

"Buk-"

"BUNDA ECHAN ILANG."

Nahkan.
Belum selesai satu masalah, sudah ada masalah lain. Tapi bukan keluarga Jeffri kalau tidak begini.

"Kalian tunggu di sini ya." Setelahnya, wanita itu langsung berlalu meninggalkan ruang tengah, sembari sedikit menggerutu karna pasukan kurcacinya yang satu itu selalu saja bisa membuatnya kewalahan.

Nihil, sayangnya tidak bisa ia temukan Chandra di manapun.

"ECHAN? CHANDRAA!"

"DI SINI BUNDA!"

Rupanya, bocah sembilan tahun itu tengah berdiri di ujung gerbang, sibuk memandangi sesuatu di luar sana. Kemudian, benda yang di terima tangan anak itu jadi jawaban, ditambah seruan polosnya. "Mas beli cilok, ehehe."

"Emang ada uang?" Teya geleng-geleng kepala.

"Gapunya sih."

"Terus?"

"Kan ada Bunda," tawanya tak berdosa.

"Bunda gapunya uang kecil. Hayoloh Mas gabisa bayar. Ambil aja Pak, suruh dia bantu jualan," gurau sang ibu. Tapi serius deh, Teya benar-benar tidak punya uang kecil.

"Tenang! Super Na datang!"

Dan ntah dari mana, seorang bocah menyahut pasti sembari mengayuh sepeda bermotif bebeknya. Beberapa lembar uang dua ribu diremas dalam genggamannya.

"Fyuhh. Untung hero Nana nda telambat," bangganya sambil menyodorkan uang kepada sang kakak.

Chandra bertepuk tangan, kagum. "Woahh, keren banget. Nanti Mas kasih Nana cilok deh, tapi cuma satu, ya."

"Ndaa ih! mana bisa gitu, harus dua dong Mas!" seru Nana tidak terima.

"Ok, deal."

Teya yang menyaksikan perdebatan tidak jelas itu hanya terkekeh pelan. Setelah memastikan anaknya sudah membayar, barulah perempuan itu bertanya,

"Nana dapat uang dari mana itu?"

"Dari laci kamar Bang Mar—"

"BUNDAAA, TOLONGIN UANG ABANG HILANG!"

[][][]

[][][]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Super Na ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang