XIII. Hadiah

1.6K 247 13
                                    

"MATAHARI BERENANGG, HARI MULAI MAMAMM."

Nono menyerngit, merasa ada sesuatu yang agak janggal tapi dia sendiri tidak tahu juga bagian yang mana. Tapi memilih untuk acuh, anak itu kembali melangkah sembari melompat-lompat kecil bersama kembarannya, Nana, dengan tangan keduanya yang saling bergandengan.

Ini hari Jum'at, mereka pulang lebih awal. Tapi ayah bilang, tidak bisa menjemput Nana dan Nono tepat waktu. Jadilah bocah kelas satu sekolah dasar itu memilih untuk pergi ke pasar malam berdua saja.

Tempat itu tepat berada sekitar dua ratus meter dari sekolah mereka. Walau dua bocah itu tahu kalau pasar malam hanya akan dibuka dua hari dalam seminggu; Sabtu dan Minggu, tapi untungnya mereka juga tahu kalau tempat itu sudah mulai dipenuhi pedagang sejak hari Jum'at.

"Kita beli apa?" Nana memiringkan kepalanya, bertanya pada sang abang. Namun yang lebih tua hanya merespon dengan gesture kedua bahu diangkat, dan gerakan bibir yang mengucapkan kata, 'gatau juga.'

"Nono ada uang berapa?"

Yang paling tua merogoh saku celana merahnya, anak itu menghitung sebentar sebelum menyahut "Dua enol enol enol ada dua, lima enol enol enol ada dua, sama satu enol enol enol ada satu."

Nono kembali menyerngit. "Banyak sekali," kata Nono serius.

Anak itu sengaja membawa uang banyak bukan tanpa alasan. Sebagian besar uang itu adalah milik Chandra yang sang kaka titipkan untuk membeli sebagai hadiah permintaan maaf pada Taro tempo hari. Usut punya usut, setelah kejadian di mana Chandra terjatuh dan mencium aspal, anak itu kepalang gengsi dan malu. Jadilah daripada menangis dengan kencang, Chandra kesal sendiri kemudian menendang dan memijak-mijak sepeda bebek milik taro hingga benda berbahan plastik itu sedikit patah di bagian belakangnya. Saat itu, Taro menangis kencang dan berlari pulang, meninggalkan Nana dan Chandra bersama rasa penyesalan.

"Nana punya uang?"

Anak itu meringis ragu. "Punya, sih...." katanya ragu sembari mengelurkan pecahan dua ribu sebanyak dua lembar. "Nana mau bili naga besar."

Mengangkat bahu acuh, Nono memilih kembali mengajak Nana berjalan memutari area lapangan yang nanti malam akan dijadikan pasar malam.

Atensi keduanya berhenti pada para penjual di arah selatan. Nono berhasil menemukan pedagang mainan, dan Nana terpana pada pedagang telor gulung di sebelahnya.

Jadi lapar sekali.

"Ayo!" Yang paling tua menarik tangan sang adik dengan sengaja, mengabaikan mata Nana yang tidak lepas dari gerobak telur gulung. Kepala bocah itu bisa saja hampir berputar 180° kalau bukan Nono yang memaksanya untuk memilih mainan.

"Liat, liat! Nana liat!"

Benar. Di sana banyak sekali mainan. Tapi yang paling menarik perhatian Nana adalah sebuah mainan berbentuk dinosaurus. Ukuran tingginya sekitar sepuluh sentimeter dan berwarna merah. Nana suka warna merah.

Nana sekarang ingin dino dan naga.

"Mau beli apa, Dek?"

Dengan ragu, jari telunjuknya dibawa menunjuk ke arah mainan berbentuk dinosaurus tadi. Tidak ada suara di sana. Nono tidak tahu cara membeli mainan sendiri sebenarnya.

"Ini?" si Bapak penjual mengangkat benda tersebut. Kemudian tangannya membentuk gesture angka tiga dan empat. "Ini tiga puluh empat ribu."

Sebenarnya, Nono tidak tahu sih tiga puluh empat ribu itu seberapa banyak. Tapi anak itu tahu kalau jumlah uangnya tidak cukup. Jadilah dia menyenggol tangan kembarannya, berharap Nana mau memberikan uangnya, supaya barangkali akan cukup.

Super Na ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang