4

39 6 2
                                    

Tujuannya hari ini adalah kampus. Duduk di kelas dekat jendela lalu tertidur di tengah jam kuliah hingga Azka atau Reyhan tiba. Meneriakinya lalu menyeretnya agar ikut dengan mereka berdua.

Tapi hari ini berbeda. Rencana kecilnya gagal total tepat ketika Land Rover hitamnya terparkir asal di tepi jalanan Depok.

Dari niatnya yang hanya menelisik jalanan saja, tiba-tiba harus berubah ketika netranya tangkap sang adik tengah berlarian tanpa Ia tau alasannya.

Namun malangnya, Ia tak diberi kesempatan berbicara. Juju masih membencinya, sama seperti saat terakhir kali mereka bertemu sebelum Satya ke Amerika.

Satya kembali menghela nafas lelah. Menyesap lintingan tembakau yang diapit kedua jarinya lalu melepaskan asapnya ke udara.

Udara malam ini tak sepanas biasanya, maklum, terbiasa di luar negeri yang dingin bahkan ketika musim panas. Jadi sekarang Ia putuskan berdiam diri di balkon, mencoba abai eksistensi dua kawannya di dalam.

Netranya perlahan terpejam, mencoba merasa bagaimana lintingan tembakau itu memenuhi rongga dadanya dan mampu membuatnya sedikit merasa lebih baik.

"something wrong here? I can see that you are not excited. Mau cerita?"

Satya menggeleng. Ia berbalik guna menatap Azka yang kini tengah berjalan ke arahnya. Tanpa aba-aba, laki-laki itu meraih bungkus rokok di saku jaket yang Satya kenakan.

Baiklah. Mungkin agenda ini akan dinamai 'mari menyesap lintingan tembakau bersama-sama'.

"I'm here if you need it," bisik Azka sebelum kedua bilah bibirnya menyesap lintingan tembakau seperti yang Satya lakukan.

Kini hanya sunyi yang menjadi teman mereka berdua. Saling memandang langit dengan pikiran yang melalang buana entah kemana.

Satya terlalu sibuk memikirkan sang adik, sedang Azka tengah memberi waktu untuk sang kawan. Entahlah, tak ada yang berminat buka suara lebih dulu.

"Masuk lo berdua, udah malem. Anginnya ga bagus."

Hingga satu suara membuyarkan lamunan keduanya. Itu Reyhan dari arah pintu balkon tengah berkacak pinggang.

Sudah kebiasaan Reyhan melakukan hal demikian. Katanya, Azka dan Satya adalah tanggungjawabnya selama mereka tinggal di kediaman keluarganya di Amerika. Tapi sayangnya mereka kini di Indonesia dan Reyhan masih melakukan hal demikian.

Tanpa melayangkan protes lagi, Azka beranjak lebih dulu, disusul Satya yang segera mematikan lintingan di jemarinya sebelum beranjak masuk.

"Tadi gua ketemu Juju."

Ucapannya terlalu tiba-tiba, bahkan Azka dan Reyhan terperanjat mendengarnya. Memang kebiasaan buruk Satya tak bisa dihilangkan begitu saja.

"Duduk dulu bego," umpat Reyhan sembari mendorong tubuh Satya agar segera duduk dimana saja. Ini pembicaraan serius ngomong-ngomong.

"Dih tadi bilang gamau."

"Ya emang kenapa sih, Abang?!?!" goda Satya melihat Azka tengah mengerucutkan bibirnya sembari mengadu pada Reyhan atas kelakuan kurang ajar dari seorang Satya.

Reyhan tak menggubris. Atensinya masih fokus pada ucapan Satya yang baru saja diudarakan. Bagaimana pun, Juju adalah alasan mereka kembali ke Indonesia.

"Dia ngusir gua, katanya takut," cicit Satya. Terdengar tak bersemangat. Nadanya berbeda jauh dengan ketika sedang menggoda Azka. Sedikit banyak membuat dua kawannya merasa khawatir.

Mereka bertiga tau kehidupan masing-masing. Tau bagaimana jatuh bangunnya satu sama lain. Tau bagaimana hancur yang disembunyikan dari dunia. Mereka kenal satu sama lain lebih dari mereka yang disebut keluarga.

Jadi sejujurnya mereka merasa khawatir kala Satya kehilangan nada ceria dalam setiap kalimat yang Ia lontarkan. Karena Demi Tuhan, hidup sang kawan bertumpu hanya pada Juju. Menggantungkan nyawa pada seorang adik yang bahkan tak ada rasa sayang padanya.

Entahlah sebutan apa yang pantas untuk Satya. Bodoh atau apa, Satya sudah tak peduli.

Azka manggut-manggut, Ia beranjak mendekat sembari menepuk pelan pundak sang kawan. "Juju butuh waktu, Sat." 

Tak jauh beda dengan Reyhan, laki-laki itu lakukan hal yang sama dengan senyum manis terpatri di wajah.

"Adek lo sayang banget sama lo, kalo lo mau tau."
️️ ️️
️️

  ️️

  ️️
️️ ️️
️️

  ️️

  ️️
————

Malam itu berakhir dengan acara 'mari menyesap lintingan tembakau bersama' sembari berfikir kiranya bagaimana cara untuk meraih Juju kembali.

Iya, meraih. Meraih anak laki-laki yang sudah terbang terlalu tinggi itu. Bukan Satya ingin memotong sayapnya, Satya hanya ingin memberi batas bahwa adiknya terlalu jauh untuk sekedar diajak bertukar kabar.

Jadi setelah matahari sudah kembali ke singgasananya bersama para awan, Satya sudah siap dengan pakaian serba hitamnya. Tak lupa masker pada wajah untuk menyembunyikan wajahnya.

"Lo pada mau nyari kemana?" tanyanya pelan ditujukan untuk Azka dan Reyhan yang kini juga tengah bersiap.

Dengan jemari yang masih meraih cincin untuk disematkan pada jemari miliknya sendiri, Reyhan bergumam pelan, "Ke SMA terdekat sih kayanya."

Satya hanya mengangguk. Segera meraih topi miliknya dan bergegas pergi, "Land Rover gua pake."

"Ya itu mobil lo dongo."

Tawa mengalun pada bilah bibirnya kala dengan suara umpatan dari sang kawan. Bagaimana tidak, perasaan senang setelah membuat dua kawannya marah tidak bisa ditahan.

Land Rover hitam itu kembali meluncur membelah jalanan ibukota yang sedikit lebih padat dari kemarin. Ia menghela nafas panjang, hari ini akan berat mungkin.

Ngomong-ngomong Satya, kuliahnya hari ini Ia tinggalkan lagi. Jika sewaktu-waktu diminta keluar, mungkin Ia akan pilih kuliah di Amerika saja. Ia tak peduli.

Dengan netra yang menelisik sekitar, tangan yang mencengkeram kemudi itu diketuk-ketuk pelan. Menandakan bahwa sang empunya tengah merasa khawatir juga aneh.

Perihal sekolah menengah atas, Ini semua ide Satya. Kalau Ia tidak salah hitung, adiknya masih SMA sekarang. Entah pada tingkat berapa, tapi Ia yakin Ia tidak salah.

"I hope to see you again, Juju."

️️

  ️️

  ️️
️️ ️️
️️

  ️️

  ️️

Double update deh ya!

80 Hari Tanpa Temu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang