Kediaman Keluarga Asti
Surakarta
[18:15]"Arga sudah mau menikah, kamu belum mau punya pacar lagi nduk?"
Tidak, tolong jangan pertanyaan itu ...
Meski Asti sudah berusaha untuk menghindari banyak hal, nampaknya Asti tetap harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit semacam ini, apalagi pertanyaan tersebut datang dari Ibu kandungnya sendiri, yang sudah pasti ingin mendapatkan kejelasan dari putri semata wayangnya.
Hari ini hari Sabtu di minggu ketiga bulan ke delapan, dua minggu lagi Arga menikah, dan Asti tidak tahu harus datang ke acara tersebut dengan siapa, namun pilihannya jatuh kepada Ibunya, bukan Yulia atau siapapun. Karena pada akhirnya, meski Ibu sering sekali membuat Asti kecewa, Ibu tetap akan menjadi satu-satunya tempat perlindungan yang bisa Asti singgahi setelah Tuhan.
"Belum dapat mandat, Bu," jawab Asti.
"Jangan takut untuk memulai lagi ya, nduk? Memang, yang terjadi antara kamu dan Mas Arga memang sangat disayangkan, apalagi kalian sudah bersama dari lama, dan selesai begitu saja, tapi namanya manusia pasti berubah. Kamu harus bisa berdamai dengan fakta itu, Asti," ujar Ibu lembut.
Apa yang barusan dibilang ibu memang betul, jauh di dalam lubuk hati Asti, ia tahu kalau ia sudah terlalu banyak membuang waktu untuk pria yang mungkin tidak peduli lagi padanya, dan untuk memulainya lagi tentu Asti membutuhkan sebuah kejelian agar ia tidak melakukan kesalahan yang sama, baik dalam segi membuang-buang waktu, juga dalam segi menjalani sebuah hubungan. Sejauh ini Asti paham betul kalau banyak dari sikap dan tindak tanduknya yang salah, dan untuk memperbaiki hal tersebut tentu Asti membutuhkan seorang partner yang mau mengoreksinya dan mau berbesar hati untuk memberikan waktunya untuk belajar bersama dengan Asti, dan pria seperti itu tidak mudah ditemukan hari-hari ini.
Mereka tidak memiliki keinginan yang cukup besar untuk berkomitmen sejauh itu, dan Asti tidak mau membuka hatinya dengan sembarangan hanya karena tuntutan dari orang-orang disekeliling yang tidak mengerti dan hanya tahu menghakimi.
"Iya, Bu, tapi Asti juga nggak mau buru-buru memulai Bu, karena nggak mau salah lagi juga dalam memilih. Nanti buang-buang waktu, dan tenaga juga kalau salah pilih lagi," ujar Asti sambil melanjutkan membereskan buku-buku yang berserakkan di atas meja, dan menata meja makan.
"Tapi kamu sudah ikhlas, nduk?" tanya Ibu, sibuk menyiapkan makanan di atas meja, Asti menarik kursi yang ia duduki dan kemudian duduk berhadapan dengan ibunya.
"Berusaha ikhlas, Bu, mau nggak ikhlas juga nggak akan merubah apapun. Mas Arga sayang sama tunangannya yang sebentar lagi jadi istrinya. Asti bisa apa selain mendoakan kebahagiaan Mas Arga?" Asti berusaha mengulas senyum setulus mungkin, karena memang benar itu adanya. Asti sama sekali tidak memaksakan diri untuk cepat-cepat bahagia, karena pada dasarnya Asti tidak mau memaksakan diri.
Faktanya ia masih merasa sakit dan berharap, namun ia sudah melakukan segala yang menjadi bagiannya, dan ia hanya menyerahkan pada proses yang semesta sedang jalankan saat ini.
"Ibu mau nemenin Asti ke acara nikahan Mas Arga?" tanya Asti akhirnya, setelah ibu lama diam.
"Hmm, ibu nggak janji. Semoga ibu nggak ada banyak kerjaan ya pas hari itu. Kamu tahu kan kalau kerjaan ibu itu wara-wiri ke sana sini," ujar Ibu sambil menatap Asti sendu. Tangannya terjulur untuk menggenggam tangan Asti, dan jujur Asti benci tatapan itu.
Asti terbiasa untuk menyunggingkan senyum dalam keadaan bahkan yang paling menyakitkan sekalipun, dan yang bisa ia lakukan hanya tersenyum, lalu menangis dalam diam jika ia berada di bilik yang tersembunyi. Dan itulah yang ia lakukan hari ini, ia tersenyum bahkan di depan ibunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAKEVEN - [ DAY6 Lokal! Alternate Universe • psj ]
ChickLitSetahun berlalu dan Asti belum bisa melupakan Arga dan undangan pernikahan tersebut datang menghampirinya ... Apa yang harus Asti lakukan? Ini adalah sedikit cerita Asti yang memaksa dirinya untuk menerima, mengikhlaskan, dan berdamai dengan masa l...