"Zou? Sendirian?" Bian bertanya sembari mengerjap lucu. Ia bingung kenapa tiba-tiba bocil satu itu datang ke rumahnya, matanya melirik peralatan masak-masakkan yang ditenteng oleh Zou, Oh No! Tidak lagi!Zou mengangguk sembari tersenyum ramah. Pipinya sedikit menggembung sebelum bicara. "Mama yang suyuh Zou main," jelasnya dengan jari tangan terpaut di depan tubuh, memberi kesan gemas pada siapa saja yang melihatnya.
"Boleh. Ayo masuk!" Bian berjalan lebih dulu, diikuti oleh Zou di belakangnya.
Rena yang sedang menggendong Nara nampak berjalan menuju ruang tengah. Keningnya mengernyit saat mendapati seorang bocah tak dikenal sedang duduk manis di karpetnya.
"Siapa, Kak?" bisiknya pada Bian yang sedang mengambil lego di atas nakas.
Bian melirik Zou sekilas, bocah itu masih sibuk menata masak-masakkannya di atas karpet. "Dia, Bun?"
Rena mendengus. "Iya, lah! Siapa lagi?"
"Anak yang pernah aku tolongin kemarin itu, yang hampir ketabrak mobil," sahutnya santai sembari meletakkan legonya di atas karpet juga, tepat di hadapan Zou.
Rena mengangguk paham. "Yang namanya Pou?"
"Zou, Bun. Pou mah mainannya Kakak."
"Masa? Bunda agak ragu." Ia mendekat untuk memastikan sendiri. Mengusap surai ikal Zouraya. "Nama kamu siapa, sayang?"
Zou mengerjap dan sedikit mendongak. "Zouyaya."
"Zouyaya, cantik sekali."
"Bukan, Tante. Zou--ya--ya." Susah payah Zou mencoba untuk mengatakan huruf r dengan benar. Tapi hasilnya nihil, Ia menghela napas pasrah.
Rena mengangguk lagi. "Iya 'kan? Zouyaya toh? Benar 'kan?" tanyanya bingung.
Bian mendengus kesal sembari mencubit pipi Nara gemas. Adiknya itu sedari tadi terus saja melirik ke arahnya. "Namanya Zouraya, Bun. Dia cadel, belum bisa bilang r," koreksi Bian yang langsung mendapat senyuman manis dari Zou.
"Owalah, maaf ya, Tante gak tahu." Rena tersenyum tidak enak, Ia ikut bergabung duduk di karpet sembari menyenderkan Nara pada kaki sofa. "Titip Nara, Kak. Bunda mau bikin minum dulu buat kalian."
Bian mengangguk sembari mengacungkan ibu jarinya. Tatapannya tertuju pada raut lucu Zou, gadis kecil itu sedang mendongak menatap bingung kepergian Rena. Bian terkesiap saat tiba-tiba Zou menoleh ke arahnya.
"Naya itu siapa, Kak?" Zou mengerjap.
Bian mengelus surai adiknya yang sedang sibuk bermain boneka barbie.
"Adik aku," sahutnya seraya mengedikkan dagu ke arah Nara. Zou mengangguk lucu.
"Oh iya, kalau besar, Zou mau jadi apa?"
"Gak tahu," jawabnya. Bibirnya mengerucut.
"Kalau aku, mau jadi polisi." Bian tersenyum lebar.
"Polisi? Polisi itu apa, Kak Bian?"
Kening Bian sedikit mengerut sebelum menjawab. "Polisi bisa jagain orang, bisa hukum dan tangkap penjahat juga. Aku mau jadi polisi biar bisa jagain keluargaku, sama bisa menegakkan keadilan."
Zouraya mengerjap bingung. Senyumnya terulas tipis. "Penjahat itu apa, Kak?"
Oke. Bian rasa, dia sudah salah mencari topik pembicaraan. Ini akan berakhir panjang.
***
"Makanya jangan memaksakan diri, Din! Udah tahu lemak kamu segunung, naik sepedanya seupil."
Dino menggertakkan giginya menahan amarah. Bocah di hadapannya memang sangat membagongkan.
"Ini... sakit beneran, Din?"
"IYALAH!"
Bian menyentil lutut Dino yang terbalut perban. Membuat si empunya melotot kaget.
"SAKIT, BIAN! KALO MO NGAJAK RIBUD NGOMONG AJA! ANYING!" Dino memukul mulutnya sendiri. "Astaghfirullah, keceplosan gegara Bian!"
"Ketahuan Mami Gita ngomong kasar, aku jamin kamu bakal mampus, Din."
Dino menatap Bian datar. "Berani ngadu ke Mama, gak aku boncengin lagi kamu pake sepeda aku. Kita end!"
Bian tersenyum mengejek. "Gak papa, nanti aku minta sepeda ke Ayah. Sekalian yang rodanya seratus, biar ngalahin kamu."
"Kalo udah bego susah sih ya," lirih Dino sembari mendengus sebal.
"Bian! Makan dulu sini! Bawa Dinonya sekalian ya!" teriak Gita dari ruang makan. Malam ini mereka berada di rumah Gita. Rencana main Bian dan Dino gagal karena saat perjalanan pulang membeli susu tadi Dino jatuh dari sepeda.
"Iya, Mi!" Bian menyahut sembari menggeret paksa lengan gembul Dino.
"TARIK AJA TEROS! TARIK TANGAN AKU SAMPE PUTUS!" Dino terengah-engah. Kesal karena tingkah Bian yang seenaknya sendiri.
Bian nyengir. Bocil itu kembali menarik kasar sehingga Dino berjalan dengan terpincang-pincang.
"Allahuakbar, gak ada baik-baiknya banget ya jadi temen, Bi!" Dino menggeplak kepala Bian dari belakang. Si empunya meringis kesal tapi kembali cengengesan.
"Kamu mau makan apa, Din? Biar aku ambilin."
"Gak usah." Cepat-cepat Dino mengambil piringnya sendiri, tapi langsung disambar Bian begitu saja.
"Aku aja." Bian tersenyum lebar. Perasaan Dino mulai tidak enak, pasti Bian ada maunya.
"Udah, Bian ambilin nasi buat Dino ya. Baik banget deh anaknya Rena." Gita tersenyum senang melihat interaksi keduanya. Ia segera mengambilkan nasi untuk Altar. Hal yang sama juga dilakukan Rena untuk Regan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bian
Fanfiction~ Sequel Regan ~ Namanya Arbian, biasa dipanggil Bian oleh orang-orang di sekitarnya. Punya Ayah yang gantengnya gak ada obat, punya Bunda yang cerobohnya gak ada tandingan. Juga, punya tetangga perempuan yang manisnya Masha Allah banget, namanya Zo...