"El jangan lari, ntar jatoh!" Peringat Darrel ketika melihat El berlari lari kecil dijalanan depan rumah mereka.
Ia berjalan cepat dibelakang bocah itu melindungi agar tidak terjadi apa apa.
Seperti rutinitas harian nya, Darrel selalu menyempatkan diri membawa El berjalan jalan di kompleks perumahan mereka setiap sore.
Itu sudah berlaku dari sejak El masih sangat kecil.
"Halo kakek Ben! ( Halo kakek Ben! )." Sapa El semangat seraya melambaikan tangan kearah lelaki tua yang berjalan dengan tongkat ditangannya.
Kakek Ben tersenyum melihat bocah kecil favoritnya itu.
"Hallo El, lama gak ketemu. El kemana aja?" jawab sang kakek ramah seraya mengelus puncak kepala El.
"Ewl ada main. Diwumah hihi. ( El ada, main. Dirumah)." Timpal bocah itu cekikikan.
Darrel yang melihat interaksi keduanya tersenyum hangat dan mendekat.
"Sore kakek Ben." sapanya.
Kakek Ben mendongak. "Oh Darrel disini juga ternyata."
"Iya kek."
"El mau ikut kerumah kakek? Kakek Ben punya permen dirumah." tawar kakek Ben kearah El.
El menggeleng cepat, menunjuk kearah depan.
"Ewl mau main, situ! ( El mau main, disitu!)" jawab nya.
Kakek Ben menoleh kearah yang ditunjuk El dan mengangguk mengerti.
"Yasudah, tapi kapan kapan. El mampir ya kerumah kakek Ben."
El mengangguk mantap. "Iya kakek Ben."
Kakek Ben tersenyum lalu kembali mengusap puncak kepala bocah itu.
Darrel hanya diam dan tersenyum melihat interaksi mereka berdua.
Ia sangat beruntung karena para tetangga juga El sendiri akur satu sama lain, dan selama hampir empat tahun kehadiran El pun Darrel juga belum pernah melihat satu pun tetangga rumahnya yang bersikap kasar ataupun menunjukkan tanda tanda tak suka pada bocah itu.
Membuatnya bernafas lega.
"Ayah, ayah disini ternyata."
Ketiganya menoleh saat mendengar suara seseorang dari arah belakang kakek Ben.
Seorang wanita paruh baya tersenyum dan berjalan mendekat kearah mereka bertiga.
"Halo bibi Mewi!(halo bibi Meri!)" Sapa El kembali tak kalah semangat.
Mata bibi Meri berbinar saat menangkap sosok menggemaskan yang berdiri dihadapan ayah mertuanya.
Ia berjalan cepat mendekat, berjongkok.
"Siapa inii? Malaikat kecil lucu, El apa kabar? Bibi Meri jarang liat El akhir akhir ini." ucap bibi Meri sembari mencubit lalu mengusap kedua bibi gembul El.
El mengangguk keras. "Ada." sahutnya.
Bibi Meri terkekeh dan mengusak rambut El gemas lalu mencium pipi anak itu bergantian membuat El terkikik geli.
Pemandangan seperti inilah yang terlihat oleh mata Darrel setiap harinya, meski terkadang kesal karena semua orang terus mencubit dan mengunyel pipi gembil El. Tapi Darrel sendiri tau betul apa yang dirasakan orang orang terhadap bocah itu, karena ia sendiri mengalami hal yang lebih parah dari itu.
Bahkan ada satu waktu dimana dirinya merasa seakan ingin mengurung El didalam rumah saja agar hanya dirinya saja yang bisa menikmati kelucuan dan tingkah menggemaskan bocah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kleine El
Teen FictionTAMAT - REVISI [Perjuangan hati akan sebuah pengakuan.] __________________________________________________ "Dia membeku seperti bongkahan es, namun senyumnya lebih hangat dari sinar matahari di awal musim semi." ...