Palembang, September 2000
Setelah menghabiskan waktu perjalanan hampir dua hari, akhirnya aku tiba di Terminal Bus Karya Jaya Kertapati, Palembang. Seperti yang aku katakan, bahwa aku di sini akan tinggal di rumah kos milik teman budeku di daerah Pakjo yang sama sekali aku tidak tahu di mana letaknya. Saat aku sedang berdiri di ruang tunggu kedatangan, ada seorang wanita yang menghampiriku.
"Aneska, ya? Saya Bu Hapsari, temannya Darminah, budemu."
Aku tersenyum dan langsung menyalami tangannya.
"Iya, Bu. Saya Aneska. Salam kenal, Bu. Terima kasih sudah mau menjemput saya."
Bu Hapsari adalah pemilik rumah kost yang akan aku tinggali dan dia ke sini untuk menjemputku, karena aku benar-benar tidak tahu alamat dan juga bagaimana cara untuk ke rumah kost.
"Ibu bantu bawakan tasmu. Kamu bisa panggil saya Bu Sari," sahut Bu Sari sambil mengambil tasku.
Aku sempat menolak, tapi dia tetap membantuku membawa tasku menuju mobil Super Kijang-nya.
Kami melewati sebuah jembatan yang menjadi ikon Kota Palembang, Jembatan Ampera. Jembatan berwarna kuning dan terlihat cukup megah yang menjembati Sungai Musi. Setibanya, aku melihat rumah yang bertingkat dan memiliki halaman yang cukup luas. Tak heran mengapa ia menjadikan ini sebagai rumah kost.
"Ibu akan panggilkan anak-anak yang lain untuk membantu membawakan barang-barangmu," kata Bu Sari yang bergegas mendorong pagar rumahnya.
Tak lama aku melihat ia keluar dengan dua laki-laki.
"Selamat datang, Nona manis. Saya Dika. Senang bertemu denganmu," sapa seseorang laki-laki yang bisa kutebak kalau dia berasal dari daerah Indonesia timur.
Halo, saya Haden," ucap satu orang laki-laki yang memiliki postur tubuh yang tinggi dengan sapaan yang sangat dingin.
"Halo, saya Aneska dari Yogyakarta. Salam kenal semua dan terima kasih sudah mau membantu membawakan barang-barang saya," jawabku.
"Tidak masalah," jawab Dika dengan mengedipkan matanya.
Bu Sari bilang kalau Dika memang seperti itu. Dia orangnya suka bercanda, sedangkan Haden adalah orang yang pendiam dan akan berbicara seperlunya saja. Mereka membawakan tasku sampai ke kamarku yang berada di lantai dua. Rumah ini memiliki empat kamar untuk disewakan. Jadi, besok kamar-kamar di sini akan terisi semua. Rumah dengan suasana dan interior kayu yang sangat indah. Kamarku juga cukup luas dengan harga yang cukup murah.
Aku melihat mereka semua sudah duduk berjejer di meja makan kayu berwarna coklat untuk menyantap makan malam bersama. Dika sudah menarik kursi untuk aku duduk.
"Silakan duduk di sini, Aneska," sambutnya dengan senyuman.
Kami menyantap makan malam itu dengan nikmat. Masakan Bu Sari sangat enak walaupun hanya sambal teri dan ayam goreng.
"Aneska, kamu sudah tahu dari mana dua laki-laki ini berasal?" tanya Bu Sari padaku.
Aku menggelangkan kepalaku sambil menyeringai lebar karena mereka belum memberi tahu sebelumnya.
"Dika yang tidak bisa diam ini berasal dari Ambon. Kalau Haden dari Solo," jawab Bu
Sari.
"Solo? Berarti dekat dengan Yogyakarta," jawabku.
Haden hanya menganggukkan kepalanya.
Mereka sama sepertiku, tinggal di sini untuk berkuliah. Dika mendapat beasiswa khusus untuk wilayah Indonesia timur dari Politeknik Negeri Sriwijaya. Sedangkan Haden sama sepertiku, diterima di Universitas Sriwijaya Jurusan Ilmu Administrasi Negara. Setelah selesai mengobrol, aku langsung izin kembali ke kamar untuk beristirahat, karena badanku terasa pegal-pegal akibat perjalaan yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
2000
RomanceNovella ini adalah Novella 2000 dengan versi Bahasa Indonesia. 2000 menceritakan kilas balik kisah anak kuliahan pada tahun 2000 yang memiliki genre romance.