16 : Penthouse

1.7K 173 27
                                    

Seseorang mengetuk pintu ruang kerjaku saat aku sedang merapikan barang dan bersiap untuk pulang. Aku menoleh ke arah pintu yang baru terbuka dan menampilkan sosok Nata yang terlihat menawan. Yah, Nata memang memiliki daya tarik lebih sebagai seorang perempuan. Wajah cantiknya, senyum ramahnya dan tentu saja bentuk tubuhnya yang sempurna. Model baju apapun yang ia kenakan akan selalu cocok pada tubuh indahnya. Seperti yang kulihat sekarang ini. Nata memakai dress hitam di atas lutut dengan bahu terbuka dan belahan dada rendah yang membuat kedua dadanya terlihat menonjol. She's so sexy!

Seakan terhipnotis, kedua mataku menatapnya tanpa berkedip dan aku hanya terdiam memperhatikannya yang sedang berjalan mendekat ke arahku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seakan terhipnotis, kedua mataku menatapnya tanpa berkedip dan aku hanya terdiam memperhatikannya yang sedang berjalan mendekat ke arahku. Terlalu sayang jika aku tidak memandangi keindahan seperti ini.

"Kenapa lihatnya gitu banget?" tanya Nata sambil tertawa pelan seraya melambaikan tangannya di depan wajahku.

Aku yang menyadari mungkin saja ekspresiku barusan terlihat bodoh menjadi salah tingkah. "Umm...ngga. Heran aja kamu tiba-tiba datang dan ga kasih tau dulu. Tumben," jawabku berkelit.

"Iya, sengaja aku mau jemput kamu dan ajak kamu ke satu tempat."

"Mau kemana?"

"Nanti juga tau," jawabnya yang membuatku penasaran. "Udah beres?"

Aku mengangguk. "Udah, pas banget memang aku mau pulang." Aku berbalik badan untuk mengambil tas serta ponsel sambil menghembuskan nafas pelan agar mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba muncul. Lalu kami melangkah keluar menuju parkiran.

"Mau ke mana sih? Kamu ada janji ketemu sama orang?" Jariku menunjuk penampilan Nata yang sedikit berbeda dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun seperti kebiasaannya, Nata hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku. Baiklah, kuikuti saja ke mana ia kan membawaku.

"Aku mau ajak kamu ke satu tempat dan aku mau tau penilaian kamu nanti," ucap Nata ketika sedang menyetir. Kepalaku mengangguk menanggapinya dan tak sengaja mataku tertuju pada paha Nata yang putih mulus karena roknya tersingkap. Dengan segera kualihkan pandanganku ke depan. Aku tidak boleh berfantasi liar tentang Nata. Meski nampaknya sulit dilakukan.

Untunglah tempat yang Nata tuju cukup dekat, sehingga pikiranku tidak perlu berkelana kemana-mana akibat terbayang pemandangan barusan. Mobil berbelok memasuki pelataran parkir salah satu area yang berlokasi di Jakarta Selatan.

"Kita mau ngapain ke sini?" Aku penasaran ingin mengetahui alasan Nata mengajakku ke kawasan superblok mewah ini. Sebuah bangunan dengan hotel, apartemen premium serta penthouse di dalamnya.

Nata terus tersenyum dan terlihat tidak ada tanda ia akan menjawab pertanyaanku. "Mau ke tempat siapa sih, Nat?"

"Ikut aja, ada surprise buat kamu."

Aku hanya bisa menurut mengikuti Nata yang melangkahkan kakinya menuju lift. Ia menempelkan sebuah kartu akses pada sensor di dalam lift yang menunjukkan angka 50. Aku menatap tidak percaya pada Nata. "Nat, jangan bilang kalo kamu punya unit di sini?" aku bertanya dengan nada menyelidik.

Fyi, 10 lantai teratas di gedung ini merupakan special penthouse yang memiliki private lift. Lantai 50 yang Nata tuju ini termasuk salah satunya.

Nata masih bungkam tidak ingin memberitahuku.

"Nat, aku serius!"

Lift berhenti ketika aku baru mau mendesaknya lagi. Nata menarik kedua tanganku setelah pintu lift terbuka sempurna. Raut bahagia terlihat jelas dari binar mata serta senyum wajahnya. Akhirnya aku ikut tersenyum melihatnya yang begitu bersemangat.

Hanya tiga langkah dari pintu lift, kami langsung berada di antara ruang makan dan ruang santai. Warna putih yang merupakan warna favorit Nata, mendominasi seluruh ruangan dengan aksen black and gold. Nuansa classy, mewah, serta modern sangat terlihat dari setiap sudut, interior dan furniture di ruangan ini. Mengagumkan!

"Sini, kita lihat keseluruhan ruang yang ada."

Nata menggandeng tanganku berjalan melewati lift yang posisinya di samping pantry. Setelah menyusuri dapur, di bagian belakang ada sebuah kamar ART. Dan masih di sekitar situ, terletak pintu penghubung menuju koridor yang langsung mengarah pada dua buah kamar. Nata membuka satu persatu pintu kamar tersebut dan memperlihatkan bagian dalamnya.

Setelah melihat isi kedua kamar ini, kami kembali lagi menuju ruang makan dan ruang santai. Di ruang santai, terdapat kaca berukuran besar sebagai pintu menuju balkon indoor. Di balkon ini juga disediakan meja dan sofa yang nyaman untuk bersantai. Kami berdiri sejenak di balkon untuk menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi di kawasan SCBD.

"Kantor kamu terlihat jelas dari sini," ucap Nata menunjuk sebuah gedung pusat perbelanjaan yang terkoneksi dengan gedung perkantoran yang dihuni oleh sejumlah perusahaan, salah satunya perusahaan papa.

Tak lama kemudian Nata mengajakku memasuki kamar tidur utama yang luas, cantik dan indah. Kamar ini memiliki kamar mandi serta walk in closet di dalamnya. Kamar mandi utama ini pun tak kalah mewah dari ruangan lainnya. Bagian yang paling fantastis sekaligus memanjakan mata adalah area bathub dengan pemandangan Jakarta yang dapat dinikmati dari ketinggian.

"Gimana? Kamu suka?" Nata bertanya padaku yang sedang mengagumi tempat ini.

Secara keseluruhan, penthouse ini sangat menakjubkan! Nata memiliki sense yang tinggi dalam memilih warna, material, dekorasi, furniture dan segala asesorisnya.

"Ini amazing, Nat! Ga mungkin ga suka," ucapku memberi penilaian. "Semuanya cocok sama kepribadian kamu yang elegan, kalem, cantik dan menawan."

Nata tertawa mendengar jawabanku lalu ia tiba-tiba mencium pipiku. "Aku seneng kalo kamu suka," ucapnya dengan suara pelan di dekat telingaku. Jarak kami terlalu dekat sehingga aku dapat merasakan dadanya yang menempel pada lenganku. Sentuhan fisik dan keintiman yang ia ciptakan seperti ini akan membuatku semakin sulit mengendalikan pikiran agar tidak berpikir macam-macam tentangnya.

"Makan yuk! Aku mulai laper." Ajaknya dengan tampang polos tanpa merasa bersalah atas tindakannya barusan yang membuat wajahku tiba-tiba terasa panas. Ya ampun, Nat! Jangan salahkan aku jika nanti terjadi hal-hal yang diinginkan.

Nata mengusulkan agar kami makan di balkon karena ia ingin menyantap makanan sambil menikmati kelap-kelip lampu dari gedung bertingkat. Menu barbeque ala-ala Korea yang sudah ia siapkan memang cocok dinikmati dalam suasana yang santai lengkap dengan sebotol shoju dingin.

Nata memanggang lembaran-lembaran daging hingga matang kemudian menyajikannya. Setelah itu ia menuangkan shoju ke sloki yang ada di meja. Sementara aku, sedari tadi hanya memperhatikannya. Menikmati memandangi wajahnya dari samping dan tidak ingin berpaling dari wajah cantiknya. Aku tersenyum tipis, menyadari bahwa butuh waktu satu tahun sejak mengenalnya hingga aku perlahan jatuh dalam pesonanya.

Mungkin karena merasa dipandangi terus-terusan, Nata menoleh padaku dengan dahi berkerut. "Kamu kenapa sih ngeliatin aku segitunya?"

Aku menggeleng sebagai bentuk jawaban. Memang mau jawab apa? Menurut kamu aja, Nat! Gimana aku ngga liatin kamu 'segitunya' dengan penampilan kamu yang 'segitunya' juga?

Selanjutnya kami menikmati makan malam dengan tenang sambil memandangi cahaya lampu yang terpancar dari gedung-gedung tinggi.

"By the way, aku belum kasih tau siapa-siapa kalo aku beli penthouse ini, termasuk Jo. Jadi, kamu adalah orang pertama yang tau tentang tempat baruku ini," ucap Nata memecah keheningan di antara kami.

Kuambil sloki milikku yang ada di meja untuk mengajak Nata bersulang. "Congratulations for your fantastic achievement, Nat!" Aku kagum dan benar-benar salut pada sosok Nata yang begitu membanggakan.

Nata menyambutnya kemudian meminumnya dalam satu tegukan. Ia mengambil lagi botol shoju dan menuangkan ke slokinya lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Nata menoleh padaku, memandangku sejenak dalam diam hingga tangannya menyodorkan sebuah kartu. "Ini untuk kamu. Kamu pegang satu supaya kamu bisa bebas datang kemari kapanpun kamu mau."

Aku melihat sekilas kartu akses itu. "Untuk apa, Nat? Kalo kamu mau aku datang ke sini, kamu kan bisa undang aku." Aku tidak merasa punya hak untuk menerima kunci rumahnya ini. Karena sedekat apapun hubungan kami, kami berdua belum sepakat memiliki komitmen.

Nata menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia membenarkan posisi duduknya menghadapku, menarik tanganku ke dalam genggamannya. "Sejak awal, aku ga pernah ragu sama rasa sayang aku untuk kamu." Matanya menatapku dengan lembut. "Karena itu, aku ingin kamu ada di dalam rencana masa depan aku, Audy. Salah satunya ini. Aku membayangkan kalau suatu hari nanti, kita akan menjalani hari-hari kita di sini. Aku dan kamu."

Woah... Nata sudah memikirkan hingga sejauh itu sementara aku masih memiliki hal lain yang harus dipertimbangkan. Aku hanya menundukkan kepala karena belum bisa memberikan jawaban yang diharapkannya.

"Aku ngerti kok, ga mudah untuk mengambil keputusan seperti ini." Nata meraih daguku agar mendongak menatapnya. "Salah satunya pasti karena keluarga."

Aku mengangguk membenarkan ucapannya. "Aku belum siap kalau harus membuat papa kecewa." Nata tersenyum maklum dan memandangku penuh pengertian. Sikapnya yang terlalu baik seperti ini malah membuatku merasa bersalah karena lagi dan lagi aku menyakitinya.

Bukan inginku terus-terusan mengecewakan kamu, Nat. Hatiku mengakui bahwa kamulah yang membuatku merasakan cinta yang berbeda dan sederhana. Hadirmu membuat hariku yang t'lah lama redup, kini bercahaya kembali. Ijinkan aku memperjuangkan kita, dengan caraku. Meski aku terus mengulur waktumu.

To be continue

Published: 22 Juli 2021

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 22, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AudyWhere stories live. Discover now