10 : Berhak Bahagia

1.4K 162 4
                                    

Let me know if you're ready in relationship.

Perkataan Nata waktu itu memenuhi pikiranku. Aku tidak tau maksud dan tujuannya. Aku bahkan tidak mengiyakan karena bingung harus bagaimana merespon ucapannya.

Apa mungkin jika Nata ingin kami menjadi lebih dari sekedar teman? Tapi aku tidak mau menerka-nerka dan aku pun tidak berharap seperti itu. Untuk saat ini, bagiku cukup dengan berteman saja. Setidaknya, sampai aku siap. Atau mungkin, sampai aku bisa benar-benar mengenal Chessy?

Sumpah! Aku sangat penasaran dengannya. Jika saja aku bisa bertemu dan melihat langsung dirinya, tentu aku tidak akan sebegitu ingin tau mengenai Chessy. Selama ini aku menilai karakter Chessy hanya analisis pribadi dari chat maupun obrolan kami. Aku merasakan kenyamanan ketika mengobrol dengannya.

Pada dasarnya, aku sangat berhati-hati dalam memilih teman dan tidak sembarangan bercerita mengenai diriku. Perlahan aku akan mulai terbuka jika aku sudah mengenalnya dan merasakan adanya kecocokan, seperti pada Nata. Tapi Chessy lain. Aku merasa cocok bahkan sebelum benar-benar mengenalnya. Aku bisa menceritakan apapun yang ingin kusampaikan tanpa dihakimi. Dia selalu bersedia menemaniku mengobrol kapanpun aku mencarinya meskipun sudah lewat tengah malam. Itu yang membuatku ingin membangun relasi nyata dan tidak hanya "hubungan online".

Atau sebaiknya kucoba mengajaknya lagi untuk bertemu? Semoga dia tidak menolak. Aku tidak berharap banyak, hanya ingin ia setuju bertemu sehingga aku bisa mengetahui sosoknya. Selanjutnya, bagaimana nanti.

Kumiringkan tubuh yang sedang duduk bersandar di headboard untuk meraih ponsel di nakas, membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim chat pada Chessy. Hai, kamu sibuk ga?

Tak terlalu lama setelah mengirim pesan, ada panggilan masuk dari Chessy. Ini salah satu yang aku suka dari dia, fast response.

Aku berbaring sebelum menjawab telponnya. "Halo, aku ganggu ga?" tanyaku dengan bahasa basi.

Chessy menjawab dengan santai. "Aku ga pernah merasa terganggu sama kamu." Senyum tipis terukir di bibirku mendengar jawabannya.

"Kamu lagi apa?"

"Lagi bikin kopi."

Refleks aku melihat jam di pergelangan tangan. "Ngopi jam segini?" Dahiku berkerut melihat jam yang menunjukkan pukul 7 malam.

"Bukan, aku lagi buat cold brew supaya besok tinggal minum."

"Oh, kukira kamu mau begadang lagi."

"Aku ga keberatan kok kalo begadang dengerin kamu ngoceh. Hahaha..."

"Ini baru mulai nelpon ya, tolong jangan ngajak berantem."

"Oh iya. Kamu cari aku? Kenapa? Mau cerita sesuatu?"

"Kamu kapan ke Jakarta?"

"Ini lagi di Jakarta."

"Ada urusan?"

"Begitulah."

"Sibuk?"

"Lumayan. Sibuk siapin mental."

"Maksudnya?"

"Aku lagi mau deketin cewe. Belum lama kenal sih. Tapi aku suka sama dia dari pertama ketemu."

Oh. Mendadak lidahku kelu untuk berkomentar.

"She's smart, charming and a 'lil funny. Tapi sepertinya ... agak sulit."

Sejujurnya aku tidak berminat mendengar alasannya, aku hanya bersikap sopan. "Kenapa?" Selama ini, kebanyakan aku yang bercerita padanya dan sekarang aku baru tau kalau dia sedang dekat dengan perempuan lain.

"Susah dijelaskan," katanya singkat.

Aku menanggapi dengan malas, "hmm."

"By the way, tadi kamu mau apa? Sorry terinterupsi sama aku."

"Kamu keberatan ga kalo aku minta kita ketemu?" Aku bertanya to the point. Jika ia setuju, setidaknya aku masih punya kesempatan mengetahui sosok aslinya Chessy dari pada tidak sama sekali.

Chessy tidak menjawab. Mungkin dia sedang mempertimbangkan. Satu menit belum menjawab, aku bertanya kembali. "Kamu ga mau ketemu aku? Bukannya dulu kamu terus bertanya dan mengajakku bertemu?"

Terdengar nafas pelan sebelum ia menjawabku. "Aku ga bilang ga mau. Hmm...kenapa kamu mau ketemu aku?"

"Karena aku mau tau kamu di real life. To be honest, so far aku cukup nyaman berteman sama kamu. Kurasa, aku ingin kenal kamu yang sebenarnya."

"And?"

"Apa?"

"Bagaimana jika setelah bertemu, ternyata aku tidak sesuai dengan ekspektasi kamu?"

Aku tertawa pelan. "Memang aku berekspektasi apa?"

"Memang kamu tidak punya bayangan aku seperti apa? Baik itu secara fisik atau apapun."

"Makanya aku ingin kita bertemu. Jadi aku tidak perlu membayangkan. So, yes or no?"

Terdengar lagi helaan nafas dari ujung telepon. "Baiklah. Tapi aku belum bisa menentukan kapan. Masih ada keperluan yang harus kuurus."

Tidak terlalu memuaskan tapi lumayanlah dari pada tidak sama sekali. "Oke, kamu bisa kabari kalau sudah senggang. Aku harap kamu tidak mangkir ya?"

"Segitunya mau ketemu aku?"

"Aku cuma pegang omongan kamu yang sudah setuju untuk bertemu."

Setelah akhirnya kami sepakat, aku kemudian bertanya kepo mengenai hubungan dirinya dengan perempuan yang ingin ia dekati. Cuma ingin tau. Selama enam bulan saling ngobrol namun dia tidak pernah mention sama sekali mengenai perempuan yang tadi diceritakannya. Seingatku, Chessy pernah berkata bahwa ada hati yang harus ia jaga. Itu alasan yang membuatnya tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan hingga saat ini. Jadi, sekarang dia mau mencobanya?

Ah! Bodoh. Aku juga baru ingat kalau Chessy tidak mengatakan hati siapa yang dijaganya. Aku tidak tau siapa yang dia maksud. Tidak etis jika aku mengungkit lagi hal yang berkaitan dengan masa lalunya yang tidak menyenangkan. Tapi aku ingin tau apa yang sekarang membuatnya memutuskan untuk berani mencoba.

Ugh! Rasanya ini bukan aku yang biasanya. Aku mana pernah mau tau dan repot-repot dengan urusan pribadi orang? Namun Chessy menjadi pengecualian. Entah pesona apa yang dia punya hingga membuatku begitu ingin tau lebih banyak tentang dirinya.

Dengan mata yang terpejam aku bertanya lagi pada Chessy. "Jadi sekarang kamu mau mencoba menjalin relasi dengan perempuan?"

"Kalau dia meresponku dengan baik, ya, aku akan maju."

"Apa yang kini mengubah pemikiranmu?"

"Seperti yang tadi kubilang, dia ini menarik. Dia membuatku merasa ingin selalu berada di dekatnya. Aku seringkali kangen kalau tidak bertemu. Dan akhir-akhir ini aku juga sulit untuk fokus karena terus terbayang sosoknya."

Aku membuka mata, menatap sendu pada langit-langit kamar. "Sounds you're falling in love with her."

"Sepertinya begitu. Sesekali, aku ingin egois. Memikirkan diriku sendiri tanpa harus mempertimbangkan bagaimana perasaan orang lain. Kurasa pengorbananku selama ini sudah cukup. Seharusnya tidak menjadi masalah, selama aku tidak menyakiti mereka."

"Yeah, life isn't about pleasing everybody." Aku mengutip kata mutiara yang memang benar adanya.

"Karena itu, sekarang aku ingin mengejar bahagiaku. Kita semua berhak bahagia kan?"

"Ya. Kamu berhak bahagia setelah melewati banyak hal yang menyakitkan dalam hidupmu." Aku mengatakannya dengan menahan perasaan sesak di dada yang muncul secara tiba-tiba. Aku pernah merasakan perasaan semacam ini. Di waktu yang t'lah lalu.

"Kamu juga. Berbahagialah." Aku membayangkan Chessy sedang tersenyum padaku saat ia mengatakannya.

Aku menjawabnya pelan, "yeah, im trying."

"Good luck, Audy."

Kita semua berhak bahagia. Lalu, bagaimana denganku?

To be continue

Published : 26 Juli 2020

AudyWhere stories live. Discover now