Perlahan Terkuak

3.4K 389 2
                                    


"Kalau lo mau lupain semuanya, ikut sama gue. Ruha udah membuat pilihannya sendiri. Lo adalah orang yang akan ditinggalin. Selama ini dia cuma pura-pura cinta sama lo." Almara menggelengkan kepala dalam posisi yang saat itu sedang tertidur. Dalam mimpi dia melihat seorang pria mengulurkan tangan.

"Ayo, Almara. Apa lo mau ikut terbunuh? Gimana dengan kedua orang tua lo yang udah dibunuh Ruha?"

"Gak!"

Almara masih menggelengkan kepala, keringat sudah membasahi dahinya. "Ruha gak bunuh orang tua gue. Orang tua gue masih ada!" Teriak Almara sambil memukul sprei dengan kedua tangan.

"Lihat sendiri apa yang udah dilakuin Ruha selama lo gak pergi ke dunia manusia. Lo pikir Ruha baik sama lo? Enggak, Almara. Apa mau ngingat semua yang terjadi di masa lalu dulu, baru lo buat keputusan sendiri?"

"Hah!" Almara membuka mata dan beranjak duduk. Dia mulai mengatur napas serta menatap ke sekelilingnya. Pria tadi seperti nyata tadi. Entah hanya mimpi atau pria itu memang sengaja masuk ke mimpinya.

Dia turun dari tempat tidur, perlahan berjalan menuju rooftop kamar dan duduk di kursi. Dia memejamkan mata, menghirup udara segar di tengah malam. Ucapan pria di mimpinya tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, semua terasa rumit.

Sudah hampir seminggu dia dan Ruha tidak bertemu. Ruha berkata akan pergi jauh untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tapi Ruha tidak memberitahu kemana tujuannya. Hal itu membuat Almara kebingungan. Mendadak pikiran Almara melayang ke dunia manusia. Dia memikirkan orang tuanya yang sudah lama tidak ditemuinya. Mungkin saja ucapan pria dalam mimpinya benar?

Almara bergegas untuk pergi ke dunia manusia di tengah malam. Biarlah jika dia akan menghadapi bahaya nanti. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana keadaan kedua orang tuanya.

"Lo mau kemana?" Saat Almara keluar dari kamar, tiba-tiba Ruha berdiri di depannya. Almara terkejut dan merasa gelagapan karena hampir ketahuan.

"Mau ke toilet."

"Di kamar lo kan ada toilet."

"Rusak."

Ruha mengerutkan kening setelah mendengar ucapan Almara. Bagaimana bisa toilet rusak? Padahal setiap hari pelayan selalu membersihkan toilet dan pasti tidak akan ada yang rusak.

Saat menyadari perubahan raut wajah Ruha, Almara langsung mencari alasan lain. "Maksud gue, tisunya habis."

"Di lemari kan ada stok tisu."

Skakmat. Almara tidak tahu harus memberi alasan apa lagi.

"Lo darimana?" Tanya Almara sambil menatap Ruha. Akhirnya dia bisa menemukan sebuah pertanyaan.

"Dari dunia manusia. Ada makhluk yang harus gue musnahin."

"Sampai hampir seminggu?"

"Iya. Makhluk kali ini susah. Kenapa emang?" Kali ini Ruha bertanya balik pada Almara.

"Nanya aja. Gue mau masuk kamar dulu." Belum sempat Almara masuk ke kamar, Ruha terlebih dahulu memegang pergelangan tangannya. Dia berbalik dan menatap Ruha dengan raut bingung.

"Lo kangen sama gue?" Tanya Ruha yang membuat Almara mengembuskan napas kasar. Karena malas berdebat, akhirnya dia jujur.

"Hm, gue kangen sama lo." Jawab Almara spontan. Dia tidak munafik. Selama Ruha tidak bersamanya, dia benar-benar rindu. Meskipun ada banyak hal yang disembunyikan Ruha darinya, tetap saja perasaannya tidak bisa dibohongi. Almara mulai mencintai Ruha entah sejak kapan.

Pengantin Untuk Hantu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang