Chapter 3

3 4 0
                                    

"Tumben nyamperin kekelasku By, " Sapa Devan dengan senyum manisnya saat aku baru saja sampai didepan mejanya.

" Aku mau bicara. Penting." Ucapku kemudian mengedarkan pandangan pada teman-teman sekelas Devan yang terlihat ramai.

"Deg" Pandanganku bertemu dengan dia, Nizam Al-azam. Dia terlihat sedang asyik bercengkrama dengan teman segengnya. Tapi kemudian aku segera memokuskan pandanganku pada Devan. Aku harus mengumpulkan keberanian dan juga menghapuskan rasa ibaku.

"Bicara apa by? ngomong aja lah,," katanya terlihat semakin memaniskan wajah dan senyumnya serta memokuskan seluruh perhatiannya untukku.

"Berdua aja." Kataku singkat- sangat muak dengan semua perhatian yang ia berikan.

" Hhh,, disini aja ya by! mereka gak bakal ganggu obrolan kita kok." Katanya kemudian berdiri menghadap diriku sembari menggapai kedua tanganku.

Aku terdiam sejenak, kusadari seluruh pandangan kini tertuju pada aku dan Devan. Cih!! muak sekali aku dibuatnya. Jujur aku merasa seolah menjadi barang yang sedang dipamerkan oleh Devan. Tak butuh waktu lama aku segera melepaskan kedua tanganku dari genggamannya. Aku benar-benar sudah tak tahan lagi dengan semua sandiwara cinta ini.

" Kita putus! " Ucapku tegas kemudian memalingkan wajah tak mau dan tak tega melihat wajahnya yang mungkin kini sangat terkejut dan kecewa dengan ucapanku barusan.

" Ra, kamu pasti becanda kan?" tanyanya tak menyangka.

" Aku serius!" Jawabku singkat kemudian menatap matanya tajam. Kurasakan semua orang kini terkejut mendengar keputusanku barusan. Sebenarnya aku amat tak tega melakukan ini pada Devan, bahkan kini aku merasa menjadi tokoh paling jahat dalam sebuah hubungan. Tapi aku harus bagaimana? Memangnya berpura- pura bahagia itu mudah? Aku sudah lelah dengan semua pencitraan ini.

" Tapi salahku apa?" Tanya Devan menuntut penjelasan.

"Kamu gak salah, ini aku yang pengen," Ucapku tak mungkin menjelaskan alasan sebenarnya.

" Enggak! Pasti ini ada apa-apanya. Siapa cowok yang berani ngerebut kamu dari aku?" Tanyanya mulai meninggikan suara, ia benar-benar tak dapat mengendalikan emosinya. Seolah-olah ia tau semua tentang isi hatiku.

Sontak saja dadaku terasa sesak dengan pertanyaan sekaligus tuduhan itu dan entah apa yang terjadi padaku, pandanganku justru langsung beralih pada cowok yang kini juga sedang menatapku dengan tatapan datarnya.

Gemuruh didadaku semakin menyesakkan. Entah apa yang difikirkan Nizam saat ini, aku bahkan tak bisa membaca ekspresinya sama sekali. Tapi semoga saja dia tak beranggapan bahwa aku hanya ingin merusak hubungan persahabatannya dengan Devan.

"Bukan, bukan karena itu. " Kataku ketus setelah memokuskan kembali pandanganku pada Devan.

" Bohong! " Tuduhnya singkat namun cukup membuat kepalaku pening dibuatnya.

" Karena kita beda agama." Elakku tanpa berfikir lama karena sejak awal memang hal itulah yang menjadi perbedaan menonjol diantara kami.

" Cih! alasan! Atau jangan-jangan dugaan gue emang bener, lo naksir kan ama sahabat gue?" Tuduh Devan penuh emosi kemudian memalingkan wajah pada Nizam yang masih bertahan dengan ekspresi dinginnya.

Kepalaku serasa dihantam batu besar. Dari mana Devan tahu? Aku sendiri bahkan tak pernah menceritakan perasaan ini pada siapa-siapa.

" Hhh,,, cuman bisa diam? pasti gue bener kan?" Tanya Devan dengan nada belagunya.

" Bangsat! murahan banget sih lu,, Dasar pelacur!" Maki Devan semakin memojokanku.

Sakit sekali. Sebutan pelacur membuatku merasa diinjak-injak sekali. Tapi aku tak bisa melakukan apa-apa saat ini kecuali hanya diam memandang wajah merah padam ketua OSIS SMA Aksara Bangsa itu.

"Eh," Ucapku terkejut karena tiba-tiba ada yang menarik tanganku hendak mengajakku pergi dari kelas itu.

" Ikut gue! " Kata Nizam dengan suara berat nan dingin khas miliknya. Sontak saja semua orang memandang sinis kearahku seolah membenarkan tuduhan Devan barusan. Dan aku hanya bisa menurut dengan Nizam yang menarikku pergi karena akupun sudah tak punya muka jika harus terus menghadapi tuduhan benar Devan.

"Naik!" Titahnya setelah aku terus membuntutinya hingga sampai ditempat parkir. Sekarang ia sudah siap memboncengku dengan motor ninja merah miliknya.

Dan tak butuh waktu lama aku pun menuruti perintahnya karena aku pun tahu bahwa suasana hatinya pasti sedang tidak baik karena ulahku barusan.

" Maaf," ucapku tertunduk setelah aku turun tepat didepan gerbang rumahku.

" Besok gak usah sekolah." Ucapnya datar kemudian langsung menyalakan motornya lagi dan dalam hitungan detik ia benar-benar berlalu tanpa merespon permintaan maafku.

Hancur sekali, itulah yang kurasakan saat ini. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. padahal merusak persahabatan antara dua cowok terkeren di SMA Aksara Bangsa sama sekali bukan rencanaku. Tapi entahlah, semua sudah terjadi, walau aku agak khawatir karena saat ini mereka harusnya fokus untuk ujian kelulusan.

Hai gaeeeess! gimana gimana gimana? kenak mental gak tuh? maklum aja lah, mata-matanya Devan kan banyak yak.

Eh, jan lupa vote plus komennya ya guys, ane kagak sombong kok😇😎😎

Cinta Dalam Khayal (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang