Chaos 4

758 28 0
                                    

[Friendly reminder: This story contains GAY relationships]

enjoy.

“Ayo, sayang, cepatlah turun! Semuanya sudah menunggumu.” Seru Antonio dari bawah.

“Iyaaa! Sebentar lagi aku turun!” seru Kirana tertahan karena ia menggigit jepit rambut berbentuk bunga lily berwarna putih sembari kedua tangannya sibuk menata rambutnya.

“CK! Kenapa tidak bisa rapi seperti biasanya, sih?” Kirana mendengus kesal karena kepangannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pada akhirnya ia mengurai kepangannya dan memutuskan untuk menggerai rambutnya. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan kemudian mengacaknya sedemikian rupa sehingga rambutnya menjadi sedikit berantakan dan bervolume. Ia menambahkan aksesori berupa jepit pita hitam di sisi kanan rambutnya sebagai pemanis.

Malam ini keempat ayahnya mengadakan pesta yang rutin diadakan sebulan sekali bersama dengan teman-teman mereka. Biasanya Kirana dilarang ikut karena di pesta itu selalu disuguhkan minuman keras, tetapi kali ini Kirana diperbolehkan ikut karena ia menjadi bintang pesta kali ini.

Kirana mengangkat rok gaun hitam selutut berbahan beludru yang ia lapisi dengan cropped cardigan putih berlengan pendek dengan aksen kerut dan pita di bagian belakang yang berlubang, memperlihatkan sedikit punggungnya. Anting panjang berbentuk rantaian berlian menghiasi kedua telinganya. Bibirnya dipulas dengan lipgloss merah marun dan ia memakai maskara. Heels setinggi lima senti berwarna putih keperakan menghiasi sepasang kaki jenjangnya.

Seperti biasa, Kirana nampak cantik. Sepasang iris onyx-nya berbinar-binar bahagia.

Kirana membuka pintu kamarnya dan berjalan menuruni tangga dengan hati-hati. Musik klasik mengalun lembut dari gramofon antik milik Feliciano. Orang-orang dengan jas dan gaun berkumpul di ballroom yang didekorasi sedemikian rupa sehingga terlihat sangat temaram dan begitu semarak. Sebuah meja yang sangat besar dengan lampu berbentuk pohon dengan ranting yang menjulur diatasnya menjadi pusat perhatian ruangan. Diatas meja itu terhidang berbagai jenis makanan dan minuman yang menggugah selera. Grand Piano berwarna hitam milik Feliciano terletak begitu anggun di pojok ruangan, dihiasi dengan lilin-lilin beraroma mawar gunung. Chandelier raksasa berbentuk seperti bunga dandelion dibalik menggantung di tengah-tengah ruangan, memendarkan cahaya kekuningan yang hangat. Lampu-lampu hias berbentuk bulat seperti anggur berderet menempel di tirai turut memberi warna tersendiri. Semua berpadu membentuk ambience yang sangat pas untuk berpesta.

Kirana tidak pernah menyangka ballroom di rumahnya akan berubah sedrastis ini saat pesta. Ia bahkan sulit mengenali apakah tempat ini ballroom rumahnya atau ballroom sebuah istana.

Tiba-tiba lampu sorot entah darimana menyinari tubuhnya. Kirana memicingkan matanya, tidak terbiasa dengan cahaya silau yang mengganggu pemandangannya.

“Ayo sayang, kuperkenalkan kau pada teman-temanku.” Antonio meraih tangan Kirana dan membimbing putrinya turun ke lantai ballroom dengan aman.

“Antonio! Jadi ini putrimu yang cantik itu? Kenapa kau selalu menyembunyikannya dari kami selama ini?” seorang wanita paruh baya yang rambutnya sudah beruban namun masih terlihat cantik menyambut dengan anggun.

“Ahaha, maaf, Nyonya. Dia masih belum cukup umur untuk alkohol dan pesta-pesta dewasa seperti ini jadi kami selalu menyuruhnya tidur lebih awal di kamarnya.” Antonio menggaruk kepalanya kikuk. Lalu ia beralih pada Kirana dan berkata, “Ini Nyonya Elizabeth dari Inggris. Beliau adalah bos Paman Arthur.”

Kirana membungkukkan badan dengan sikap anggun yang telah dipelajarinya dari Vargas duo. “Salam kenal, Nyonya Elizabeth. Namaku Kirana Kusnapaharani Beilschmidt-Carriedo.”

Chaotic DaddiesWhere stories live. Discover now