06 - Bertemu

49 8 0
                                    

Alarm ponsel Singto sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Tetapi Singto sendiri yang terus menekan tombol snooze setiap kali ponselnya berbunyi.

Karena tak kunjung bangun, Phi Jane harus turun tangan untuk mematikan alarm dan membangunkan Singto sendiri.

"Lima menit lagi, Phi," Singto menutup wajahnya dengan selimut.

"Siapa suruh pergi ke klub sampai larut malam?" Giliran Phi Jane yang menarik selimut Singto secara paksa.

Mengernyit sedikit mendapati pantulan cahaya lampu, kedua mata Singto tetap saja tidak terganggu dan malah semakin tertutup rapat. 

"Apa aku harus menyirammu dulu baru kau mau bangun, Nong?" ancam Phi Jane sambil menepuk kaki Singto.

Singto berusaha menepis gangguan tangan Phi Jane dan menggumamkan sesuatu, tetapi tidak cukup jelas untuk membentuk suatu kata. Sedetik kemudian, Singto kembali terlelap.

Phi Jane sampai menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Singto. Sang manajer beranjak dari ranjang Singto hanya untuk kembali dengan mangkuk di tangannya. 

Suara Phi Jane kembali mengusik, "Nong, nggak mau bangun? Yakin?"

Singto membalikkan tubuhnya untuk memunggungi Phi Jane.

"Oke, Khrap."

Sesaat kemudian Singto mulai merasakan percikan air di pipi kirinya. Mulanya Singto mengabaikannya. Namun, lama-kelamaan air yang dicipratkan ke wajahnya semakin banyak. Seakan-akan Phi Jane benar-benar menangkup air dengan telapak tangannya dan sengaja menumpahkannya ke wajah Singto.

"Oyyyy, Phi Jane!!" Singto yang tidak tahan mau tak mau membuka mata dan segera menghalangi wajahnya dari serangan Phi Jane.

"Padahal bagian serunya baru mau dimulai," cibir Phi Jane sembari menahan mangkuk di tangannya agar tidak ia tuangkan ke wajah Singto.

Singto memaksakan diri untuk duduk sembari menggaruk kepalanya. Wajah Singto terlihat sangat jengkel. Kantung matanya terlihat sedikit menyembul dan lebih kentara menggelap.

Lelaki dengan kulit sawo matang itu masih mengumpulkan nyawanya. Selain mood pagi yang tidak begitu baik, kepalanya mulai berdenyut, membuat Singto memijit pelipisnya. 

Mungkin efek minuman dicampur kurang tidur.

Atau mungkin efek Krist Perawat?

"Pagi-pagi sudah melamun!" Phi Jane memukul kepala Singto pelan dengan mangkuk.

"Phi!!!" Singto mengusap kepalanya.

"Sana mandi, Nong. Kita sudah hampir terlambat," Phi Jane menyuruh Singto agar segera beranjak dari ranjangnya.

"Kita akan ke mana dulu, Phi?" tanya Singto malas sambil menguap.

"Wat Phra That Doi Suthep."

Sontak Singto terdiam. Ekspresinya bercampur aduk. Kepalanya terasa semakin sakit.

Dengan gontai, Singto memaksakan diri berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Ia hanya berharap sakit kepalanya juga bisa larut bersama air.

***

"Bagus, Singto! Tolong miringkan wajahmu sedikit. Ya, seperti itu! Pertahankan ekspresinya!" seru sang fotografer.

Kilatan cahaya dari arah kamera berulang kali memantul di kedua netra kelam Singto. Tiap beberapa detik, lelaki dengan surai hitam itu mengubah pose dan ekspresi. Terkadang netranya menatap lensa kamera dengan senyum manis. Di saat yang lain, tatapannya jatuh ke bawah dengan dagu yang sedikit terangkat, menampilkan potret yang seolah-olah diambil tanpa sepengetahuannya. 

White || Singto x Krist [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang