8. Interogasi

231 21 3
                                    

"Pa," panggil Seulgi pada Jackson, suaminya. "Ada yang mau mama omongin."

Jackson yang sedang bersantai di sofa menoleh. "Apa?"

"Pacarnya Mona--"

"Mama ngebolehin anak kita pacaran?" potong Jackson cepat. Nada bicaranya terdengar sedikit marah.

"Iya, tapi dengerin dulu alesan mama."

"Apa?"

"Pacarnya Mona mirip anak kita yang hilang."

Deg!

"Namanya juga sama, Jeno," lanjut Seulgi.

"Yang bener Mah?"

"Iya, kalo ga percaya, nanti Jeno ke sini, mau ngajak Mona jalan."

"Jadi mama ngebolehin Mona pacaran gara-gara pacarnya mirip anak kita?"

"Iya, ga tau kenapa, perasaan mama aneh, kayak yang pengen liat dia terus, ga mau kehilangan lah intinya. Makanya mama ngebolehin Mona pacaran sama Jeno biar dia sering-sering main ke rumah, biar mama bisa liat dia terus."

Cklek!

Seulgi dan Jackson kompak menoleh ke arah pintu utama. Di sana terlihat Juyeon dengan wajah terkejutnya. "Jadi... Aku punya saudara lagi?"

Seulgi dan Jackson saling berpandangan seperti mengatakan. "Gawat, ketahuan!"

Juyeon segera duduk di samping Seulgi.

"Jawab Ma, Pa."

Jackson menghela napas. Mungkin sudah saatnya anak pertamanya ini tau yang sebenarnya.

"Jadi sebenernya kamu punya adek lagi, saudara kembar Mona."

Juyeon terkejut. "Kenapa selama ini ga pernah ngasih tau aku?"

"Mama sama Papa cuma ga mau kamu sama Mona jadi sedih Nak."



Jeno deg-degan. Ini perasaan dia doang apa gimana kok semua keluarga Mona natap dia terus. Natapnya kayak yang mau ngeintrogasi.

Di depannya ada Jackson dan Seulgi, di pintu kamar depan ada Juyeon yang berdiri di sana. Mereka semua memperhatikan Jeno.

"Duh Mona lama banget sih, gue udah ga tahan," batin Jeno yang pada akhirnya hanya memberikan senyuman ke arah mereka.

"Ih iya anjir bener kata mama, mirip banget," gumam Juyeon. Tadi, Seulgi memberi tahu foto adiknya yang hilang pada Juyeon sehingga Juyeon tau bagaimana wajah adiknya.

"Ma, Pa, aku sama Jeno berangkat dulu."

"Akhirnya!"

Jackson berdiri, ia pindah duduk di samping Jeno. "Nak," panggil Jackson.

Jeno terkejut. "I-iya Om, kenapa?"

"Boleh peluk kamu?" Namun belum sempat Jeno menjawab, Jackson sudah lebih dulu memeluk Jeno, erat.

Mona dan Jeno tentu saja terkejut. Cuma mau keluar berdua harus kaya gini dulu? Begitu pikir mereka.

Jackson melepaskan pelukannya, terlihat wajahnya yang memerah karena menahan tangis.

Ini kenapa? Pikir Jeno.

Jeno beralih menatap Seulgi. Wajah Seulgi juga terlihat merah seperti Jackson.

Sedangkan Juyeon menatap mereka dengan satu tangan yang menutupi mulutnya.

"Sumpah ini kenapa sih?" batin Jeno.

"Ma, Pa, Mas, kalian kenapa?" tanya Mona.

Seulgi dan Jackson kompak menggeleng. "Gapapa. Yaudah, hati-hati ya di jalan."

"Nggak, jelasin dulu ini kenapa?" bantah Mona.

"Ga ada apa-apa Nak, udah sana berangkat," kata Seulgi.

Mona dan Jeno akhirnya hanya mengangguk walaupun penasaran.

Mona beralih menatap Juyeon. "Mas, gue berangkat."

Juyeon tidak menjawab, ia malah menatap Jeno galak. "Jagain, awas kalo macem-macem."

Jeno meringis, seram juga kakaknya Mona. "I-iya Mas siap."

Di jalan, Mona dan Jeno sama-sama diam, sama-sama memikirkan kejadian barusan.

"Tadi..."

"Apa?"

"Sebelum kamu keluar kamar, keluargamu natap aku terus, kayak mau ngeintrogasi aku gitu. Aku tungguin mau ngomong apa tapi ternyata mereka diem aja, kan aku jadi takut."

"Wah masa sih?"

"Iya, deg-degan terus daritadi."

"Hmm... Resiko pacaran sama anak rumahan. Sekalinya keluar digituin."

"Iya gapapa, itu artinya kamu dijagain banget. Tapi beb, kamu beneran ga tau kenapa tiba-tiba mereka kaya gitu ke aku? Tiba-tiba meluk gitu."

"Engga."

Beberapa menit kemudian merekapun sampai di mall, lebih tepatnya mereka sudah duduk santai di salah satu meja di bioskop untuk menunggu film yang akan ditonton mulai.

"Aku mau jujur," kata Jeno tiba-tiba.

Mona yang sedang mengunyah popcorn itu hanya mengangkat alisnya sebelah.

"Sebenernya..."

•~• •~• •~•

To be continue

Salah Kirim | YoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang