Selamat membaca 📱
.
.
..
.
"Rencana apa yang sedang disiapkan oleh semesta, sampai membuat kesedihan dan kehilangan yang menjadi prosesnya?"
.
.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Zana duduk termenung ditengah-tengah para pengungsi lainnya didalam tenda, sedangkan Adiran menjadi salah satu orang yang paling sibuk bolak-balik, membantu para relawan mengobati warga yang terluka.
Benar saja apa yang dikatakan oleh Adiran, sekitar lima menit setelah mereka sampai di pengungsian, gelombang tsunami langsung menerjang wilayah dipesisir pantai, air laut yang biasanya tenang tiba-tiba mengamuk membentuk gelombang besar, gelombang yang sangat mengerikan, gelombang yang menghancurkan apa saja yang dilewatinya, entah itu bangunan, tanaman dan hewan, bahkan para manusia yang lebih memilih melindungi hartanya dari pada nyawanya.
Hal yang sama terjadi pada pedesaan diatas bukit yang saat ini Zana injak, tsunami menyebabkan guncangan besar kembali terjadi, rumah-rumah yang tadinya masih setengah berdiri kini runtuh tak mungkin lagi bisa ditempati, tidak sedikit pula para warga tertimpa reruntuhan bangunan saat sedang berusaha menyelamatkan orang yang mereka cintai, atau mungkin harta yang mereka cintai.
Berbeda dengan Zana, saat dia sedang menangis dipelukan Adiran, tiba-tiba Adiran melepaskan pelukannya, lalu menyeret Zana kelapangan luas dimana dia bisa terhindar dari reruntuhan bangunan. Lagi-lagi Adiran menyelamatkan dan melindungi Zana, dan karena itu pula Zana merasa hutang budinya kepada Adiran semakin bertambah banyak, sangat banyak.
"Za?" Panggil Adiran yang melihat Zana termenung sendirian dipojok tenda.
"Ngga tidur?" tanyanya lagi, Zana menatap Adiran, matanya kembali berkaca-kaca, Zana masih tidak percaya hal seperti ini terjadi dalam kehidupannya.
Zana sangat ketakutan, suara tangisan dan suara teriakan kesakitan sangat mengganggu telinga Zana, membuat hatinya bertambah ketakutan dan juga bertambah resah.
"Ran? Ini gimana? Kita harus gimana?" air mata Zana mulai menetes bersamaan saat Ia mengucap kata pertamanya.
Adiran menatap mata Zana dalam, sorot matanya berubah, mata yang dulu setenang suasana hutan kini sangat kelam, sorot matanya kini seperti suasana hutan yang sedang dilanda badai, air matanya seperti hujan yang turun membawa petir sebagai teman.
Adiran tidak bisa menjawab pertanyaan Zana, dia diam membisu karena dia sendiri juga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, akhirnya Adiran ikut duduk disamping Zana lalu merangkul pundak Zana. Adiran sangat tahu bahwa Zana pasti sangat tertekan, Zana pasti sangat ketakutan.
"Aku takut Ran, aku pengen pulang, aku pengen ketemu Putri, aku janji kalau aku pulang, aku ngga akan lagi ngeluh sama keadaan yang aku alami, aku janji akan lebih banyak bersyukur, aku pengen pulang Ran, aku kangen sama Danar" Zana menangis lirih mengadukan semua keresahan hatinya kepada Adiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disaster and Love
Teen Fiction❛❛Ketika kebisingan kota, bertemu dengan ketenangan lautan❛❛ --- Terjebak disebuah desa kecil karena bencana alam yang tidak terduga bersama Adiran, membuat Zana melupakan Danar yang rela melakukan perjalanan panjang...