BAGIAN 3

118 9 0
                                    

Seorang pemuda berwajah tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung menginjakkan kakinya di gerbang kota Pandu Galuh di pagi ini. Suasana kota yang terasa sunyi menimbulkan berbagai pertanyaan di benaknya sekaligus kecurigaan.
Biasanya sebuah kotaraja, di pagi buta sudah dipenuhi para pedagang, petukang, maupun para penduduk itu sendiri yang mencari nafkah. Tapi di sini?
Kecurigan pemuda ini makin bertambah, ketika semakin memasuki jantung kota yang tak terlalu besar ini. Ternyata, rumah-rumah kedai dan penginapan di kota Pandu Galuh banyak yang tertutup. Sulitnya, tidak ada orang untuk disapa. Kotapraja Pandu Galuh telah berubah seperti kota tanpa penghuni. Di jalan-jalan sepi yang dijumpainya hanya tulang-belulang berserakan.
Walau begitu pemuda yang tak lain Rangga yang terkenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti ini sadar betul ada beberapa pasang mata yang terus memperhatikan gerak-geriknya dari tempat-tempat tertentu.
Setelah agak lama berjalan menelusuri suasana kota yang terasa menyeramkan, Rangga menghampiri sebuah penginapan. Tempat ini walau tidak ramai betul, tapi masih ada juga orang yang lalu-lalang. Segera dimasukinya penginapan itu. Pendekar Rajawali Sakti langsung menghampiri seorang pelayan yang bertugas pada bagian penerimaan tamu.
"Masih ada kamar kosong, Kisanak?" tanya Rangga, ramah.
Laki-laki setengah baya ini tidak langsung menjawab. Matanya malah memperhatikan Rangga dengan alis berkerut.
"Kamar satu-satunya terletak dekat gudang. Kalau berkenan, boleh memesan. Biayanya dua keping perak!" jelas pelayan ini. Nada suaranya terdengar angkuh.
Tanpa tawar-menawar lagi, Pendekar Rajawali.Sakti langsung mengeluarkan dua keping perak dari balik celana.
"Apakah mau tidur sekarang?" tanya pelayan.
"Hari masih pagi. Rasanya, aku belum mau tidur. Mungkin nanti sore baru kemari lagi," sahut Rangga.
"Sekarang mau ke mana?" tanya si pelayan lagi.
Rangga memperhatikan pelayan itu dengan pandangan menyelidik. Dia merasa heran, mengapa pelayan penginapan di kota ini serba ingin tahu urusan orang lain?
"Maaf, Kisanak. Kami selalu menghormati tamu-tamu. Kota ini sangat berbahaya bagi pendatang, maupun penduduk sini. Kalau boleh aku sarankan, untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya jangan pergi ke mana-mana!" ucap pelayan ini, seperti bisa membaca pikiran Rangga.
"Terima kasih atas peringatanmu. Aku hanya ingin melihat-lihat suasana di sini tanpa maksud apa-apa," jawab Rangga.
Pelayan penginapan tidak bicara apa-apa lagi dan segera mengantarkan Rangga ke kamar yang akan ditempati. Setelah itu, dia pergi kembali ke tempat tugasnya.
Pendekar Rajawali Sakti segera memeriksa kamarnya. Ruangan yang akan ditempatinya cukup terawat walaupun sempat tercium bau cukup aneh. Punggungnya segera direbahkan di atas ranjang kayu. Namun dia segera bangkit berdiri ketika teringat sesuatu yang mengganggu pikirannya begitu menginjakkan kaki di kota ini.
"Hmm.... Sebaiknya aku segera melakukan penyelidikan. Jika malam hari, kurasa semakin sulit bagiku untuk mengetahui apa yang terjadi di Pandu Galuh ini," gumam Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti memilih jalan belakang untuk keluar dari penginapan agar tidak diketahui penjaga di depan. Dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat sempurna, tubuhnya melompat ke atas atap bangunan di samping penginapan. Hanya dalam waktu sebentar saja, dia telah berada di jalan.
Tetapi baru saja Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kaki di jalan yang sepi, dari balik pepohonan dari semak berlompatan beberapa sosok tubuh mengepungnya. Rangga sedikit terkejut. Para pengepungnya ternyata terdiri dari prajurit-prajurit kerajaan, dan juga orang-orang biasa yang tampaknya dari golongan persilatan.
"Orang asing! Sebaiknya menyerah pada kami untuk menghadap pimpinan kami!" bentak seorang prajurit yang bertubuh tinggi tegap.
"Kalian memerintahkan aku menyerah? Rasanya aku merasa tidak berbuat kesalahan apa-apa?" tukas Rangga, kalem.
"Jangan bodoh! Kau telah memasuki Pandu Galuh tanpa seizin raja kami. Ini merupakan pelanggaran yang tidak bisa dimaafkan!" tegas laki-laki yang berpakaian sebagaimana orang persilatan.
"Siapakah raja kalian?" tanya Rangga menyelidik.
"Huh...! Antasena bukan raja kami! Dia hanya budak! Dan pimpinan kamilah yang berkuasa...!" dengus prajurit tinggi tegap.
Tanpa disadari prajurit itu telah kelepasan bicara. Sedikit banyaknya, Rangga mulai mengerti.
"Aku tidak mungkin menuruti perintah kalian. Kota ini terbuka bagi siapa saja. Mengapa sekarang ada larangan?" tolak Rangga, tenang
"Dulu memang begitu. Tapi sekarang, siapa pun yang berani memasuki kota ini harus ditangkap dan diadili!" tegas prajurit itu semakin tidak sabar.
"Larangan kalian benar-benar tidak masuk akal. Maaf, aku tidak dapat memenuhi keinginan kalian!" jawab Rangga disertai senyum.
Para prajurit dan orang-orang persilatan yang tergabung menjadi satu saling pandang sebentar. Tetapi kemudian salah seorang langsung memberi isyarat untuk menyerang pemuda berbaju rompi putih ini.
"Heaaa...!"
Tidak dapat dihindari lagi, pertarungan sengit terjadi. Para prajurit maupun orang-orang berpakaian persilatan menghujani Pendekar Rajawali Sakti dengan berbagai macan senjata. Dan walaupun mereka mempunyai ilmu olah kanuragan tidak seberapa tinggi, namun karena jumlah mereka cukup besar dalam waktu sekejap Rangga telah berada dalam kepungan.
Dalam menghadapi serangan-serangan cukup ganas ini, Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan jurus Sembilan Langkah Ajaib. Dengan gerakan-gerakan kaki yang begitu lincah sambil meliuk-liukkan tubuhnya, setiap serangan yang datang berhasil dihindari.
Melihat tak satu serangan pun yang berhasil menyentuh jubah pemuda tampan berbaju rompi putih ini, maka para pengeroyok semakin bertambah marah. Mereka segera mulai meningkatkan serangan.
Dari gerakan-gerakan yang kaku, Rangga menduga kalau orang-orang yang menyerangnya memang seperti ada yang mengendalikan. Bahkan serangan-serangan mereka tampak membabi buta. Dan Pendekar Rajawali Sakti jelas tidak mungkin menghindar terus. Tiba-tiba....
"Hiyaaa...!" Dibarengi teriakan keras, Rangga melenting ke udara. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya meluruk seraya mempergunakan jurus Rajawali Menukik Menyambar Mangsa. Saat itu juga, kakinya menyambar ke bagian kepala lawan-lawannya.
Prak! Prak!
"Aaa...!"
Tiga orang prajurit dan satu dari rimba persilatan kontan menjerit keras, ketika kaki Pendekar Rajawali Sakti yang mengandung tenaga dalam tinggi menghantam remuk kepala mereka. Darah langsung mengucur bercampur otak yang berhamburan.
Melihat hal ini, para pengeroyok yang lain tampak terkejut. Tetapi itu terjadi tidak lama. Dua orang prajurit yang mempunyai tingkat kepandaian lebih tinggi segera meluruk deras ke arah Rangga. Tombak salah seorang meluncur deras ke bagian dada. Sedangkan yang satu lagi mengancam bagian selangkangan. Pendekar Rajawali Sakti cepat menggeser langkahnya kesamping. Tubuhnya dimiringkan, tanpa sempat diketahui lawan.
Wut! Wut!
Begitu serangan kedua prajurit luput, Rangga melihat sebuah peluang cukup baik. Sebelum mereka sempat berbalik dan melakukan serangan lagi, kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti yang terkepal sudah menjulur menghantam punggung.
Buk! Buk!
"Hugkh...!"
Kedua orang itu kontan jatuh tersungkur disertai semburan darah segar. Jelas sekali prajurit kerajaan ini menderita luka dalam yang tidak ringan.
"Heaaa...!
Melihat dua orang roboh yang lainnya bukan menjadi jera, bahkan berubah beringas. Kembali berbagai senjata menghujani Rangga. Sementara itu, lama-kelamaan Pendekar Rajawali Sakti menjadi jengkel juga. Habis sudah kesabarannya.
"Kalian memang sulit mengerti rupanya. Baiklah.... Kalau ini memang maunya kalian, jangan salahkan aku jika terpaksa harus membunuh!" desis Rangga dingin.
Dengan cepat Rangga melenting ke belakang. Begitu mendarat tenaga dalamnya disalurkan ke bagian tangannya dengan kuda-kuda kokoh. Saat itu juga Rangga berputaran sambil menghentakkan kedua tangan ke seluruh penjuru.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Segulung angin kencang langsung menghantam prajurit dan orang-orang persilatan, hingga berpentalan jauh bagai tersapu angin topan.
Duk! Duk!
"Aaa...!"
Terdengar jeritan di sana-sini, begitu tubuh para pengeroyok menghantam pohon hingga roboh. Mereka tak bangun-bangun lagi dengan bagian dalam tubuh remuk.

192. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Lidah SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang