BAGIAN 4

146 9 0
                                    

Rangga segera memeriksa sosok yang menyerangnya. Sulit dikenali, karena tubuhnya telah berubah hangus. Segera diperiksanya bagian-bagian lain untuk mencari petunjuk. Dan ternyata pada salah satu saku sosok mayat ini ditemukan sebuah benda berbentuk kepala serigala terbuat dari perak berwarna putih. Rangga segera membawanya ke tempat yang terang untuk menelitinya lebih seksama.
"Ini semacam perkumpulan. Atau boleh jadi gerombolan tertentu. Kurasa mereka berada di kota Pandu Galuh ini juga. Mungkin inilah salah satu ancaman berbahaya yang dimaksudkan Malim Janaka. Tetapi mengapa Malim Janaka sampai mau bersusah payah turun tangan?" gumam Rangga pelan.
Setelah memasukkan lambang serigala itu, Rangga segera menuju tempat pelayan bagian penerima tamu. Tetapi betapa terkejutnya pemuda berbaju rompi putih ini ketika melihat pelayan itu telah jadi mayat, tergolek di atas meja kerjanya. Tubuhnya koyak berlumur darah, nyaris tinggal tulang-belulang saja!
Geram bukan main Rangga melihat pemandangan yang sangat mengerikan sekaligus mengenaskan ini. Wajahnya sempat berubah tegang. Segera matanya beredar ke sekelilingnya.
"Hei..., berhenti...!" teriak Pendekar Rajawali Sakti tiba-tiba, begitu melihat satu sosok tubuh berkelebat di bagian depan penginapan.
Rangga segera berkelebat mengejar keluar. Namun begitu tiba di luar, dia kehilangan jejak. Sosok bayangan yang baru dilihatnya barusan menghilang begitu saja dalam kegelapan. Bahkan ketika Rangga mengerahkan aji 'Tatar Netra' tak ada sesuatu pun yang terlihat, kecuali pepohonan dan rumah-rumah penduduk.
Sekejap tadi, Pendekar Rajawali Sakti sempat melihat sepasang mata berwarna merah menyala dari sosok yang bertubuh tinggi besar. Rangga jadi bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah apa yang dilihatnya barusan tadi ada hubungannya dengan laki-laki yang tewas di tangannya? Lalu, siapa yang telah memangsa pelayan penginapan?
Melihat tubuhnya yang nyaris tinggal tulang-belulang, pastilah yang memangsa pelayan penginapan adalah binatang buas yang sangat besar. Kalau tidak harimau, ya beruang!
Semakin dalam saja Rangga terhanyut dalam persoalan-persoalan yang masih diselubungi teka-teki,sejak kedatangannya di kota Pandu Galuh. Begitu banyak keanehan demi keanehan yang terjadi. Namun paling tidak Rangga sudah dapat mengambil kesimpulan, apa yang harus dilakukannya.
"Bunuh! Cincang Patih Kusuma yang gila itu!"
Pada saat Rangga tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba terdengar teriaka-teriakan keras yang diwarnai munculnya cahaya obor di sana-sini. Juga terdengar derap langkah kaki kuda.
"Jangan beri kesempatan meloloskan diri! Dia bisa mendatangkan penyakit di kemudian hari!" teriak seorang laki-laki berpakaian kebesaran kerajaan dengan pangkat panglima yang berada di punggung kuda.
Laki-laki di atas kuda berbulu putih itu tidak lain dari Panglima Ubudana. Rupanya panglima licik ini sedang mengejar Patih Kusuma. Dia dibantu oleh perwira tinggi kerajaan dan prajurit-prajurit bersenjata lengkap.
Sementara di depan para pengejar, Patih Kusuma dalam keadaan terluka parah. Dia terus berusaha menyelamatkan diri. Namun karena telah kehilangan tenaga dan darah yang mengalir dari luka-lukanya, maka gerakannya menjadi semakin lemah. Rangga melihat pemandangan yang sungguh menyedihkan ini. Tanpa pikir panjang lagi, tiba-tiba tubuhnya melesat ke arah Patih Kusuma dengan kecepatan luar biasa.
Bet!
Langsung Pendekar Rajawali Sakti menyambar sekaligus memondong patih yang terluka itu. Selanjutnya tubuhnya terus berkelebat membawa Patih Kusuma ke tempat yang aman dengan ilmu meringankan tubuh yang telah sangat tinggi. Melihat buruannya diselamatkan seseorang yang tidak dikenal, Panglima Ubudana menjadi marah sekali.
"Kejar! Bunuh kedua-duanya...!" teriak panglima itu memberi perintah.
Sangat disayangkan orang yang dikejar terus berkelebat secepat terbang. Hingga dalam waktu yang tidak lama, Panglima Ubudana beserta anak buahnya telah kehilangan jejak.
"Celaka! Kalau patih keparat itu dapat menyelamatkan diri, suatu saat pasti akan menjadi ancaman!" pikir Panglima Ubudana cemas. Dalam pada itu, salah seorang perwira tinggi kerajaan sudah datang memberi laporan.
"Ampun, Panglima. Buruan kita berhasil meloloskan diri. Hamba kira dia hampir tertangkap. Tapi seseorang tidak dikenal telah menyelamatkannya!"
Panglima Ubudana berusaha menyembunyikan kekesalan dan rasa kecewanya. Rahangnya bertonjolan pertanda ia sedang menahan amarah.
"Sudahlah....Kita harus memberi laporan pada Gusti Prabu secepatnya. Semua pasukan kembali ke benteng istana!" bentak Panglima Ubudana geram.

192. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Lidah SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang