Copyright 2015 Ndie Jpank and Mumu rahadi
13 Maret 2015
BAB 1
J
Aku terpana mendapati seorang wanita memakai daster; berdiri di dapur apartemen dengan posisi membelakangi. Apa aku terlalu lelah atau mata mengalami gangguan sehingga melihat hal mustahil seperti ini?
Rambutnya tergelung ke atas memperlihatkan tengkuk indah nan bebas. Tangannya bergerak sibuk memotong sesuatu.
Berkali-kali aku mengerjap disusul dengan gerakan tangan mengucek mata. Mungkin saja wanita yang terlihat ini adalah jelmaan demit atau kuntilanak khas hantu Indonesia. Tapi setahuku makhluk sejenis itu tidak pandai menggelung rambut. Dan menurut cerita Dira adik Dian—sahabatku sejak kuliah di Jogja—yang sekarang menjadi sahabatku juga, kuntilanak tidak mungkin pandai memasak. Lagipula daster yang dia pakai bercorak batik−bukan putih polos seperti di film-film horor Indonesia.
Siapa dia? Aku tidak pernah menampung wanita di apartemen. Para wanita yang berstatus one night stand hanya boleh berada di kamar hotel, bukan di sini. Wanita yang memiliki hak istimewa memasuki kawasanku hanya Dira.
Spesial tentu saja, karena Dira sudah seperti adikku sendiri. Well, memang pernah ada perasaan khusus untuknya tapi hubungan ini tidak lebih dari sahabat mengingat keyakinan kami yang berbeda. Tidak mungkin melepas keyakinanku sendiri untuk mengikutinya, bukan? Aku tidak pernah siap melakukan itu. Dan sekarang Dira terlihat bahagia menikah dengan Difta–yang juga sahabatku.
Hmm ... mengenai pernikahan mereka–Dira dan Difta—aku merasa sedikit aneh. Sejak kapan mereka bertemu lalu menjalin hubungan? Difta membuat jarak juga berlaku dingin dengan wanita semenjak putus dengan Sarah.
Ah, sudahlah! Itu bukan urusanku. Sekarang masalahnya adalah wanita yang sedang berdiri di sana. Bagaimana caranya dia bisa masuk ke sini? Lalu apa yang sedang dia lakukan?
“Ahhemm!” aku sengaja berdehem agar wanita itu menoleh.
Benar saja dia langsung menoleh. Ekspresinya terlihat kaget beberapa detik. Lalu ..., “AAA!”
Teriakan histeris keluar dari mulut itu. Dahsyat! Aku sampai terkaget-kaget dibuatnya. Namun percayalah suara itu terdengar enak ditelinga. Merdu seperti lengking nyanyian Agnes Monica. Sesuai dan pas.
Namun tidak bisa lama-lama menikmati ketika netra ini menangkap sesuatu yang sedang terbang. Tepat menuju ke arahku. Cepat aku mengelak. Dengan suara nyaring benda itu sukses mendarat di atas lantai keramik coklat.
Gosh! Sebuah talenan yang terbuat dari kayu. Benda itu kubeli di Bali.
“Pergiii!” usirnya panik.
Belum sempat melayangkan pembelaan benda lain menyusul. Ada sendok, garpu, bahkan kuali. Aku harus mundur beberapa langkah mencari jarak aman.
“Wait!” ujarku berusaha memberi jeda serangan peralatan memasak. Tapi wanita itu kukuh menyerang.
D*mne! Ini seperti adegan pertengkaran suami-istri. Untung ini wilayah pribadi.
“Pergiii!” usirnya lagi tanpa memberi kesempatan padaku untuk menjelaskan kesalahpahaman ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
MUTIARA J
General FictionMutiara atau biasa dipanggil Muti pergi ke Jakarta untuk menenangkan diri dari tugas skripsi yang menguras pikiran. Tapi bagaimana kalau tindakan itu membuatnya bertemu lagi dengan lelaki bule yang membuatnya trauma dengan tempat sempit dan sepi? J...