70674746427421032015
Copyright 2015 Ndie Jpank and Mumu Rahadi
BAB 3
Muti
"Mau mandi enggak?" tanya Ismi waktu aku sedang berbaring di atas kasur sembari menonton televisi.
Teman yang sudah seperti saudari kandungku ini lah yang tadi menjemput ke stasiun kereta kemarin. Kuputuskan untuk menginap di tempatnya indekos.
Bukan karena ingin menceritakan aib merah jambu yang datang sebelum waktunya itu. Hina kiranya menceritakan sesuatu yang sengaja ditutupi oleh Allah. Cukup aku saja yang tahu.
Lagipula aku tidak percaya rasa kagum itu menjurus ke sana. Meskipun wajah lelaki itu merupakan neraka dunia bagi mata, namun kekaguman hanya sekedar kekaguman saja. seperti halnya melihat bunga yang indah, lalu kita berkata dalam hati "itu indah".
Aku hanya tidak ingin berada di kamar kosku lebih dulu. Setidaknya menginap di kamar orang lain bisa menjernihkan pikiran. Dan aku sedang tidak ingin sendiri.
"Duluan aja, Ukh." Jawabku masih tidak bergerak dari atas kasur. Dia pun masuk ke kamar mandi.
Tak lama handphone-ku bergetar. Pesan dari Kak Dira.
Yeah, aku memang belum menghubunginya sama sekali. Kecuali pagi kemarin saat memberitahu ingin pulang dan waktu sudah sampai di Stasiun Tugu.
Masih teringat jelas ketika memeriksa handphone mendapati 30 lebih panggilan tak terjawab dari Kak Dira. Ditambah dengan 9 SMS dari orang yang sama. Tentunya Kak Dira khawatir. Namun kubiarkan saja.
Jujur aku kesal. Merasa dibohongi. Jadi tidak ingin berbicara banyak terlebih dahulu.
Maklum saja, manusia sering hilang kendali kala emosi. Takutnya banyak perkataan yang akan menyinggung perasaan sepupuku itu. Karena itu lebih baik mendinginkan kepala terlebih dahulu.
Berpuluh-puluh kali menyesali tindakanku untuk pergi ke Jakarta pun percuma. Semua telah terjadi. Mungkin ini teguran dari Allah agar berhati-hati jika bepergian sendiri. Apalagi dengan alasan jenuh, dan terburu-buru mengambil keputusan. Seperti halnya tahun lalu.
Masih terekam jelas dalam ingatan kenangan buruk itu. Dimana aku nekat pergi sendiri ke Museum Benteng Vredeburg dengan alasan yang sama ... Jenuh. Lalu bertemulah dengan lelaki bule menjijikan itu dengan situasi yang tidak menguntungkan.
Astargfirullah! Setahun berlalu, namun aku tetap menyesal dengan kebodohanku yang satu itu.
Padahal temanku meminta untuk bersabar menunggunya. Tapi aku dengan alasan sedang sangat bosan memutuskan melangkah sendiri tanpa mau mengerti. Hasilnya menjadi kenangan terburuk.
Begitupun kemarin. Aku melakukannya lagi. Seakan pengalaman tahun lalu belum membuat jera dan sadar diri.
Astargfirullah! Jangan sampai terperosok dalam hal yang sama lagi. Cukup dua kali.
Benarlah kata Murabbi-mentor. Tak baik kiranya seorang gadis bepergian jauh seorang diri. Butuh mahram yang menemani.
Bukan berarti pergerakan wanita dibatasi. Wanita terlalu berharga, makanya dilindungi. Dihormati karena itu dijaga dan ditemani.
Di tengah kota, terutama kota besar bagai hutan belantara yang dihuni kawanan serigala. Meskipun wanita membentang hijab-kain penghalang-lebar nan tinggi, masih saja ada lelaki yang berusaha menyingkapnya. Sebab itu wanita harus apik menjaga diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUTIARA J
General FictionMutiara atau biasa dipanggil Muti pergi ke Jakarta untuk menenangkan diri dari tugas skripsi yang menguras pikiran. Tapi bagaimana kalau tindakan itu membuatnya bertemu lagi dengan lelaki bule yang membuatnya trauma dengan tempat sempit dan sepi? J...