Sorry lama... ke asyikan liburan sm Mumu jd lupa buat nulis ini.. lol
monggo di baca... jgn lupa jejaknya, biar kami senang... nyenangin org itu dapet pahala loh... hahaaa...
BAB 4
J
“Enggak, J.” Dira mendecak sebal sembari menutup lokernya. Padahal aku sengaja menungguinya sampai istirahat. Lalu mengikutinya ke ruang ganti karyawan kemudian, penasaran atas ajakannya bertemu. Tapi setelah membahas alasannya, dia malah bersikeras menolak kebaikanku. “Sekali enggak, tetep enggak.”
Tidak menghargai usahaku, dia kukuh pada pendiriannya. Padahal aku hanya menanyakan alamat. Well, alamat siapa lagi kalau bukan milik sepupunya itu—si gadis aneh kemarin.
Virus menyebalkan Difta benar-benar sudah mencemari Dira. Lihat saja, sejak tadi ekspresi wanita ini tidak ada bagus-bagusnya. Aku melihat wajah cemberut itu sejak datang beberapa jam lalu. Hanya hilang sebentar diganti senyum palsu saat melayani tamu hotel yang ingin check in atau check out. Mungkin dia sudah bad mood dari pagi.
“Come on, Dear,” pintaku merajuk. “Just tell me … Dimana sepupu kamu tinggal?”
“J, handuknya tinggal kasih ke aku, easy right?" wajahnya semakin kesal saja melihatku terus memaksa.
Aku menghela napas. Tentu saja tidak semudah itu memberikan handuk yang beberapa hari ini seperti minuman penambah energi untukku. Lagipula, rasanya ini merupakan kesempatan emas untuk bertemu gadis itu kembali. Jangan harap aku menyerah begitu saja.
“Aku akan ke Bali, Dira. Tapi sebelumnya harus mampir ke Jogja lebih dulu. Jadi, biar aku saja yang memberikannya.”
“I know who you are, J.” Matanya melirik handphone di atas meja. Sudah beberapa kali dia melakukan ini. Apa dia sedang ada masalah dengan Difta? “Kamu boleh ngedeketin seluruh wanita di muka bumi ini, J. Asal itu bukan Muti.”
Memangnya mengapa? Kami sama-sama manusia, mahluk sosial. Walau kata orang aku sedikit brengsek, tapi masih dalam tahap kewajaran. Lelaki mana di dunia ini yang begitu polos dan suci? Bayi?
Okay, stop! It's not working. Ganti startegi. Mengalah untuk menang.
“Tenang saja,” ucapku memberikan tatapan kakak yang bisa dipercaya. “Aku ingin mengunjungi Ayah dan Ibu,” lanjutku menyebut kedua orangtua Dira yang juga sudah seperti orang tuaku sendiri. “Handuk itu akan kutitipkan ke mereka. Jadi kamu bisa tenang.” Dira ingin mengatakan sesuatu, tapi aku segera melanjutkan perkataan. “Lagipula, kamu bisa repot harus mengirimkan paket. Mengeluarkan uang lagi. Mengantarkan langsung juga tidak bisa, ‘kan? Butuh izin cuti. Belum lagi harus meminta izin ke Difta. You’ll simply waste your time.”
“Oke,” ucapnya tak minat.
Semudah itu? Padahal tadi dia mati-matian melarangku. Dira aneh sekali hari ini. Mulutku jadi gatal untuk bertanya, “Kamu kenapa?”
Dira menggeleng pelan. “Nothing.”
“Dira?” sikapnya mengkhwatirkan.
“Cuma capek.”
“Kamu lembur terus?”
“Capek hati,” katanya pelan. Jawaban yang membuat alisku bertaut.
“Dira….”
![](https://img.wattpad.com/cover/34775108-288-k324410.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MUTIARA J
General FictionMutiara atau biasa dipanggil Muti pergi ke Jakarta untuk menenangkan diri dari tugas skripsi yang menguras pikiran. Tapi bagaimana kalau tindakan itu membuatnya bertemu lagi dengan lelaki bule yang membuatnya trauma dengan tempat sempit dan sepi? J...