Agustus, 2017
Januari Purnama Pertama bukan tipe mahasiswa yang terlampau peduli pada kegiatan kampus sampai-sampai akan dengan sukarela mengorbankan waktu serta tenaganya untuk menjadi Panitia Pelaksana Orientasi Mahasiswa Baru.
Begitu pula Raksabumi Anjani, jika bukan karena pandang tajamnya yang tanpa sengaja menemukan Januar telah mengumpulkan Curiculum Vitae nya ke ruang sekretariat BEM Fakultas Sastra dan Seni pada Jum'at siang--Jani tak mungkin nekat mendaftar dan akhirnya terpilih sebagai Anggota Komdis.
Gadis itu percaya, bahwa kalaupun ia menggunakan seluruh keberuntungan dalam hidupnya, tak mungkin ada interaksi yang akan terjadi antara dirinya dan Janu jika dia tidak memulainya. Maka dengan segenap keberanian, serta usai mengentaskan segala kemalasan--Jani mengikutsertakan dirinya sebagai Panitia Pelaksana MPA.
Senja menerjang dengan semburat jingga terang di atas langitnya, mengatapi kota dengan romantisme yang melengkapi jumpa antara para paduka dalam tata surya. Permukaan rumput kering menjadi tempat duduk puluhan panitia terpilih yang tengah berkumpul di halaman belakang gedung Fakultas Sastra dan Seni. Embus angin menerbangkan dedaunan kering yang menguning, menyelip satu di antara surai kecokelatan Anjani. Diam-diam sang gadis mencuri pandang ke segerombolan mahasiswa Seni Musik, menyisir pandang sampai menemukan Januari Purnama Pertama dengan cengiran manisnya sedang bersenda-gurau.
Anjani tak mampu memandang keindahan senyum Januar yang terlampau manis hingga nyaris membuat gula darah Jani melonjak. Bahkan baginya seluruh kepahitan dunia entas hanya dengan memandang rupa manis Januar.
Ketua Pelaksana memaparkan briefing singkat yang sama sekali tak masuk ke dalam fokus Jani. Agenda gadis berambut lurus yang kini bergaya pony tail itu hanya satu, memandangi Januari hingga puas. Persetan dengan briefing MPA! Ketampanan Januar terlalu sia-sia jika tidak dipandangi.
"Jan!"
Netra Jani yang fokus memandang keindahan itu kini teralih, sebab objek yang dilihatnya mendadak menoleh ke arahnya. Sontak jantung Anjani berdisko karena nyaris saja kedua bola matanya bertukar pandang dengan pemuda pujaannya. Ia refleks melengos, takut kalau-kalau tertangkap basah tengah memerhatikan Janu.
"JAN!"
Jani masih mencuri pandang, lalu lagi-lagi jantungnya mencelus kala mendapati Januar memandang balik padanya. Wajah Jani memanas, lantas menoleh cepat ke sembarang arah. Belum sempat ia menghela napas, seruan Sabrina menambah keterkejutannya--"JANI!"
Menemukan wajah Sabrina yang frustasi, degup jantung Jani mulai melambat.
"Hah?" respons Jani, linglung.
"Ya Tuhan, lu mikir apa sih dari tadi dipanggilin ngga jawab? Padahal gue di belakang lu loh."
"Oh gue kira tadi yang dipanggil bukan gu--" Jani menghentikan kalimatnya. Sial, batinnya. Dirinya baru menyadari bahwa nama penggalannya dan Januar sama! Gadis itu melongok, mengarahkan tatap ke tempat Januar duduk. Ia lantas bernapas lega mengetahui pria itu tak lagi ada di tempatnya.
"Apa?" Sabrina berceloteh. "Lu ngomong apa sih?"
"Tadi gue pikir suara lu bukan manggil gue," bisik Jani.
Sabrina mencetak wajah konyol, tak menebak apa isi pikiran Anjani. "Asli ya, Jan, lu ada masalah ya? Sampe kehilangan fokus banget gitu."
"Ngga, Sab, beneran gue pikir tadi lu manggil orang lain."
Sabrina memutar bola mata. "Siapa lagi anjir yang bisa dipanggil Jan selain lu?"
"Januar?"
Satu kata dari Jani berhasil membuat Sabrina melempar fokus ke segerombol anak Seni Musik yang kini berpindah tempat duduk di pendopo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa
FantasyIa sanggup mengatakan sampai jumpa ketika bahkan tiada jumpa yang pernah tercipta antara kita. -------------------- Sampai Jumpa Copyright © 2021 by make-awish