promises are made by fools.

121 30 5
                                    

Kemarin, saya ke rumah sakit setelah beberapa hari menderita mual yang cukup parah.

Namun, sebelum melanjutkan paragraf di atas, saya bakal jelaskan beberapa hal mengenai kalimat saya sebelumnya.

Pertama, saya bukannya hamil (syukur saja). Kedua, keputusan untuk membayar kembali premi asuransi saya yang sempat mandek, saya ambil beberapa saat setelah merasa sakit saya nggak membaik. Ketiga, serius, saya nggak hamil.

Kembali ke tema: Sehabis pergi menemui dokter, saya baru tahu bahwa saya memiliki riwayat asam lambung yang kerap naik. Dokter juga mengatakan bahwasanya nyeri dada yang sering saya rasakan, bisa saja disebabkan oleh hal itu. Sesak napas juga. Lantas, otak saya berbicara, "Ah, benar saja. Itu sebabnya kulkas saya bau busuk." (Saya nggak perlu menguraikan ulang, bukan?)

Maaf karena saya sempat mengira bahwa kamu adalah alasan di balik saya yang sakit hati.

Tapi, ketika otak saya kembali lagi ke waktu-waktu di mana persuaan kita masuk dalam jadwal keseharian, saya merasa dibodohi. Perasaan dibodohi itu muncul sekarang, ketika saya sedang sakit-sakitan.

Saya masih ingat, janji yang kamu lontarkan pada saya secara cuma-cuma. Katamu, "Kalau saya sakit, kamu akan datang, 'kan? Sebab, kalau kamu sakit, saya akan datang. Menjengukmu tiap malam. Tapi, bukan berarti saya mendoakanmu sakit lebih dari semalam. Hanya saja ... selama apapun kamu sakit, saya akan ada."

"Kalau saya sembuh, kamu bakal menghilang?" tanya saya.

"Nggak juga." Saya ingat, kamu menggeleng pelan. "Jangan artikan perkataan saya seperti itu. Kamu paham, 'kan, kalau maksud saya baik?"

Wah, kamu bahkan nggak terdengar ragu sedikit pun ketika melontarkan janji-janji seperti itu.

Ingatkah kamu mengenai ucapanmu? Jika iya, bukankah lucu bahwa sekarang saya memasak sup sendiri ketika sakit? Jika nggak, bukankah lucu bahwa kamu yang masih dalam usia prima, sudah mudah lupa?

Meski saya bukan sakit hati, meski ternyata nyeri di dada saya diakibatkan oleh naiknya asam lambung, kenyataan bahwa semua ketidakberuntungan yang terjadi pada saya adalah ulahmu nggak akan berubah. Soalnya, saya paham ketika dokter bilang bahwasanya stres dapat mempengaruhi kesehatan.

Kamu adalah alasan di balik terjadinya semua hal itu.

Choi Yeonjun, promises are (not) made by fools. They are made by jerks like you. Jujur saja, saya ingin mengakhiri kita di sini. Karenanya, ayo bertemu dan uraikan kebencian pada masing-masing agar ketidakberuntungan nggak lagi mengekori saya.

they call this a break up, but why does only my heart that break?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang