Bab 3

6 2 0
                                    

Semalam tidur Gama tidak nyenyak, bahkan bisa di bilang dia tidak tidur. Ia demam, kepalanya sangat berat. Ia meringkuk kedinginan karena ia tidak sempat mengatur suhu AC kamarnya. Keringat bercucuran dari pelipisnya. Badannya juga basah karena keringat. Biasanya ia akan merawat dirinya sendiri saat sakit begini, tapi malam ini ia tidak mampu untuk sekedar mengambil air minum di dapur. Ia lupa membawa minum seperti biasanya.

Jam dinding di kamar menunjukkan pukul dua dini hari, Nada masih terjaga. Ia tidak bisa tidur, rasa khawatirnya masih belum hilang. Ia beranjak dari tempat tidur dan mencuci muka ke kamar mandi. Lalu ia keluar menuju dapur, kebetulan ia juga merasa haus.

Namun ketika melewati kamar Gama ia seperti mendengar suara rintihan, Nada berhenti sejenak mencari sumber suara. Tapi ia yakin suara itu berasal dari kamar Gama. Ia menempelkan telinganya pada pintu untuk memperjelas suara.

Nada mengetuk pintu setelah yakin itu adalah suara Gama.

"Mas, kamu belum tidur?"

Gama yang lemas tidak mampu menjawab, tubuhnya terasa sakit semua. Apakah kali ini ia harus merendahkan dirinya didepan Nada?

Rasa haus Nada seketika hilang, ia tidak mendapat jawaban dari Gama. Ia berinisiatif untuk memutar handle pintu yang ternyata tidak dikunci oleh pemiliknya. Nada terkejut mendapati Gama yang meringkuk di kasur dengan tubuh yang menggigil. Nada berlari menghampiri suaminya.

"Mas, kamu sakit?"

Nada meletakkan punggung tangannya pada dahi Gama. Terasa sangat panas. Tanpa basa-basi lagi, Nada segera menuju ke dapur untuk mengambil baskom berisi air dingin untuk mengompres dahinya. Tidak lupa ia membawa segelas air putih dan obat penurun panas yang tersedia di kotak obat.

Sebelum itu Nada menyeka keringat di wajah Gama, mengatur suhu ruangan lalu mulai mengompres dahi Gama. Wajah putih Gama semakin pucat dengan bibir yang agak membiru.

Kali ini Gama membiarkan Nada melakukan apapun padanya. Meski hatinya ingin menolak, tapi nyatanya tubuhnya terlalu lemas untuk memberontak. Dengan mata sayu nya, ia menatap Nada lekat. Ia tidak memungkiri bahwa perempuan di depannya ini sangat cantik. Wajahnya yang manis dengan hidung mancung yang membuatnya terlihat menggemaskan. Ah, Gama kembali sadar untuk menolak apa yang sebenarnya ia akui. Perlahan ia menutup matanya meski tidak tidur.

"Mas, minum obatnya dulu ya, biar demamnya cepat turun," ucap Nada.

Gama hanya menurut, membiarkan Nada membantunya untuk bangun. Setelah selesai minum obat ia kembali tidur, kali ini ia benar-benar tertidur.

Nada menahan kantuk agar tetap bisa mengganti kompresan untuk membantu menurunkan panas Gama. Meski berkali-kali ia menguap. Nada mengamati wajah suaminya. Jika dilihat dari jarak sedekat ini, ia mengakui Gama terlihat lebih tampan. Ia menyeka keringat di wajah Gama dengan punggung tangannya. Hingga ia mengasihani kisah hidupnya sendiri, menikah namun tidak diakui oleh suami sendiri. Sangat menyakitkan hati.

Gama terbangun karena ada sesuatu yang aneh di dahinya, sebuah handuk kecil berwarna hijau. Lalu ia ingin bangun tetapi ada yang aneh di sebelahnya. Nada tertidur dengan posisi yang terlihat sangat tidak nyaman. Ia duduk di lantai dengan kepala tertelungkup di sebelah Gama. Gama baru ingat, semalam ia demam hebat dan Nada merawatnya. Ia melihat jam dinding menunjukkan pukul enam pagi. Gama teringat bahwa Nada sudah mulai bekerja lagi.

"Nad, bangun. Nggak kerja lo?"

Gama menyenggol lengan Nada, ternyata perempuan itu tidak sulit di bangunkan. Nada menggeliat menatap Gama terkejut.

"Mas udah bangun? Masih pusing nggak? Panasnya udah turun?" Nada menempel punggung tangannya pada dahi Gama.

"Udah."

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang