Bab 4

7 0 0
                                    

Rumah minimalis modern dengan cat berwarna biru tampak asri dengan beberapa pot bunga yang berjajar di halaman depan. Dengan satu pohon mangga yang cukup rindang membuat rumah ini terlihat nyaman. Halaman rumah ini tidak terlalu luas, tapi masih belum terlalu banyak terisi oleh tanaman, pemilik rumah ini belum ada waktu untuk mengurusi taman kecil miliknya.

Genap tiga minggu Nada menempati rumah barunya. Sebenarnya sudah dari dulu Nada memiliki rumah sendiri yang ia cicil dari saat ia masih bekerja dulu. Meski belum lunas tetapi ia bersyukur bisa bekerja lagi untuk melunasinya. Ya, dia sudah keluar dari apartemen Gama tanpa coba di tahan. Nada seperti mendapatkan angin segar segera berkemas tanpa meninggalkan barang apapun di sana. Bisa di bilang mereka pisah ranjang. Namun mereka sama-sama sepakat untuk menyimpan semua ini dan harus baik-baik saja di depan keluarga masing-masing. Mereka sepakat untuk datang bersama di setiap acara keluarga, agar keluarga tidak curiga dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Di tempat lain, Gama tengah termenung sendirian. Sudah tiga minggu ia kembali menjalani hidup dalam kesendirian. Tidak ada lagi Nada yang selalu sibuk di dapur, tidak ada lagi Nada yang selalu sibuk membereskan rumah dan semua kegiatan Nada di apartemen.

Menyesal? Bukan. Ia hanya memikirkan ucapan mamanya yang meminta cucu saat pertemuan keluarga kemarin malam. Bagaimana bisa, sedangkan dirinya saja masih sulit menerima Nada. Apalagi sekarang mereka sudah pisah ranjang.

Kejadian membawa perempuan ke rumah sudah tidak terjadi lagi. Entah apa yang mendorong Gama untuk tidak melakukan hal itu lagi. Sebenarnya Gama ingin sekali mencoba untuk sedikit ramah dengan Nada, namun ketika melihat interaksi Riko dan Nada membuatnya mundur. Nada yang memang bekerja di perusahaan milik saudara Riko membuat mereka jadi sering berinteraksi. Padahal, sejak menjadi istri Gama, Nada memang ramah kepada teman-teman Gama. Gama saja yang tidak terlalu peduli dengan Nada. Cemburu? Bukan juga. Ia hanya tidak habis pikir dengan Riko yang dengan santainya berinteraksi dengan Nada.

Gama Arshavin

Pulang kantor ketemu di kafe dekat apartemen gue. Ada yang harus kita bahas.

Nada membaca pesan singkat dari Gama. Dahinya mengernyit, sepertinya sudah tidak ada barang apapun yang tertinggal di sana. Nada hari ini mungkin akan lembur, setelah membalas pesan Gama ia kembali bekerja.

Nada hampir saja melewatkan makan siangnya, Ana sudah lebih dulu keluar karena sudah sangat kelaparan. Nada yang masih memiliki pekerjaan yang menumpuk akhirnya memilih keluar belakangan. Ia hanya makan di restoran cepat saji di sebelah kantornya, namun tidak di sangka di sana juga ada Riko. Sepertinya sedang dengan kekasihnya.

"Nad, tumben sendirian?" sapa Riko.

Meja mereka memang berjauhan, Riko sengaja datang hanya untuk sekadar menyapa. Karena Nada adalah temannya juga.

"Eh Rik, iya sendiri. Keluar paling terakhir soalnya. Abis makan siang juga?"

"Iya. Kebetulan ketemu klien juga tadi. Oh ya, sorry nih bukannya gue mau ikut campur, tapi lo sekarang udah pisah rumah sama Gama?" lanjut Riko.

Nada tidak tersinggung, ia tahu betul Riko dan Gama bersahabat baik jadi sudah bisa dipastikan Riko adalah tempat curhat bagi Gama.

"Yaa begitulah. Kami udah sama-sama sepakat. Mas Gama juga izinin gue untuk pindah," jawab Nada.

"Gue sebenernya udah capek sih kasih tahu anak satu itu. Tapi gue bisa rasain sih kalau dia juga mau berusaha buat bisa deket sama lo. Cuma dia ga tau cara nunjukin nya," jelas Riko.

"Perasaan emang nggak bisa di paksakan kan Rik, gue nggak apa-apa kok. Gue ngerti. Gue pergi bukan karena gue menyerah, gue cuma mau kasih waktu ke Mas Gama untuk memikirkan pernikahan ini," balas Nada.

AccismusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang