26

19.3K 3.2K 204
                                    

Azura masih dalam posisi yang sama, berdiri sambil menutup matanya dengan kedua tangan. Ia belum juga bersuara, membuat laki-laki yang sedang duduk santai ditepi ranjang itu mendecak kesal.

"Lupakan," Elden bersedekap dada lalu kembali melayangkan pertanyaan. "Kau memakai kunci itu bukan? Ku harap kau tidak melupakan syaratnya".

Azura menelan ludahnya kasar saat mendengar ucapan yang sarat akan ancaman tersebut. Dengan rasa cemas yang mendominasi, ia mengangguk pelan.

"Bagus." Elden menyeringai, "Kemarilah."

"Ya?" terdengar nada panik dari ucapan Azura.

"Kubilang kemari, ketempat ku. Kau harus menjalankan satu perintah dariku".

Lagi-lagi Azura menelan ludahnya kasar. Dengan ragu, ia melangkah menuju ranjang. Langkahnya pelan karena ia masih menutup matanya. Untung saja ia tau dimana letak ranjangnya, hingga ia tak buta arah.

Namun, Elden adalah lelaki yang tak sabaran. Ia mendengus kasar sebelum beranjak menghampiri Azura yang melangkah sedikit demi sedikit agar tidak tersandung kakinya sendiri. Ia meraih tangan perempuan itu dan menariknya menuju ranjang.

"Tu-tuan, apa yang Anda lakukan?!" teriak tertahan dari Azura saat Elden menariknya. Jangan lupakan ia masih menutup matanya, hingga ia tidak tau apa yang laki-laki itu akan lakukan padanya.

Kening Azura berkerut kala ia merasa ada kain ditelapak tangannya. Dari teksturnya, Azura bisa menebak bahwa itu adalah handuk.

"Buka matamu." Perintah Elden. "Kau tidak akan bisa melakukan perintahku jika kau menutup mata seperti itu".

"Ka-kalau begitu, pakailah pakaian Anda." Azura tetap bersikukuh membuat Elden menatap jengah padanya.

"Kau sudah melihatku tadi. Kenapa sekarang kau berlagak tak ingin melihatnya? Padahal tadi kau tidak berkedip sama sekali".

Perkataan yang terdengar mengejek dari laki-laki kurang ajar tersebut membuat pipi Azura memanas karena kesal, walau didominasi oleh rasa malu. Apa yang dikatakannya benar, hingga ia sama sekali tidak bisa membantahnya.

"Sekarang buka matamu. Atau kita akan seperti ini sampai pagi".

Azura menghela napas kasar, mencoba menguatkan mentalnya untuk kembali melihat pemandangan yang katanya berdosa itu.

Tidak heran ia bertingkah seperti itu, ini kali pertamanya melihat tubuh laki-laki bertelanjang dada. Semua otot-otot yang beberapa waktu lalu dilihatnya adalah sesuatu yang baru kali ini ia lihat. Apa semua laki-laki memiliki tubuh seperti itu? Memikirkannya saja membuat pipi Azura kembali memanas.

Perlahan tapi pasti, Azura mulai membuka matanya. Dan ya, pemandangannya masih sama seperti sebelum ia menutup mata. Azura menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Apa yang harus saya lakukan?"

"Bantu aku mengeringkan rambutku".

"Ya?" tanya Azura tak percaya.

"Duduk disitu," perintah Elden sambil menunjuk ranjang dengan dagunya.

Azura mendudukkan dirinya ditepi ranjang lalu kembali menoleh menatap Elden. "Seperti ini?"

Tak menjawab, Elden ikut mendudukkan dirinya didepan Azura dengan posisi membelakangi perempuan itu. Bukan diranjang, tapi dilantai, hingga tubuhnya hanya setinggi dada Azura.

"Mulailah".

Mata Azura mengerjap bingung, ia terdiam beberapa saat sampai dehaman keras dari laki-laki wajah datar itu menyadarkannya. Azura dengan segera mengarahkan handuk keatas kepala Elden lalu dengan telaten mengusap-usap rambut hitam laki-laki itu lembut. Ia ingin sekali melakukannya dengan kasar, namun keberaniannya hari ini hilang entah kemana.

Princess CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang