Dua

8 1 0
                                    

Razan masih menjauhinya. Bahkan pesan yang kemarin ia kirim belum mendapatkan balasan sampai sekarang. Lelaki itu benar marah padanya. Lagipula siapa sih yang tidak marah jika pacarnya jalan bersama lelaki lain apalagi lelaki itu adalah musuhnya?

Letta sepertinya tidak tahu kondisi. Ia memilih menghampiri Razan yang sedang duduk menatap kearahnya tajam. Kini sudah jam istirahat, pantas jika kondisi kantin sangat ramai.

"Razan?"

Razan mengangkat satu alisnya, terlihat sangat menjengkelkan di mata Letta.

"Letta lo mau makan? Mau pesen apa biar sekalian?" Gilang mengalihkan tatapan Letta, lalu perempuan itu menggeleng seraya tersenyum manis. Tanpa sadar Razan berdecih.

"Gak usah Lang."

Seperti dapat mencium aura pertengkaran sepasang kekasih itu, Bryan buka suara. "Duduk Ta, gak capek apa berdiri terus?"

Letta mengangguk, lalu menarik salah satu kursi yang berhadapan langsung dengan kekasihnya sampai satu suara membuatnya mengurungkan niat untuk meneruskan gerakannya.

"Kenapa, lo keliatan peduli banget sama dia?" Ya perkataan itu keluar dari mulut Razan langsung.

Bryan mengangkat satu alisnya, tidak kalah menjengkelkan seperti ekspresi wajah Razan tadi. "Kenapa lo gak suka?"

Lagi-lagi Razan berdecih. "Mau apalagi lo?" Tanya Razan ketus pada Letta yang sedang menghela nafas panjang.

"Ada yang perlu kita selesain Zan."

"Hubungan ini maksud lo?"

Letta menggeleng, "Bukan, kamu bisa gak dengerin penjelasan aku dulu?"

"Penjelasan apalagi? Mau beralasan apalagi lo? Gue udah baik gak ngumbar aib lo sebagai seorang perempuan bayaran."

Bryan menoleh kearah Razan tidak percaya. Bagaimana bisa dia sekasar itu pada kekasihnya? "Lo ngomong apaan sih Zan?!"

"Kenapa? Jangan-jangan dia juga simpanan lo?"

Wajah Bryan memerah. Apa-apa ini?! Perempuan sebaik Letta tidak pantas diperlakukan seperti ini. Tidak, Bryan tidak marah kalau dirinya yang dikata-katai. Tapi ini Letta, sahabatnya sejak kecil.

"Lo keterlaluan." Bryan menarik tangan Letta dan membawanya pergi dari hadapan teman gilanya itu. Bryan tidak mau jika Letta mendapatkan penghinaan yang lebih banyak lagi.

Ucapan Razan memang sangat menyakitkan saat sedang marah. Bryan sering mendapatkannya, tapi kini ia sudah kebal. Berbeda dengan Letta yang baru saja hadir dalam kehidupan lelaki itu.

Letta melepaskan cekalan tangan Bryan yang membawanya sampai ke lorong koridor. Harusnya Bryan tidak ikut campur dengan masalahnya kali ini. Letta yakin Razan tambah marah sekarang. Ia takut lelaki itu berpikir yang tidak-tidak mengenai dirinya dan juga Bryan yang tidak lebih dari sekedar teman kecil.

"Bry harusnya lo gak ngomong kayak gitu sama Razan."

Bryan menatap Letta tak percaya. "Gue gak bisa diem aja liat lo di kasarin kayak tadi."

"Tapi tindakan lo sama sekali gak nguntungin gue. Yang ada Razan malah makin marah sama gue."

"Apa sih yang lo harapin lagi dari dia? Dia kasar sama lo, lo gak pantes diperlakukan kayak gitu."

"Kenapa? hal itu udah biasa buat gue. Emang salah ya berjuang buat mempertahankan apa yang gue punya sekarang?"

"Emang gak salah Ta, tapi lo pantes dapet yang lebih baik dari dia. Yang lebih bisa menghargai lo, yang tau cara memperlakukan perempuan dengan baik."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOSING USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang