Chapter 7

1.9K 245 6
                                    

Bayangan akan tindakan bodoh yang aku lakukan di depan wajah Alanza masih tergiang di pikiranku.

Hiks! kejadian ini tidak akan bisa aku lupakan.

Dan yang paling penting sekarang adalah aku harus bersikap seperti apa nanti jika berhadapan dengan Alanza. Menatap matanya saja aku tak bisa.

Dasar bodoh! rutukku sambil memukul kepalaku.

Lalu aku merasakan sebuah tangan besar menghentikan pukulan di kepalaku. Aduh tangan siapa lagi ini!

Aku melihat ke arah tangan besar yang memegang tanganku ini, dan pemilik dari tangan besar ini adalah Alanza.

"Kenapa kau terus memukul kepalamu Ritha?!" tanya Alanza.

"Kau tak perlu tahu." Jawabku asal.

Entah kenapa sekarang aku merasa ada yang mengikutiku di belakang sana.

Aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, saat membalikan tubuhku, aku melihat anak yang aku bantu tadi.

"Kenapa kau mengikuti ku?!'' tanyaku sedikit berteriak.

Anak lelaki itu hanya diam saja tak menjawab pertanyaan yang aku berikan. Dia terus saja menunduk.

Apalagi sih ini! Kumohon pergilah! Aku tak bisa membantumu wahai bocil!

"Apa aku harus membantumu untuk  menyingkirkan anak ini?!" tanya Alanza dengan wajah yang datar.

Apa maksudnya itu?!

Jangan bilang kata 'menyingkirkannya' itu adalah membuat anak ini lenyap dari muka bumi?!

Wah, kalau memang begitu anak ini harus melarikan diri.

"Tidak perlu!" Jawabku cepat.

Ya, sekali lagi aku menyelamatkan anak ini dari kematian. Baik sekali diriku ini.

"Aku akan pergi sekarang!"

"Kau jangan mengikuti lagi dan pergilah ke tempat yang tidak berbahaya!" kataku sambil memberikan sedikit uang pada anak lelaki itu.

"Tidak ada!"

"Ya?!"

"Tidak ada tempat yang aman." ujar Anak itu sambil menatap padaku.

Ketika mendengar ucapan itu aku hanya terdiam dan menyetujui kata-katanya  bahwa tidak ada tempat yang aman di sini.

'Margaritha' saja yang punya rumah bisa mati apalagi anak ini yang hidup di luaran tanpa tujuan.

"Baiklah kamu ikut aku saja!"

Apa yang sedang kau lakukan, bodoh! batinku ketika menyadari apa yang sudah aku lakukan.

Aku tahu bahwa ini bukan waktunya untuk berempati akan kehidupan orang lain. Tapi aku juga tidak bisa begitu saja mengabaikan betapa sulitnya hidup anak ini di jalanan.

Dan yang jadi masalah disini adalah dia masih anak-anak. Aku ini memang selalu lemah jika berhadapan dengan anak kecil.

🥀

Aku benar-benar membawa anak kecil ini ke rumah. Tanpa mengingat bahwa sekarang ini bukanlah kehidupanku yang dulu dimana aku bisa melakukan apapun semauku.

Sejak masuk ke dunia ini sepertinya aku menjadi bodoh. Aku selalu lupa bahwa sekarang aku sedang hidup di tubuh 'Margaritha'.

Walaupun aku ingin hidup semauku pun tetap harus ada batasan. Jangan sampai membuat orang-orang mencurigaiku.

Aku tetap harus mempertahankan sifat 'Margaritha' yang dikenal orang-orang.

"Dengan bodohnya dia membawa orang lain masuk ke rumah." Bisik pelayan.

"Sedangkan dirinya saja sudah jadi beban di rumah ini." gosip para pelayan di sepanjang koridor rumah.

Wow! Sambutan yang menyenangkan.

Kehidupan di rumah ini memang luar biasa. Ternyata bukan keluarganya saja yang menggangu tapi para pelayannya pun juga begitu.

"Nona apa saya tidak apa-apa ikut ke sini?!" Tanya anak lelaki itu pelan.

"Kau tenang saja, lagipula aku tidak akan lama tinggal disini."

"Maksud Anda?!" Tanya anak lelaki itu kebingungan.

"Sudahlah kamu ikuti aku saja!"

Aku lebih memilih untuk kembali ke kamar terlebih dahulu, karena ingin mandi dan mengganti pakaian yang kotor disebabkan oleh kejadian di pasar malam tadi.

Ketika aku memasuki kamar, aku disambut oleh Tina yang khawatir akan keadaanku yang berantakan.

"Nona, apa yang terjadi?! Kenapa bisa sampai seperti ini."

"Tenanglah Tina! Aku tidak apa-apa."

"Tapi keadaan Nona sekarang--."

"Sudahlah kamu bantu saja anak itu."

Tina menoleh melihat ke arah anak kecil yang sedang berdiri di pojok ruangan dengan menundukan kepalanya.

"Dia siapa Nona?!" Tanya Tina.

"Aku tadi menolongnya."

"Apa Nyonya dan Tuan sudah tahu bahwa anda membawa anak ini ke dalam rumah?!"

"Aku yakin mereka akan tahu."

"Lagipula aku juga akan menemuinya setelah selesai membersihkan diri."

"Anda ingin bertemu siapa?!" Tanya Tina.

"Menemui Ibunya Margaritha."

Duh! Si bodoh ini kambuh lagi.

"Ya?!" Tina bingung akan ucapan Nonanya itu.

"Ah! Aku akan menemui Ibuku!"

"Mungkin karena pikiranku sedang kacau jadi ucapanku pun sama kacaunya." ucapku memberikan alasan yang masuk akal.

MargarithaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang