Chapter 13

887 105 10
                                    

Acara penyambutan kembalinya para murid ke akademi dibatalkan karena insiden jatuhnya lampu chandelier yang membuat semua orang terkejut dan ruangan pun jadi tidak kondusif.

Oleh karena itu pihak akademi memutuskan untuk menyelesaikan acaranya lebih awal. Semua murid pun memilih kembali ke kamarnya masing-masing.

Alih-alih kembali ke kamar, kaki ini malah melangkah ke gereja akademi dan dengan tubuh yang lemas serta pikiran yang masih melayang entah kemana karena masih syok akan kejadian tadi.

Aku pun akhirnya terduduk lemas sesampainya di dalam gereja dengan duduk di depan patung dewa.

Setelah beberapa lama diam dan melamun aku pun menengadah ke patung dewa yang di depanku itu. Seolah mempertanyakannya maksud ini semua.

Apa salahku?

Kenapa ini terjadi padaku?

Apakah dulu aku berbuat dosa besar?

Ini tidak adil jika disebut karma.

Aku ingin kembali. Hidupku yang sebelumnya tidaklah buruk. Malahan sangat bahagia.

Kehidupan yang nyaman. Dan lingkungan yang dikelilingi oleh orang-orang baik.

Jadi tidak ada alasan bagiku untuk berada di tempat ini.

Aku berharap diriku sedang mati suri.

Dan ini hanyalah mimpi yang aku alami karena tubuhku yang sebenarnya sedang tertidur.

"Sepertinya kejadian tadi membuatmu jadi ingin lebih dekat dengan Dewa." Ujar seseorang dibelakangku.

Aku tersentak kaget, dan menengok ke arah orang yang berbicara tadi.

"Siapa?"

"Kamu tidak mengingatku?!"

"Aku merasa kecewa, padahal kita sering bertemu disini."

Aku melihat pria di depanku dengan seksama, pakaian yang dia pakai seperti seorang pastur atau pendeta ternama karena pakaian dan wajahnya yang mencolok.

Dan ketika memikirkan itu aku mengingat seseorang. Garvin?! Ya, dia pasti Garvin.

"Pendeta Agung?!"

"Oh, formal sekali!"

"Padahal kita cukup dekat untuk saling memanggil nama masing-masing."

Hah?! Apa benar Margarita yang asli dekat dengan Pendeta Agung?!

Aku tidak pernah melihat ada bagian di dalam cerita ini yang menjelaskan kalau Margaritha punya hubungan yang baik dengan Pendeta Agung.

Apa aku melewatkan sesuatu?! Tapi itu tidak mungkin!

Di dalam cerita 'Bunga Kerajaan Yang Memikat', Margaritha digambarkan seperti tokoh yang tertutup karena memang kontribusinya dalam cerita ini tidak banyak.

Dia mati di awal chapter. Sehingga tidak banyak detail yang disebutkan oleh penulisnya.

Aku tidak menyangka mengetahui kalau Margaritha dekat dengan Pendeta Agung.

Semakin lama cerita ini malah banyak plot twist. Aku tidak tahu apakah ini akan baik atau buruk bagiku.

Mau di manapun kehidupan memang tidak bisa ditebak.

Ya, walaupun aku belum yakin apakah ini bisa di sebut dunia yang sesungguhnya.

"Aku kira kau tidak akan kembali lagi ke akademi." Ucap Garvin seraya duduk di kursi terdepan gereja.

"Aku juga tidak mengira akan disini." Jawabku seraya duduk disamping Garvin.

Garvin bingung dengan jawabanku. Dan aku tersadar kalau ucapanku sangatlah aneh karena seolah aku baru disini.

Sialan! Aku keceplosan.

"Maksudku, aku juga tidak menyangka akan kembali lagi kesini."

"Kenapa kamu tidak menyangka akan kembali kesini?!"

"Karena saat libur dan kembali ke rumah aku malah jatuh sakit."

"Oh itu juga mungkin alasan kamu tidak pergi ke gereja di Syura saat liburan kemarin."

Syura?! Bukannya itu tempat pertama kalinya Lily bertemu dengan Garvin.

Aku terdiam. Dan kaget karena terkejut bahwa Margaritha bertemu dengan Garvin di Syura.

"Ritha?!" Tegur Garvin karena sedari tadi aku diam saja.

"Ah iya benar, karena aku sakit jadi aku lebih banyak beristirahat daripada berpergian." Jawabku agar Garvin tidak curiga dan yakin bahwa aku adalah Margaritha yang dia kenal.

"Sepertinya kau masih belum sehat." Ucap Garvin dengan raut wajah khawatir.

"Tidak apa-apa, aku hanya kelelahan saja."

Lelah berjuang melawan kematian.

Aku pun mencoba mengalihkan topik pembicaraan degan membahas gereja di Syura dan terkadang juga aku menyelipkan pertanyaan bagaimana bisa aku dan Garvin bisa dekat.

Kami terus mengobrol hingga suara langkah kaki masuk ke arah kami dan terdengarlah suara yang tidak asing.

Siapalagi kalau bukan anak dajjal, Erik.

Mau apalagi dia kesini, batinku.

"Kenapa kamu tidak kembali ke kamarmu?!"

"Lily sendirian, dan dia terus menanyakanmu."

"Bisakah kamu berhenti membuat orang lain kesusahan." Cerca Erik dengan wajah yang kesal.

"Hah?! Kesusahan?!"

Anak sialan ini. Karena dia seumuran dengan Margaritha dia bisa bersikap seenaknya dan lupa akan tata krama.

"Perlu kau tahu dan ingat Erik! Sesampainya kita disini. Aku sudah bilang untuk bersikap seperti orang asing."

"Dan lagi kalaupun aku harus kembali ke kamar. Aku tidak akan pergi ke kamar Lily. Karena aku memilih untuk pindah ke kamar lain."

Aku berjalan keluar dengan perasaan yang kesal. Saat sudah keluar dari gereja aku merasa seperti ada yang mengikutiku dari belakang.

Aku menengok kebelakang karena penasaran siapa lagi yang ingin menggangguku hari ini.

Dan ternyata yang kulihat adalah Alanza. Aku bingung dan tidak mengerti kenapa Alanza ada di sini.

"Kenapa kau mengikutiku?"

Bukannya menjawab dia malah memberikan obat luka padaku. Aku mengernyit, karena tidak tahu maksud Alanza memberikanku obat.

Alanza melirik ke bawah dan menunjuk bercak darah dibagian bawah pakaianku.

"Oh iya!"

Aku tersadar bahwa tadi aku sempat kena pecahan lampu chandelier yang jatuh. Aku mengambil obat luka yang diberikan oleh Alanza.

"Sudahkan!" Ucapku sambil memegang obatnya.

"Jangan mengikutiku lagi!"

Aku berbalik pergi dan berjalan kembali ke arah kamarku.

"Terima kasih!" Ucapnya cukup keras untuk terdengar ditelingaku.

Aku berhenti sebentar, dan menengok ke belakang lagi. Dan melihat Alanza tersenyum tipis.

Apa maksudnya senyumnya itu, batinku.

Apa dia sedang mengejekku karena aku lupa mengucapkan Terima kasih'.

___________________________________________
Note: Mohon dimaklumi jika ada kalimat atau kejadian yang kurang tepat! 😉🖤

See you next chapter! Vote & Comment! Byee~

MargarithaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang