Chapter 10

1.5K 212 7
                                    

Setelah beberapa hari menunggu keputusan dari Melisa tentang aku yang juga ingin kembali ke akademi bersama Lily dan Erik menghasilkan keputusan yang sangat memuaskan bagiku.

Ya, Melisa menyetujui permintaanku. Dan hari ini adalah hari untuk keberangkatan kami kembali ke akademi.

Kami akan menaiki kereta kuda selama 3 hari untuk sampai di akademi. Dan kebetulan Alanza juga akan ikut pergi bersama kami.

Awalnya aku mengira Alanza sudah pergi kemarin ternyata dia mengganti hari kepergiannya menjadi hari ini.

Aku tidak tahu alasan pasti dia memutuskan kembali ke kota bersama kami.

Mungkin dia ingin berlama-lama bersama Lily, pikirku.

"Jika nanti sudah sampai di sana, kirimlah surat ke rumah." ujar Duke pada kami.

"Erik jagalah adik-adikmu ya!''

"Dan jika kalian ada masalah beritahu Albert agar dia bisa memberitahu ayah dengan segera!" Tambah Melisa.

"Baik Ibu." Jawab Lily sambil memeluk Melisa.

"Ritha, jika nanti kamu merasa belum sehat, kembalilah ke rumah."

"Iya, saya pasti akan baik-baik saja." Jawabku cepat.

Lagipula, kenapa dia bersikap baik dan bertingkah seperti Ibu yang sangat menyayangi anaknya.

Itu benar-benar membuatku muak, karena sekarang aku bukanlah Margaritha, anak kandungnya yang naif dan haus akan kasih sayang.

Margarithamu sudah mati, kau terlambat jika ingin berbuat baik pada anakmu.

Setelah melakukan salam perpisahan kami pun menaiki kereta kuda yang sudah disiapkan jauh-jauh hari.

°°°

Di dalam kereta, aku merasakan suasana yang sangat menyesakkan. Ya, dari awal kereta ini berjalan aku sudah merasa ada yang terus menatapku dengan sorot mata yang tajam.

Dan orang itu tak lain dan tak bukan adalah Erik.

Erik lagi Erik lagi. Tingkat kesabaranku sudah diambang batas.

Tapi aku tetap mengabaikannya dan bersikap seolah-olah tak menyadari akan tatapan tajam yang diberikan oleh Erik untukku.

Ya, memang sudah paling benar adalah tetap mengabaikannya.

"Sebenarnya apa tujuanmu dengan ikut kembali ke Akademi dengan kita semua?!"

Akhirnya Erik membuka suara setelah sedari awal dia terus saja menatapku dengan tajam dan tak suka.

"Padahal kau bisa mendapat perhatian yang kau inginkan dari ibumu yang melupakanmu dan hanya menyayangi anak tirinya." Ujar Erik dengan niat untuk merendahkanku.

"Haha!"

Tidak sengaja aku tertawa kecil ketika  mendengar ucapan konyol dari mulut Erik.

Dan Erik sepertinya merasa tersinggung karena aku malah menertawakan ucapannya.

Astaga! Selera humorku memang buruk sepertinya. Tapi yang diucapkan oleh Erik benar-benar terdengar lucu ditelingaku.

Lain dengan Erik yang merasa tersinggung, Lily dan Alanza malah terlihat seperti kebingungan dengan  reaksiku.

"Apa di dalam kalimatku terdapat kata-kata yang lucu hingga kau tertawa, Ritha?!" tanya Erik dengan menyilangkan tangannya.

''Ah, maaf ini memang salahku. Aku tadi melihat gajah terbang."

''Dan itu alasanku tadi tertawa."

"Apa?!"

Mereka bertiga dengan refleks melihat ke arah luar jendela dan menatap ke langit.

"Ritha! Kau sedang membodohiku ya?!" Teriak Erik.

"Dasar An--"

''Haha! Astaga kau mempercayai itu?!"

"Bagaimana?! Bukankah ucapanku sama tidak masuk akalnya dengan ucapanmu Erik?!"

"Apa maksudmu?!" Tanya Erik dengan wajah yang sudah sangat emosi.

"Aku yakin kau tahu apa maksudku."

"Dan yeah, perlu kau tahu dan ingat aku yang sekarang bukanlah Margaritha yang dulu bisa kau injak-injak dan diperlakukan sesukamu."

"Aku sekarang menjadi orang yang akan membalas mata dengan mata."

"Jadi jagalah sikapmu dan bersikaplah seperti bangsawan terhormat yang tahu akan tata krama."

Erik terdiam tak menyangka bahwa aku akan mengeluarkan kata-kata yang cukup menusuk, karena biasanya Margaritha yang dulu selalu diam dan  sabar menerima semua perlakuan buruk yang dilakukan orang-orang terhadapnya.

"Ritha, kamu.. Bagaimana--" Lily juga ikut terperangah melihatku yang sekarang jauh berbeda dengan Margaritha yang asli.

"Kenapa?! Kamu juga terkejut? Hahaha!"

"Mungkin ini efek dari tidur panjang setelah jatuh tenggelam di kolam dan tidak ada yang peduli padaku."

"Apa maksudmu Ritha?!" Tanya Lily.

"Sudahlah itu tidak penting lagi sekarang."

"Ritha!"

"Yang penting sekarang adalah mari kita hidup seperti biasanya yaitu saling mengabaikan dan tak memedulikan satu sama lain."

"Ritha, kamu kenapa?!" Tanya Lily.

"Aku tidak apa-apa. Hanya saja sekarang aku sudah jauh lebih waras setelah hampir mati sebelumnya."

Setelah mengucapkan itu aku kembali duduk dengan tegap dan menghadap lurus ke depan, dan saat menatap ke depan aku malah beradu pandang dengan Alanza. Ugh!

"Sepertinya anda mendapatkan tontonan yang bagus ya, Tuan Alanza." Ucapku dengan sorot mata lurus.

"Ya, Drama yang luar biasa. Terima kasih untuk hiburan di perjalanan yang suntuk ini." Jawab Alanza dengan tersenyum kecil.

Mengengar itu, membuatku makin kesal dengan suasana yang ada di dalam kereta. Dan berharap akan cepat sampai di Akademi.

MargarithaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang